Diperkirakan 128 Ribu Warga Binaan Bakal Terima Remisi 17 Agustus

Kamis, 08 Agustus 2019 – 20:00 WIB
Warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lapas Kelas IIA Banjarmasin, Kalimantan Selatan yang menjadi pilot project program pembinaan Kesadaran Bela Negara. Foto: Kemenkumham

jpnn.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan memperkirakan bisa memberikan remisi umum kepada 128 ribu warga binaan pemasyarakatan pada peringatan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus mendatang. Jumlah tersebut melampaui target 95 ribu remisi yang dicanangkan untuk tahun ini.

Hal itu terungkap dalam sesi pengarahan yang dilakukan Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi (Binapilatkerpro) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Junaedi dan Direktur Teknologi Informasi dan Kerja Sama (Tikers) Dodot Adikoeswanto.

BACA JUGA: Ratusan Anak Binaan dari LPKA Pecahkan Rekor MURI

Dodot menyampaikan arahan melalui video conference dengan kepala-kepala divisi pemasyarakatan, kepala lembaga pemasyarakatan, kepala rumah tahanan dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) seluruh Indonesia.

Tercatat 522 kepala lapas dan rutan serta 33 kepala divisi pemasyarakatan seluruh Indonesia hadir dan menyimak sesi tersebut di wilayah kerja masing-masing.

BACA JUGA: Penghuni Lapas Gunung Sindur Cuci Kaki Orang Tua dan Minta Maaf

BACA JUGA : Roro Fitria Ajukan Remisi, Bagaimana Hasilnya?

Direktur Binapilatkerpro Junaedi mengatakan, terlampauinya target pemberian remisi umum dari 95 ribu menjadi 128 ribu tersebut selain menunjukkan prestasi Ditjenpas dalam melakukan pembinaan kepada WBP.

Termasuk juga menegaskan komitmen untuk memberikan hak-hak WBP sesuai ketentuan.

“Semua WBP yang punya hak dan memenuhi syarat harus dapat remisi. Jangan sampai ada yang tercecer,” kata Junaedi mengingatkan jajarannya.

BACA JUGA: Utami : Jika Tak Persiapkan Diri, Kita Terlempar ke Pinggiran

Dia bahkan mengingatkan bahwa kelalaian memberikan hak-hak tersebut, bila memang si WBP memenuhi syarat, akan dipertanggungjawabkan tak hanya di dunia, melainkan juga di akhirat kelak.

Untuk itu, sambungnya, jangan ada lagi yang mencoba mengail di air keruh dengan mencoba melakukan pungutan liar (pungli), kolusi atau pun korupsi.

“Mereka yang melakukan hal itu jelas-jelas ‘pengkhianat pemasyarakatan’, dan akan kita berantas bersama-sama!” kata Junaedi, tegas. “Tak ada pungli, tak ada KKN, tak ada setoran! Rumors-rumors itu semua yang membuat kita terus di-bully!”," tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut Junaedi juga mengingatkan agar jajarannya terus menjaga komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik.

BACA JUGA : Befri Rahmawan Urung Dapat Remisi Lantaran Tolak Teken Setia pada NKRI

 

Misalnya, terus mengupayakan untuk memenuhi tenggat proses pengajuan remisi bagi pelaku pidana umum yang bisa diselesaikan hanya dalam tiga hari dan pidana khusus yang dijadualkan 22 hari.

“Semua harus gratis, cepat, transparan dan objektif!” kata Juanedi berulang kali sepanjang pemaparan.

Prinsipnya, kata dia, semua pihak, baik WBP, keluarga inti WBP, wartawan, bahkan publik bisa mengakses data pemberian remisi umum tersebut.

Sementara dalam kesempatan yang sama Direktur Tikers Dodot Adikoeswanto menegaskan, kian cepatnya proses pemberian remisi umum dari pengajuan hingga keluarnya surat keputusan (SK) itu dimungkinkan karena telah berjalan baiknya Sistem Data Base Pemasyarakatan (SDP) yang berbasis teknologi informasi.

“Kalau pun ada hambatan, biasanya itu karena adanya keterlambatan pengusulan, tidak validnya data yang diinput, serta kadang adanya keterlambatan verifikasi,” kata Dodot. Yang juga seringkali terjadi, menurut dia adalah koneksi internet yang mengalami kendala.

Hal tersebut menurut Dodot sudah dicoba ditanggulangi dengan berbagai upaya, antara lain memastikan bahwa koneksi internet lapas dan rutan hanya untuk kepentingan koneksi sever SDP, bukan untuk hal lain.

“Selain itu kami juga sudah mengalokasikan anggaran untuk kemungkinan menggunakan provider lain sebagai tambahan, terutama bagi unit-unit pelaksana teknis yang tak terjangkau system utama,” kata dia.

Tidak hanya itu, untuk memastikan tak adanya keterlambatan dalam proses pemberian remisi, Ditjenpas mengharuskan operator membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) yang berguna untuk memastikan percepatan proses verifikasi.

Dalam kesempatan berbeda Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami membenarkan adanya komitmen jajarannya untuk menjadikan pemberian remisi kepada WBP itu menjadi tak lagi sulit dan berbelit-belit.

“Kami bertekad menjadikan hitungan hari menjadi menit, dan harus gratis sebagaimana seharusnya,” kata Dirjen Utami.

Dia menegaskan bahwa aplikasi yang dibangun Ditjenpas sudah menunjukkan hasilnya.

“Dari target di awal tahun yang hanya sekitar 95 ribu, saat ini saya sudah menandatangani secara elektronik sebanyak 128.811 SK. Jadi terbukti bahwa pemberian hak berlandaskan ketepatan karena perubahan perilaku sudah bisa diwujudkan. Kami akan terus berkomitmen untuk memberikan pelayanan secara cepat, tepat dan bermanfaat,” kata Utami.

Sebagaimana diketahui, dengan banyaknya terjadi overkapasitas di banyak rutan dan lapas, pemberian remisi bisa diharapkan mengurangi daya tampung dan memberi tempat yang lebih nyaman dan manusiwi bagi para WBP yang masih harus menjalani masa hukuman. Selain itu, manfaatnya juga bisa berdampak pada penghematan anggaran negara. (flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratusan Hafiz Hebat Ini Belajar di Lapas Paledang


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler