MAKASSAR -- Delapan tenaga honor yang bertugas di Kecamatan Tamalanrea melaporkan tujuh orang rekannya ke Kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel, Kejari Makassar, Polrestabes Makassar, dan DPRD Kota Makassar.
Laporan itu disampaikan karena tujuh rekannya diduga menggunakan dokumen fiktif untuk lulus pengangkatan honorer kategori II (K2).
Mereka yang dilaporkan itu masing-masing berinisial DAS, HM, IW, IM, RM, RS, dan SD. Mereka bertugas di wilayah Kecamatan Tamalanrea. Dalam rapat dengar pendapat di Komisi A DPRD Makassar, Rabu 8 Mei, kemarin, terungkap jika salah satu honorer K2 yang dinyatakan lulus merupakan salah seorang pedagang kaki lima (PKL) di terminal.
"Sebelumnya saya berdagang di terminal kemudian diperbantukan sebagai tenaga sukarela. Tidak ada gaji. Saya kemudian diangkat sebagai tenaga sukarela tahun 2005 di kantor Kelurahan Tamalanrea sebagai tenaga kebersihan. Sofyan Djalil yang menandatangani SK saya. SK honorer saya baru keluar tahun 2011," kata HM, salah seorang tenaga honor yang digugat rekannya sendiri.
Kepala Bidang Perencanaan dan Informasi BKD, Basri Rachman mengatakan, pengangkatan tenaga honorer kategori 2 itu harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Seperti, SK ditandatangani pejabat yang berwenang. Misalnya, wali kota, kepala dinas, badan, kantor, kepala sekolah, camat, dan lurah. Honorer yang dimaksud bekerja terus menerus tanpa putus.
"Di luar dari syarat-syarat itu tentunya tidak dibenarkan. Pembiayaan honorer kategori 2 itu non APBD," paparnya. Salah seorang honorer yang melaporkan adanya dugaan penggunaan SK fiktif inisial SJ menegaskan, dugaan penggunaan dokumen palsu untuk dapat lulus dan diangkat menjadi PNS sangat jelas terlihat, seperti yang dilakukan HM.
Menurut SJ, HM terangkat sebagai tenaga kebersihan di Kelurahan Tamalanrea tahun 2005 merupakan kebohongan besar. Pasalnya, di kantor kelurahan itu sama sekali belum ada pengangkatan tenaga kebersihan. Demikian pula dengan enam orang lainnya. Di antaranya, IM, SD, dan IW. Ketiga orang ini sama sekali tidak pernah bertugas sebagai tenaga sukarela.
Itu dikarenakan masa tugas mereka di wilayah Kecamatan Tamalanrea baru dilakukan tahun 2011. Khusus untuk inisial DAS dan RS, sudah pernah dilakukan pemutusan kontrak. Dimana DAS tidak lagi berkantor sejak Oktober 2012 hingga 1 April 2013. Daftar gaji yang dimiliki ketujuh honorer yang terangkat tersebut juga patut diselidiki.
"Daftar gaji tenaga honorer itu tidak terpisah atau satu per satu, tapi secara kolektif. Kalau mereka miliki daftar gaji sebaiknya ditunjukkan. Saya tahu pembayaran gaji mereka dikarenakan saya bertugas di bagian keuangan. Saya lebih awal bekerja di banding mereka. Masa orang yang tidak pernah kami lihat bertugas tiba-tiba muncul dan dinyatakan lulus pengangkatan honorer K2," sebutnya.
Pendamping Honorer K2 Kecamatan Tamalanrea, Irwan menambahkan, permasalahan ini sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Makassar, BPKP Sulsel, dan Polrestabes Makassar.
Kepala BKD Kota Makassar, Kasim Wahab usai pertemuan dengan sejumlah honorer yang melakukan protes dan diprotes serta Komisi A DPRD Kota Makassar mengatakan, dalam pertemuan itu memang ada indikasi. Tapi, pihaknya masih akan mempelajari kasus itu. Apabila ditemukan ada cacat dalam dokumen tentu diproses. BPKP juga akan melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pengangkatan ini.
