Dinilai Merugikan Industri & Negara, Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Diprotes

Rabu, 25 September 2024 – 03:10 WIB
Rokok (Ilustrasi). Foto dok Humas Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Bidang Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sutrisno Iwantono, menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun aturan turunannya, yakni RPMK lahir dengan cacat hukum dan berpotensi merugikan berbagai pihak.

“Peraturan ini begitu lahir, ada komplain di mana-mana, langsung mendapat keluhan dari berbagai asosiasi, termasuk dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang tidak dilibatkan dalam proses perumusan,” ujar Sutrisno.

BACA JUGA: Pengusaha Tembakau Tolak Aturan Kemasan Polos pada Rokok, Ini Alasannya

Sutrisno menyatakan banyak asosiasi, termasuk di sektor periklanan dan tembakau, telah mengajukan protes terhadap PP 28/2024.

Dia menyoroti berbagai kejanggalan yang diamanatkan dalam regulasi. Misalnya, terkait zonasi dan batasan jarak 200 meter, yang dianggap tidak adil bagi pelaku usaha yang sudah ada terlebih dahulu.

BACA JUGA: Negara Harus Adil Dalam Penyusunan PP 28/2024 & RPMK

“Lalu ada lagi aturan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK yang merugikan. Konsumen bisa saja beralih ke produk yang lebih murah dan ilegal, sehingga target penurunan prevalensi perokok tidak akan tercapai,” katanya.

Sutrisno mengungkapkan konsumen mungkin akan membeli produk dengan harga lebih rendah yang bisa berujung pada peningkatan konsumsi rokok jika kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek diterapkan.

BACA JUGA: Rumah BUMN SIG Dukung UMKM Populerkan Sirop Buah Kawista Khas Rembang

Dia juga menegaskan kebijakan ini sejatinya bertentangan dengan Undang-Undang yang melindungi hak atas merek dan menciptakan tabrakan hukum, termasuk soal pencantuman cukai yang tidak akan terlihat jelas karena desain kemasan didominasi oleh peringatan kesehatan.

Sementara itu, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menyatakan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), industri rokok tidak disebutkan sama sekali, menciptakan kekosongan dalam perhatian terhadap sektor ini.

Dia memprediksi penerapan kebijakan kemasan polos akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,03%, yang bisa berdampak luas terhadap sektor industri.

Tauhid menekankan perlunya diskusi lebih lanjut antara Kemenkes dan kementerian terkait sebelum menerapkan peraturan ini.

Menurutnya, pemerintah perlu mencari solusi dan strategi substitusi untuk mendukung ekonomi yang berpotensi terpuruk akibat kebijakan ini.

“Kemenkes perlu melakukan diskusi dengan kementerian terkait untuk mencari solusi yang lebih baik dan mempertimbangkan pengaruh terhadap ekonomi dan ketenagakerjaan,” ungkap Tauhid.

Oleh karena itu, sambung Tauhid, kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek perlu ditinjau kembali agar tidak hanya mengedepankan aspek kesehatan, tetapi juga mempertimbangkan dampaknya terhadap industri, perekonomian, dan masyarakat secara keseluruhan.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler