JAKARTA - Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar mengatakan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Sunarwi mestinya tidak lagi menjabat sebagai Ketua DPRD. Pasalnya, Sunarwi sudah dipecat sebagai kader dan Ketua DPC PDI Perjuangan Pati.
"Dilihat dari Undang-Undang Partai Politik (Parpol) dan Undang-Undang MD3, seseorang jadi anggota DPR atau DPRD karena ada Parpol yang menugasinya. Ketika yang bersangkutan tidak lagi sebagai kader dan dicopot dari jabatannya di partai bersangkutan maka orang itu harus keluar dari DPR atau DPRD. Masih bercokolnya Sunarwi sebagai Ketua DPRD Pati, sesungguhnya sebuah pelanggaran terhadap UU," kata Junisab Akbar, saat dihubungi wartawan, Selasa (9/7).
Junisab menjelaskan kalau Sunarwi tetap ngotot menjabat sebagai ketua DPRD, maka semua yang dia tandatangan tidak sah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus mengaudit DPRD itu serta memeriksa efek surat-surat keputusan orang itu terhadap keuangan negara. Sahnya penggunaan uang negara secara langsung terkait dengan posisi politik dan hukum yang menandatanganinya.
"KPK harus menyelidiki kejadian seperti itu karena ada indikasi korupsi dan penyimpangan kewenangan. Kasus Ketua DPRD Pati itu banyak terjadi di Indonesia sebab politisi kerap loncat pagar," tegasnya.
Menurutnya, masalah Sunarwi belum dilengserkan dengan satu surat keputusan hanyalah persoalan administratif saja. Esensinya kata dia, anggota DPR dan DPRD itu diusung partai politik.
"Artinya secara politis, jika yang mengusungnya sudah mencopot, maka dia tidak lagi berhak menjadi anggota DPR atau DPRD. Di DPR dan DPRD tidak ada seseorang mewakili dirinya, maka dia tidak menjadi siapa-siapa?," tanya mantan anggota DPR dari Partai Bintang Refomasi itu.
Saat ini lanjutnya, Sunarwi juga tercatat sebagai Sekretaris Partai Hanura Kabupaten Pati dan sebelumnya juga mendaftarkan diri sebagai kader di Partai NasDem serta bergabung dengan Ormas Perindo. "Sunarwi dipecat dari Ketua DPC PDIP Pati oleh DPP PDI-P karena konflik pencalonannya dirinya dalam Pilkada Kabupaten Pati," imbuh Junisab Akbar. (fas/jpnn)
"Dilihat dari Undang-Undang Partai Politik (Parpol) dan Undang-Undang MD3, seseorang jadi anggota DPR atau DPRD karena ada Parpol yang menugasinya. Ketika yang bersangkutan tidak lagi sebagai kader dan dicopot dari jabatannya di partai bersangkutan maka orang itu harus keluar dari DPR atau DPRD. Masih bercokolnya Sunarwi sebagai Ketua DPRD Pati, sesungguhnya sebuah pelanggaran terhadap UU," kata Junisab Akbar, saat dihubungi wartawan, Selasa (9/7).
Junisab menjelaskan kalau Sunarwi tetap ngotot menjabat sebagai ketua DPRD, maka semua yang dia tandatangan tidak sah. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus mengaudit DPRD itu serta memeriksa efek surat-surat keputusan orang itu terhadap keuangan negara. Sahnya penggunaan uang negara secara langsung terkait dengan posisi politik dan hukum yang menandatanganinya.
"KPK harus menyelidiki kejadian seperti itu karena ada indikasi korupsi dan penyimpangan kewenangan. Kasus Ketua DPRD Pati itu banyak terjadi di Indonesia sebab politisi kerap loncat pagar," tegasnya.
Menurutnya, masalah Sunarwi belum dilengserkan dengan satu surat keputusan hanyalah persoalan administratif saja. Esensinya kata dia, anggota DPR dan DPRD itu diusung partai politik.
"Artinya secara politis, jika yang mengusungnya sudah mencopot, maka dia tidak lagi berhak menjadi anggota DPR atau DPRD. Di DPR dan DPRD tidak ada seseorang mewakili dirinya, maka dia tidak menjadi siapa-siapa?," tanya mantan anggota DPR dari Partai Bintang Refomasi itu.
Saat ini lanjutnya, Sunarwi juga tercatat sebagai Sekretaris Partai Hanura Kabupaten Pati dan sebelumnya juga mendaftarkan diri sebagai kader di Partai NasDem serta bergabung dengan Ormas Perindo. "Sunarwi dipecat dari Ketua DPC PDIP Pati oleh DPP PDI-P karena konflik pencalonannya dirinya dalam Pilkada Kabupaten Pati," imbuh Junisab Akbar. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Tunggu Surat Pemberhentian Kades
Redaktur : Tim Redaksi