JAKARTA - Kritik atas pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang perlunya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperjelas status hukum Ketua Umum Partai Demokrat (PD), Anas Urbaningrum, terus bermunculan. SBY dinilai tak bisa membedakan posisinya sebagai presiden dan petinggi partai.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Iberamsjah, sepanjang sejarah RI baru kali ini ada presiden meminta lembaga penegah hukum memperjelas status seseorang. Masalahnya, kata Iberamsjah, SBY menyampaikan permintaan yang hanya terkait partainya.
Guru besar ilmu politik itu menganggap pernyataan SBY telah menimbulkan kerancuan. Sebab, SBY tak hanya presiden karena juga pembina PD. "Semestinya jangan dicampuradukkan," kata Iberamsjah saat dihubungi, Selasa (5/2).
Parahnya lagi, kata Iberamsjah, SBY justru menyampaikan permintaan itu saat berada di luar negeri. "SBY semestinya juga harus tahu diri. Jangan waktu menjalankan dinas malah waktunya dipakai untuk menyampaikan pernyataan yang berkaitan dengan persoalan Partai Demokrat," ulasnya.
Apakah pernyataan SBY itu sudah bisa dianggap intervensi? Iberamsjah tak menampiknya. Sebab, harusnya SBY mendorong KPK memperjelas seluruh kasus korupsi, bukan hanya yang menjerat kader PD. "Itu namanya sudah setengah intervensi," kata Iberamsjah.
Lantas apa yang harusnya dilakukan KPK dengan pernyataan SBY? "Tak usah ditanggapi permintaan itu. Itu saran saya," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Senin (4/2) malam lalu SBY dari Jeddah, Arab Saudi, berharap KPK segera memperjelas status Anas dalam kasus dugaan korupsi yang kini disidik KPK. SBY ingin ada kejelasan atas status Anas yang sudah terlanjur dipersepsikan terlibat dugaan korupsi Hambalang. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Diperiksa, Istri Muda Irjen Djoko Pelit Bicara
Redaktur : Tim Redaksi