PALEMBANG – Dinas Peternakan (Disnak) Sumsel bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) mengadakan program sekolah peternakan rakyat (SPR). Melalui program ini, ditarget 900 ekor sapi dilahirkan dalam waktu satu tahun dari daerah sasaran.
Program ini diadakan guna mengatasi masalah kelangkaan daging sapi di Sumsel. Guru Besar IPB, Prof Dr Mulatno didampingi Kadisnak Sumsel Ir Asrillazi Rasyid mengatakan, dalam program itu pihaknya menerapkan rumus 1.000, 100, 10, 1, yang berarti nantinya minimal disiapkan 1.000 ekor sapi betina produktif, maksimal 100 sapi pejantan, 10 strategi. dan 1 visi.
“Kita akan kumpulkan semua peternak karena selama ini mereka hanya sendiri-sendiri,” ucapnya kepada Sumatera Ekspres (Grup JPNN).
Dengan memaksa 1.000 sapi betina berkumpul dalam satu “manajemen” dan kemungkinan akan melibatkan sekitar 200 peternak sapi. Pihaknya kemudian mentransfer teknologi serta ilmu peternakan kepada setiap peternak bagaimana meningkatkan populasi sapi yang ada saat ini.
Adapun 10 strategi yang akan diterapkan, di antaranya program populasi berencana, peningkatan kinerja reproduksi, pengendalian dan pencegahan penyakit, peningkatan kualitas pakan dan optimalisasi lahan. “Dari sekitar 160 ribu meter persegi lahan yang ada, 70 persen masih tak terpakai. Di sana akan kita tanami pakan-pakan berkualitas,” ujar Mulatno.
Strategi lainnya, mengubah limbah pertanian menjadi pakan bergizi, menerapkan program kemuliaan ternak, pemantapan produktivitas ternak, dan manajemen pengelolaan ternak. “Nantinya, mereka (para peternak) diorganisir dan akan dibuat perusahaan sapi secara kolektif. Akan ada juga dewan pewakilan pemilik ternak dalam kelompok itu,” bebernya.
Meski dibentuk suatu sekolah, namun pada dasarnya para peternak tetap dapat menempatkan ternaknya di rumah masing-masing. Bedanya, mereka akan diberikan pakan berkualitas tinggi. Yang jelas, para peternak akan diberikan ilmu peternakan sehingga mereka bersemangat untuk sekolah.
“Kita tak membangun secara fisik, namun yang kita berikan berupa transfer teknologi kepada mereka agar mereka dapat berbisnis secara kolektif lewat SPR itu,” tutur Mulatno. Ia memprediksi, dalam kurun waktu satu tahun, sistem yang dibangun sudah dapat berjalan dan tahun kedua tinggal pemantapan.
Tahun ini, program tersebut akan dilaksanakan pada tiga daerah yakni Banyuasin, Muba, dan OKI. “Ini merupakan program skala nasional dan Sumsel yang pertama kali menerapkannya,” jelasnya. Program ini juga akan terus dikembangkan di kabupaten lainnya bahkan hingga ke luar Sumsel.
Peran pemerintah, memberikan bantuan berupa unit layanan kesehatan hewan yang dapat dijadikan pusat kesehatan bagi ternak-ternak yang ada. Sementara itu, promotor program SPR, Rusli menambahkan, Sumsel menjadi daerah pertama yang akan mengimplementasikan SPR di Indonesia. “Pemerintah Sumsel benar-benar aktif dalam memajukan pembangunan, khususnya di bidang peternakan,” cetusnya.
Kadisnak Sumsel, Ir Asrillazi Rasyid mengatakan, suatu kebanggaan Sumsel jadi pionir program SPR ini. Semula tiga daerah pertama yang dipilih yakni Banyuasin, Muba dan Ogan Ilir. ”Tapi karena Ogan Ilir belum siap, kita alihkan ke OKI. Tahun depan, akan ditambah delapan daerah lagi menjadi 11 kabupaten/kota,” katanya.
Tak hanya SPR, Sumsel juga akan membangun rumah sakit khusus hewan. Ini untuk mendukung berdirinya fakultas kedokteran hewan di Sumsel. Lahan untuk rumah sakit hewan ini di kawasan Km 5. ”Sudah disiapkan dana awalnya Rp6 miliar. Kita akan bangun juga laboratorium kesehatan hewan,” tukas Asrillazi. (rip/ce2)
Program ini diadakan guna mengatasi masalah kelangkaan daging sapi di Sumsel. Guru Besar IPB, Prof Dr Mulatno didampingi Kadisnak Sumsel Ir Asrillazi Rasyid mengatakan, dalam program itu pihaknya menerapkan rumus 1.000, 100, 10, 1, yang berarti nantinya minimal disiapkan 1.000 ekor sapi betina produktif, maksimal 100 sapi pejantan, 10 strategi. dan 1 visi.
“Kita akan kumpulkan semua peternak karena selama ini mereka hanya sendiri-sendiri,” ucapnya kepada Sumatera Ekspres (Grup JPNN).
Dengan memaksa 1.000 sapi betina berkumpul dalam satu “manajemen” dan kemungkinan akan melibatkan sekitar 200 peternak sapi. Pihaknya kemudian mentransfer teknologi serta ilmu peternakan kepada setiap peternak bagaimana meningkatkan populasi sapi yang ada saat ini.
Adapun 10 strategi yang akan diterapkan, di antaranya program populasi berencana, peningkatan kinerja reproduksi, pengendalian dan pencegahan penyakit, peningkatan kualitas pakan dan optimalisasi lahan. “Dari sekitar 160 ribu meter persegi lahan yang ada, 70 persen masih tak terpakai. Di sana akan kita tanami pakan-pakan berkualitas,” ujar Mulatno.
Strategi lainnya, mengubah limbah pertanian menjadi pakan bergizi, menerapkan program kemuliaan ternak, pemantapan produktivitas ternak, dan manajemen pengelolaan ternak. “Nantinya, mereka (para peternak) diorganisir dan akan dibuat perusahaan sapi secara kolektif. Akan ada juga dewan pewakilan pemilik ternak dalam kelompok itu,” bebernya.
Meski dibentuk suatu sekolah, namun pada dasarnya para peternak tetap dapat menempatkan ternaknya di rumah masing-masing. Bedanya, mereka akan diberikan pakan berkualitas tinggi. Yang jelas, para peternak akan diberikan ilmu peternakan sehingga mereka bersemangat untuk sekolah.
“Kita tak membangun secara fisik, namun yang kita berikan berupa transfer teknologi kepada mereka agar mereka dapat berbisnis secara kolektif lewat SPR itu,” tutur Mulatno. Ia memprediksi, dalam kurun waktu satu tahun, sistem yang dibangun sudah dapat berjalan dan tahun kedua tinggal pemantapan.
Tahun ini, program tersebut akan dilaksanakan pada tiga daerah yakni Banyuasin, Muba, dan OKI. “Ini merupakan program skala nasional dan Sumsel yang pertama kali menerapkannya,” jelasnya. Program ini juga akan terus dikembangkan di kabupaten lainnya bahkan hingga ke luar Sumsel.
Peran pemerintah, memberikan bantuan berupa unit layanan kesehatan hewan yang dapat dijadikan pusat kesehatan bagi ternak-ternak yang ada. Sementara itu, promotor program SPR, Rusli menambahkan, Sumsel menjadi daerah pertama yang akan mengimplementasikan SPR di Indonesia. “Pemerintah Sumsel benar-benar aktif dalam memajukan pembangunan, khususnya di bidang peternakan,” cetusnya.
Kadisnak Sumsel, Ir Asrillazi Rasyid mengatakan, suatu kebanggaan Sumsel jadi pionir program SPR ini. Semula tiga daerah pertama yang dipilih yakni Banyuasin, Muba dan Ogan Ilir. ”Tapi karena Ogan Ilir belum siap, kita alihkan ke OKI. Tahun depan, akan ditambah delapan daerah lagi menjadi 11 kabupaten/kota,” katanya.
Tak hanya SPR, Sumsel juga akan membangun rumah sakit khusus hewan. Ini untuk mendukung berdirinya fakultas kedokteran hewan di Sumsel. Lahan untuk rumah sakit hewan ini di kawasan Km 5. ”Sudah disiapkan dana awalnya Rp6 miliar. Kita akan bangun juga laboratorium kesehatan hewan,” tukas Asrillazi. (rip/ce2)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sehari, Lima Pasien Gangguan Jiwa
Redaktur : Tim Redaksi