Ketua Komisi A DPRD Kota Makassar, Rahman Pina mengatakan, permasalahan ini harus menjadi perhatian serius pemerintah kota, khususnya BKD Kota Makassar. (abg/sil)
Laporan itu disampaikan karena tujuh rekannya diduga menggunakan dokumen fiktif untuk lulus pengangkatan honorer kategori II (K2).
Mereka yang dilaporkan itu masing-masing berinisial DAS, HM, IW, IM, RM, RS, dan SD. Mereka bertugas di wilayah Kecamatan Tamalanrea. Dalam rapat dengar pendapat di Komisi A DPRD Makassar, Rabu 8 Mei, kemarin, terungkap jika salah satu honorer K2 yang dinyatakan lulus merupakan salah seorang pedagang kaki lima (PKL) di terminal.
"Sebelumnya saya berdagang di terminal kemudian diperbantukan sebagai tenaga sukarela. Tidak ada gaji. Saya kemudian diangkat sebagai tenaga sukarela tahun 2005 di kantor Kelurahan Tamalanrea sebagai tenaga kebersihan. Sofyan Djalil yang menandatangani SK saya. SK honorer saya baru keluar tahun 2011," kata HM, salah seorang tenaga honor yang digugat rekannya sendiri.
Kepala Bidang Perencanaan dan Informasi BKD, Basri Rachman mengatakan, pengangkatan tenaga honorer kategori 2 itu harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Seperti, SK ditandatangani pejabat yang berwenang. Misalnya, wali kota, kepala dinas, badan, kantor, kepala sekolah, camat, dan lurah. Honorer yang dimaksud bekerja terus menerus tanpa putus.
"Di luar dari syarat-syarat itu tentunya tidak dibenarkan. Pembiayaan honorer kategori 2 itu non APBD," paparnya. Salah seorang honorer yang melaporkan adanya dugaan penggunaan SK fiktif inisial SJ menegaskan, dugaan penggunaan dokumen palsu untuk dapat lulus dan diangkat menjadi PNS sangat jelas terlihat, seperti yang dilakukan HM.
Menurut SJ, HM terangkat sebagai tenaga kebersihan di Kelurahan Tamalanrea tahun 2005 merupakan kebohongan besar. Pasalnya, di kantor kelurahan itu sama sekali belum ada pengangkatan tenaga kebersihan. Demikian pula dengan enam orang lainnya. Di antaranya, IM, SD, dan IW. Ketiga orang ini sama sekali tidak pernah bertugas sebagai tenaga sukarela.
Itu dikarenakan masa tugas mereka di wilayah Kecamatan Tamalanrea baru dilakukan tahun 2011. Khusus untuk inisial DAS dan RS, sudah pernah dilakukan pemutusan kontrak. Dimana DAS tidak lagi berkantor sejak Oktober 2012 hingga 1 April 2013. Daftar gaji yang dimiliki ketujuh honorer yang terangkat tersebut juga patut diselidiki.
"Daftar gaji tenaga honorer itu tidak terpisah atau satu per satu, tapi secara kolektif. Kalau mereka miliki daftar gaji sebaiknya ditunjukkan. Saya tahu pembayaran gaji mereka dikarenakan saya bertugas di bagian keuangan. Saya lebih awal bekerja di banding mereka. Masa orang yang tidak pernah kami lihat bertugas tiba-tiba muncul dan dinyatakan lulus pengangkatan honorer K2," sebutnya.
Pendamping Honorer K2 Kecamatan Tamalanrea, Irwan menambahkan, permasalahan ini sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Makassar, BPKP Sulsel, dan Polrestabes Makassar.
Kepala BKD Kota Makassar, Kasim Wahab usai pertemuan dengan sejumlah honorer yang melakukan protes dan diprotes serta Komisi A DPRD Kota Makassar mengatakan, dalam pertemuan itu memang ada indikasi. Tapi, pihaknya masih akan mempelajari kasus itu. Apabila ditemukan ada cacat dalam dokumen tentu diproses. BPKP juga akan melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pengangkatan ini.
Ketua Komisi A DPRD Kota Makassar, Rahman Pina mengatakan, permasalahan ini harus menjadi perhatian serius pemerintah kota, khususnya BKD Kota Makassar. (abg/sil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bawaslu Papua Barat Temukan Bacaleg Berijazah Palsu
Redaktur : Tim Redaksi