Pengusaha Tembakau Tolak Aturan Kemasan Polos pada Rokok, Ini Alasannya

Senin, 16 September 2024 – 20:12 WIB
Pengusaha tembakau menolak aturan kemasan polos (plain packaging) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan turunan dari PP 28 Tahun 2024. Ilustrasi rokok. Foto/Ilustrasi: Bea Cukai.

jpnn.com, JAKARTA - Aturan standardisasi kemasan, berupa kemasan polos (plain packaging) dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan turunan dari PP 28 Tahun 2024 menuai kritik.

Sebab, aturan itu menyeragamkan kemasan produk tembakau dan rokok elektronik serta melarang pencantuman logo atau desain kemasan produk.

BACA JUGA: Serikat Pekerja Siap Turun ke Jalan Tolak Rancangan Permenkes Terkait Kemasan Polos Tanpa Merek

Namun, para pelaku industri memperingatkan kebijakan ini bisa memberikan dampak peningkatan peredaran rokok ilegal.

Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan mengatakan peredaran rokok ilegal makin banyak karena identitas produk akan sulit dikenali.

BACA JUGA: Kebijakan Kemasan Polos Tanpa Merek Dinilai Berpotensi Melanggar Konstitusi & HAKI

Menurutnya, konsumen beralih ke produk ilegal yang memiliki harga jauh lebih terjangkau.

“Kemasan polos ini tentu akan mempengaruhi seluruh pelaku industri tembakau, namun yang menjadi kekhawatiran utama kami adalah dampak dari persaingan tidak sehat dan maraknya rokok ilegal,” ujar Henry dikutip, Senin (16/9).

BACA JUGA: Buka Wacana Terapkan Kemasan Polos untuk Wine Australia

Senada dengan Gappri, Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), I Ketut Budiman mengatakan bahwa pasal ini tidak masuk akal dan tidak seharusnya ada di dalam aturan.

Budiman berpendapat bahwa kebijakan ini justru akan membuka peluang bagi peredaran rokok ilegal yang lebih sulit dikendalikan.

Adanya kemasan polos sama saja membiarkan konsumen jadi buta, yang akhirnya malah akan menguntungkan produk ilegal.

"Makanya, kami petani AMTI, petani tembakau, petani cengkeh, para pekerja ini ya menolak aturan kemasan polos," kata Budiman.

Minim Partisipasi Pihak Terkait

Seperti diketahui sebelumnya, Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) tentang pengamanan produk tembakau dan rokok elektronik sedang dibahas oleh Kementerian Kesehatan sebagai aturan turunan PP Kesehatan.

Banyak pihak berharap agar proses perumusan aturan ini melibatkan para pelaku industri yang menyatakan tidak dilibatkan dalam proses sebelumnya.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan banyaknya penolakan terhadap PP 28/2024 dan RPMK terjadi akibat minimnya partisipasi publik dan Kementerian lain dalam proses penyusunan aturan tersebut.

Hal ini menunjukkan proses penyusunannya tidak dilakukan dengan benar.

“Aturan ini dinilai dapat menurunkan omzet para pedagang kecil hingga peritel dan koperasi secara signifikan, serta dapat memutus mata pencaharian para pedagang” ujarnya.

Ia menekankan bahwa penyusunan aturan yang menyentuh sektor-sektor di luar kesehatan, seperti industri dan perdagangan, harusnya melibatkan kementerian terkait untuk memastikan kepentingan yang lebih luas tidak terabaikan. (mcr10/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler