Dipanggil Namanya, Lalu Di-Dor !

Senin, 25 Maret 2013 – 05:30 WIB
KEJADIAN Sabtu dini hari itu masih membuat shock para penghuni lapas. Apalagi proses eksekusi terhadap empat tahanan dilakukan di hadapan 31 penghuni blok Anggrek.

Informasi yang diperoleh Jawa Pos Radar Jogja dari salah seorang sumber di dalam lapas, empat sasaran itu dipanggil nama mereka satu per satu. Selanjutnya diberondong timah panas. "Diteriaki, lalu dor. Diteriaki lalu dor," kata sumber itu.

Penyerangan terhadap Lapas Kelas IIB Sleman juga sempat memunculkan pertanyaan terkait pengamanan Lapas. Bagaimana Lapas yang begitu kokoh bisa ditembus sekelompok orang bersenjata lengkap.

Kakanwil Kemenkumham DIJ Rusdianto mengklaim sistem pengamanan telah sesuai standar. Kendati begitu, Rusdianto mengakui tak ada petugas khusus yang siap menghadapi kekacauan dari luar lapas. "Petugas lapas (sipir) hanya berhubungan dengan pengamanan internal. Dengan tahanan dan nara pidana," jelasnya Minggu (24/3).
     
Terkait antisipasi kekacauan eksternal, lanjut Rusdianto, pihaknya berkoordinasi dengan polisi. Rusdianto mengklaim, sebelum tragedi Sabtu dini hari, belum pernah ada permasalahan pengamanan lapas.

Sesuai SOP (standard operating procedure) setiap hari bertugas 10 orang piket. Terdiri atas satu regu (8 orang) penjaga lingkungan lapas dan dua staf keamanan. "Tentu saja sistem itu sudah memadai," ucapnya.

Bagi Kalapas Cebongan B. Sukamto Harto, tragedi eksekusi empat tahanan oleh segerombol pria bertopeng itu di luar kapasitas penjaga keamanan.  Bahkan sebagian penjaga terluka karena melakukan perlawanan, demi mengamankan tahanan. Namun mereka tak mampu menghadapi sedikitnya 17 anggota gerombolan bersenjatakan senapan laras panjang, pistol, dan granat. "Tidak ada kesiapan petugas menghadapi ancaman seperti itu," jelasnya.
     
Tapi di Jakarta, WamenkumHAM Denny Indrayana menepis anggapan jika pengamanan Lapas begitu lemah. Menurut dia, dari laporan para petugas lapas didapati fakta jika mereka telah mematuhi SOP pengamanan. Misalnya menolak membukakan pintu sebelum meminta persetujuan dari kepala keamanan lapas. Meskipun, tamu tersebut menunjukkan surat tugas dari Polda DIJ.
     
Pengamanan lapis pertama bobol karena petugas diancam dengan senjata api laras panjang plus granat. Apakah petugas lapas tidak dilengkapi senpi? "Senjata ada, tapi kalau dalam situasi semacam ini, siapa yang dihadapi, itu tidak mudah bagi rekan-rekan di lapangan," lanjutnya.
     
Pascaperistiwa tersebut, Denny menyatakan bakal meningkatkan pengamanan di lapas-lapas seluruh Indonesia. Menurut dia, sebenarnya sudah cukup banyak langkah perbaikan yang dilakukan saat dia menjabat. Saat ini pun sejumlah perbaikan sistem di lapas masih dalam proses.
     
"SOP selalu saya review. Misalnya tahun lalu," ujarnya. Denny menegaskan, dia sudah mewanti-wanti kepada seluruh kepala Lapas agar selalu mematuhi SOP. Jika nanti ada yang tidak memenuhi SOP, akan dievaluasi di mana salahnya sehingga bisa segera diperbaiki.

Di sisi lain, bobolnya Lapas Cebongan juga memantik reaksi dari LSM Kontras. Mereka meminta pemerintah serius menangani peristiwa tersebut. Ketua BAdan Pekerja Korntras Haris Azhar mengatakan, pihaknya sudah mendatangi lapas tersebut untuk mencari tahu fakta yang ada.

Hasilnya, pihaknya menduga kuat jika motif penyerangan tersebut adalah balas dendam. Sebab, keempat korban tewas merupakan tersangka pembunuhan mantan anggota Kopassus, Sertu Heru Santoso. Kemudian, pihaknya menemukan fakta yang berujung kesimpulan jika penyerangan itu direncanakan dengan sangat matang.

Beberapa indikasi di antaranya, dengan menyiapkan surat tugas dari Polda DIJ, pembagian tugas antara para penyerang, hingga kontrol waktu penyerangan. Seluruhnya dilakukan dengan rapi. Kemudian, penyerang menguasai informasi soal lokasi lapas dan memiliki persenjataan tempur yang tidak mungkin dipunyai warga sipil.

Pihaknya juga menemukan sejumlah keanehan. Terutama dalam hal pemindahan tahanan. Pemindahan tahanan dilakukan hanya dalam waktu tiga hari setelah penangkapan para tersangka. Polisi juga tidak melakukan pengamanan pascapemindahan. Terbukti, saat kejadian tidak ada satu polisipun di Lapas.
     
"Informasi yang kami dapat, penyerahan atau penitipan tahanan oleh polisi tidak lazim dilakukan dalam waktu sesingkat itu," ujarnya. Biasanya, penitipan tahanan dilakukan oleh kejaksaan yang ruang tahanannya over kapasitas.
     
Karena itu, pihaknya merekomendasikan pemeriksaan intensif terhadap jajaran kepolisian di DIJ. Terutama, terkait dengan pemindahan tahanan dan ketiadaan pengamanan tambahan di lapas oleh kepolisian. "Juga apakah Polda DIJ sudah mengetahui rencana eksekusi terhadap keempat orang itu," pungkasnya. (rdl/byu/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Area Bermain Pasir Putih di Lokasi Reklamasi Bikin Resah

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler