Direktur ATR Soroti Pentingnya Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Selasa, 22 Desember 2020 – 23:09 WIB
Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ir. Wisnubroto. Foto dok Kementerian ATR/BPN

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ir. Wisnubroto mengungkapkan permasalahan tata ruang muncul karena ketersediaan lahan relatif tetap, sedangkan jumlah penduduk dan aktivitasnya terus bertambah.

Pengendalian pemanfaataan ruang diperlukan agar tercipta tertib tata ruang dengan memastikan bahwa pemanfaatan ruang sejauh mungkin sesuai dengan rencana tata ruang.

BACA JUGA: Elly Sugigi Menikah Lagi, Pernyataan Putrinya Bikin Heboh

Dalam prinsip manajemen biasa pun selalu ada fungsi kontrol, seperti ditunjukkan dalam POAC (planning, organizing, actuating, and controlling).

“Dalam situasi mekanisme pasar yang sangat dominan sehingga pemilik kapital dapat sangat menentukan pembentukan pemanfaatan ruang. Seringkali dikatakan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang berfungsi sebagai garda pengawal kepentingan publik dan penjaga terciptanya keadilan sosial,” jelas Wisnu.

BACA JUGA: Jadi Mensos, Bu Risma Sudah Menyiapkan Sejumlah Rencana Kerja

Dia memaparkan dalam pelaksanaan penataan ruang terdapat tiga aktivitas utama, yakni perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Dalam hal ini, Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), menjalankan fungsi aktivitas yang terakhir tersebut.

BACA JUGA: Perkuat Pengawasan Distribusi, Pupuk Indonesia Gunakan Teknologi DPCS

Adapun tahapan yang penting dalam menjalankan fungsi tersebut adalah menemukan ketidaksesuaian antara pemanfaatan ruang atau kondisi tata ruang saat ini dengan rencana tata ruangnya yang memiliki jangkauan periode 20 tahun.

Ketidaksesuaian antara kondisi tata ruang saat ini dengan rencana tata ruangnya tidak selalu merupakan sebuah pelanggaran.

Kemungkinan sebuah pola peruntukan ruang tidak sama dengan rencana tata ruangnya karena memang pola ruang tersebut belum terwujud sebagaimana yang direncanakan.

Kondisi lain, Wisnu mencontohkan, melalui sebuah citra satelit ditemukan sebuah komplek bangunan sekolah yang luas berada pada peruntukan lahan ruang terbuka hijau (RTH) pada dokumen rencana tata ruangnya.

Setelah diteliti ternyata bangunan sekolah tersebut sudah berdiri dan berfungsi dengan baik jauh sebelum rencana tata ruang tersebut dilegalisasikan atau di-perda-kan.

Hal ini dapat ditafsirkan bahwa terdapat kekurangcermatan dalam proses penyusunan rencana tata ruang apabila sekolah tersebut masih tetap akan difungsikan. Ketidaksesuaian seperti ini dapat diakomodasi dalam revisi rencana tata ruang.

Sebaliknya, Wisnu menggambarkan, bila dalam kegiatan pemantauan dan evaluasi melalui citra satelit ditemukan sebuah industri berada pada lahan yang diperuntukan untuk sawah dan industri tersebut ternyata dibangun pada tahun 2018 sedangkan rencana tata ruang wilayah (RTRW)-nya ditetapkan pada tahun 2014, maka ketidaksesuaian itu dikategorikan sebagai sebuah pelanggaran.

Bentuk lain dari pelanggaran ini dapat juga berupa pembangunan yang berada pada kawasan-kawasan yang dinyatakan mempunyai fungsi lindung atau secara ekologis dapat mengganggu keseimbangan lingkungan seperti vila-vila atau perumahan yang dibangun di kawasan hutan lindung, hutan konservasi atau kelerengan terjal.

Selanjutnya, pelanggaran semacam ini akan ditindaklanjuti oleh Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang dengan melakukan audit tata ruang dan meneliti mengapa pelanggaran tersebut terjadi, apakah bangunan tersebut memiliki izin atau tidak, dan kalau ada izin pejabat siapa yang mengeluarkan izin, dan seterusnya.

Fungsi direktorat tersebut adalah melakukan fungsi penertiban atau penegakan hukum.

Wisnu memaparkan bahwa Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang setidaknya memiliki enam kelompok kegiatan yang ditujukan untuk menunjang kinerja pengendalian dan pengawasan pemanfaatan ruang.

Tantangan baru yang akan dihadapi oleh Direktorat Pengendalian Pemanfaatan Ruang, sambung Wisnu, adalah setelah penerapan Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) 2020 yang saat ini masih disiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP)-nya, yakni tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Sistem penataan ruang akan diwarnai dengan teknologi digital untuk memudahkan para pelaku usaha dan pelaku pembangunan lainnya dalam melakukan investasi atau memanfaatkan ruang.

“Kemudahan investasi dalam sistem ini tentunya akan memberikan dampak juga pada aspek pengendalian pemanfaatan ruang, yang mengupayakan adanya keseimbangan dalam aspek-aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Dampak negatif dari penerapan sistem ini diharapkan dapat dieliminasi dengan dibentuknya Forum Tata Ruang yang melibatkan berbagai stakeholder di daerah dan pembentukan Inspektur Pembangunan,” tukasnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler