Dipecat Jaksa Agung, Kajati Maluku Minta Perlindungan Presiden

Jumat, 11 Desember 2015 – 07:12 WIB
Kejaksaan Agung. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Langkah Jaksa Agung M Prasetyo mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pencopotan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Chuck Suryosumpeno,  berbuntut panjang.  Chuck melalui kuasa hukumnya menggugat SK Jaksa Agung itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

SK Jaksa Agung tertanggal 18 November 2015 itu menjatuhkan hukuman disiplin tingkat berat berupa pembebasan jabatan struktural, dengan sejumlah tuduhan dalam kapasitas Chuck saat itu sebagai Tim Satgassus Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi periode 2011-2013.

BACA JUGA: Muncikari Penjual Artis NM adalah Manager Banyak Artis

"Dalam SK tersebut, Chuck dituduh tidak berkoordinasi dengan Jaksa Pengacara Negara (JPN) dan Pimpinan Kejaksaan Agung dalam menyelesaikan tanah sengketa di Puri Kembangan, Jakarta Barat, yang diduga pihak Taufik Hidayat. Chuck juga dituduh tidak mengontrol Ngalimun, anak buahnya di Satgassus di tahun 2011 dalam menyelesaikan aset berupa dua kavling tanah di Jatinegara dan Cisarua," ungkap kuasa hukum Chuck, Sandra Nganoy dalam sebuah diskusi di Jakarta Selatan, Kamis (10/12).

Melalui surat yang ditujukan kepada Jaksa Agung, Chuck dengan tegas melawan. Chuck juga mengajukan upaya hukum serta mengirim surat permohonan perlindungan hukum kepada Presiden Joko Widodo.

BACA JUGA: Alamaaaak, JK Curhat soal DPR Di Acara Internasional

"Saya telah menyelesaikan persoalan tanah dengan senantiasa melakukan koordinasi baik via telepon atau melakukan diskusi secara face to face dengan Ketua Tim JPN, Pak Yohanis Tanak. Saya juga telah menyerahkan proposal perdamaian yang diajukan kuasa hukum dari ahli waris Taufik Hidayat kepada Jaksa Agung Basrief Arief yang kemudian menyetujui butir-butir dalam proposal perdamaian. Silahkan cek pada Pak Yohanis Tanak dan Pak Basrief Arief," beber Chuck, Kamis (10/12).

Terkait tanah seluas sekitar 45 hektar di Puri Kembangan, Jakarta Barat, Chuck juga menjelaskan, sebelumnya status tanah sita eksekusi tersebut telah dicabut di tahun 2004 oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Salman Maryadi. Karena telah dicabut, status hukum tanah itu pun telah dikembalikan kepada pemilik sebelumnya, Taufik Hidayat.

BACA JUGA: Mau Dana Desa Bertambah? Ayo Bantu Pemerintah...

"Tentang uang Rp 20 miliar, saya tegaskan, itu bukan uang pengganti dari tanah seluas sekitar 45 hektar di Puri Kembangan, melainkan konversi dari Rp 5 miliar dari hutang pribadi Taufik Hidayat kepada Hendra Rahardja," kata Chuck.

Lebih lanjut, mantan Kajari Batam dan Kajari Bandung itu menjelaskan tuduhan pembiaran terhadap anak buahnya Ngalimun, dalam penyelesaian barang (tanah) rampasan di Jatinegara Indah seluas 7,8 hektar yang hanya mendapatkan penerimaan sebesar Rp2 miliar dari transaksi Rp6 miliar. Menurutnya, penanganan aset tanah tersebut merupakan hasil penelusuran aset (asset traccing) tim Satgassus dan bukan berstatus barang rampasan atau barang sitaan.

Chuck juga membantah tidak mengontrol anak buahnya, jaksa Ngalimun dalam menyelesaikan dua aset tanah di Jatinegara dan Cisarua. Sebaliknya Chuck, menegaskan dirinya telah berkoordinasi baik dengan Ngalimun bahkan jaksa lainnya di Satgassus.

"Yang benar adalah Tim Pemeriksa di pengawasan tidak terlalu paham perbedaan antara barang rampasan, sitaan atau hasil penelusuran aset, apalagi berbagai hal terkait prosedur pemulihan aset. Tapi yang jelas tidak ada satu sen pun uang negara yang masuk kantong pribadi saya," tandas Chuck.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas), R Widyo Pramono menyatakan sanksi yang diberikan kepada Chuck, bukan tanpa alasan. Dia menjelaskan, pelanggaran yang dilakukan Chuck ini terjadi saat menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Barang Rampasan dan Barang Eksekusi. ”Pelanggaran ini tergolong cukup berat,” ujarnya.

Ketua Tim Pemeriksa Kejagung Resiana Napitupulu menjelaskan, tidak ada tim lelang yang dibuat untuk memfasilitasi penjualan aset tersebut. Dengan mekanisme sepihak ini, maka hasil dari penjualan aset itu hanya mencapai Rp 20 miliar. Padahal, bila dengan lelang tentu uang negara yang bisa dikembalikan bisa lebih besar. ”Kerugian negara dalam kasus ini Rp 1,9 triliun lho,” tuturnya.

Apalagi, seharusnya dalam proses penyitaan barang rampasan dan eksekusi ini, seharusnya bekerjasama dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun). Namun, Chuck sama sekali tidak mengindahkan aturan dengan tidak bekerjasama dengan Jamdatun. ”Jadi, pelanggarannya beberapa tidak hanya satu saja,” terangnya.

Widyo Pramono menambahkan bahwa memang ada indikasi kerugian negara dalam kasus tersebut. Namun, hal itu bukan merupakan kewenangan dari Jamintel, karena itu kasus Chuck ini dilaporkan ke Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). ”Sudah kami laporkan beberapa waktu yang lalu,” tuturnya.

Tidak hanya Chuck yang mendapatkan sanksi, namun ada dua jaksa lainnya, yakni Ngalimun dan Murtiningsih. Keduanya dinilai ikut terlibat dalam pelanggaran tersebut. ”Pemberian sanksi ini sudah sesuai prosedur dengan rapat pimpinan. Kamis sudah sangat hati-hati dan melakukannya dengan cermat,” ujarnya. (ydh/sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Terus Didesak Nasionalisasi Freeport


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler