Dirjen Diktiristek Ungkap Kendala Terbesar Membangun Pendidikan Tinggi Indonesia 

Sabtu, 15 Juli 2023 – 21:51 WIB
Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Diktiristek Kemendikbudristek Nizam mengungkapkan sejumlah tantangan dalam membangun pendidikan tinggi Indonesia yang unggul dan berdaya saing. Foto Humas Diktiristek Kemendikbudristek

jpnn.com, JAKARTA - Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Diktiristek Kemendikbudristek Nizam mengungkapkan sejumlah tantangan dalam membangun pendidikan tinggi Indonesia yang unggul dan berdaya saing.

Salah satunya mengenai pendanaan Indonesia memang masih terbatas jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lain, seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia.

BACA JUGA: Terima Rektor Universitas Terbuka, Bamsoet Dorong Pemerataan Akses Pendidikan Tinggi

Demikian pula dalam pendanaan untuk riset dan pengembangan, Nizam menyebutkan berdasarkan data Bank Dunia 2019, anggaran riset di Indonesia sekitar 0,08% dari GDP. Angka tersebut juga masih didominasi dari anggaran pemerintah.

“Saat ini kita sedang bermimpi menjadi negara maju. Menjadi negara maju kuncinya ada dua, SDM berkualitas dan ekonomi berbasis pada inovasi,”  kata Nizam pada acara Media Gathering Diktiristek di Bogor pada 14-15 Juli.

BACA JUGA: Lewat KIP, Jokowi Wujudkan Mimpi Warga Kurang Mampu Raih Pendidikan Tinggi

Meski banyak tantangan bagi pendidikan tinggi sebagai salah satu garda terdepan dalam mewujudkan Indonesia maju, pemerintah tidak boleh pesimistis.

Nizam mengatakan dengan keterbatasan anggaran yang ada, institusi pendidikan tinggi harus tetap optimistis dalam membangun dan membawa Indonesia menuju negara maju.

BACA JUGA: Aktor Pierre Gruno Mengamuk di Bar, Seorang Pengunjung Babak Belur, Polisi Turun Tangan

Optimisme tersebut dibuktikan dengan keseriusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Ditjen Diktiristek) dalam mendanai pendidikan tinggi. Ditjen Diktiristek telah mengalokasikan anggaran untuk mendukung peningkatan kualitas SDM perguruan tinggi baik bagi perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS).

Nizam menekankan bahwa tidak ada lagi dikotomi terhadap PTN dan PTS. Meskipun anggaran biaya operasional perguruan tinggi hanya diberikan kepada PTN, namun alokasi anggaran yang dikelola Diktitristek juga diberikan untuk PTS dalam jumlah besar.

“Separuh dari anggaran pendidikan tinggi yang dikelola oleh Kementerian itu sebanyak 45% diberikan kepada perguruan tinggi swasta untuk penelitian, program pelatihan dosen, program kemahasiswaan, dan sebagainya,” tutur Nizam.

Dia juga menyoroti upaya Ditjen Diktiristek dalam meningkatkan kualitas kelembagaan perguruan tinggi. Banyaknya jumlah perguruan tinggi di Indonesia yang mencapai lebih dari 4 ribu mendorong Ditjen Diktiristek untuk merasionalkan jumlah perguruan tinggi dengan cara menggabungkan PTS-PTS kecil menjadi perguruan tinggi yang lebih besar dan sehat. 

“Untuk memperluas akses (pendidikan tinggi)  itu dengan memperbesar perguruan tinggi, bukan memperbanyak perguruan tinggi,” ujar Nizam. 

Untuk mempercepat penggabungan PTS, Ditjen Diktiristek memberikan dana bantuan minimal sebesar Rp 100 juta untuk setiap perguruan tinggi. Tercatat sejak 2015 hingga sekarang, jumlah PTS yang sudah digabungkan sebanyak 803 PTS.

Sementara itu, untuk mendorong riset dan inovasi, Ditjen Diktiristek mengalokasikan anggaran melalui program Matching Fund-Kedaireka. Pendanaan proposal Kedaireka meningkat dari tahun 2021 ke tahun 2022, yang awalnya hanya 427 proposal menjadi 1.093 proposal. 

Ditjen Diktiristek juga mendorong kolaborasi riset perguruan tinggi Indonesia dengan luar negeri melalui berbagai skema kerja sama seperti Newton Fund, e-Asia Joint Research, Kolaborasi Pengetahuan dan Inovasi Australia Indonesia (KONEKSI), dan lainnya.

“Kolaborasi ini kami dorong agar perguruan tinggi Indonesia menjadi perguruan tinggi berkelas dunia melalui riset-riset dengan perguruan tinggi berkelas dunia,” ujar Nizam. 

Pada kesempatan sama, Plt. Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Sri Gunani Partiwi menambahkan adanya upaya yang dilakukan Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan untuk meningkatkan kualitas perguruan tinggi melalui bantuan fasilitasi akreditasi internasional. 

Salah satu cara memfasilitasi seluruh perguruan tinggi di Indonesia adalan memberikan sejumlah dana untuk mereka para perguruan tinggi yang sudah sangat bagus untuk bisa berbagi dengan melakukan pembinaan ke perguruan tinggi lainnya yang akreditasinya masih rendah.

"Tujuannya mengakselerasi peningkatan kualitas prodi-prodi di Indonesia,” ucap Sri. 

Direktur Sumber Daya Ditjen Diktirisek Sofwan Effendi menyampaikan kebijakan untuk meminimalisir beban kerja dosen dengan memberikan keleluasaan dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi di mana dengan mengedepankan minat dosen.

“Dosen bisa lebih fokus pada tridarma perguruan tinggi. Perguruan tinggi sekarang bisa bebas sesuai dengan minat dosen, misalnya lebih fokus ke pengabdian atau pembelajaran. Itu tergantung dosen dan pihak universitas,” ucap Sofwan.

Untuk meminimalisir beban kerja dosen, Sofwan juga menuturkan adanya inovasi pengelolaan berbagai hal teknis dan administratif, yaitu aplikasi SISTER berbasis cloud yang memungkinkan penyatuan informasi seluruh hal terkait administratif dosen. Sistem ini akan mulai diberlakukan sejak 1 Agustus mendatang.

“Mulai 1 Agustus kami sudah mulai beralih ke cloud sistem sehingga nanti hal-hal yang bersifat sangat hectic menggunakan server akan berkurang dan seluruh sistem tentang dosen akan disatukan, baik kinerja maupun hal lainnya," terang Sofwan.

Oleh karena itu, tambahnya, harus ada sinkronisasi data antara PDDIKTI dengan perguruan tinggi sehingga data yang diakses dari mana pun hasilnya sama. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kronologi Preman Mati di Tangan Sopir Truk, Seorang Pelaku Terbirit-birit


Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler