jpnn.com, JAKARTA - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertanyakan pelaksanaan pengawasan keimigrasian di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), melalui Sistem Manajemen Informasi Keimigrasian (Simkim), saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum dan HAM) Jhoni Ginting, Senin (13/7).
Dirjen Jhoni menyatakan setiap orang yang akan masuk Indonesia wajib melalui TPI, dan dilakukan pemeriksaan atas dokumen keimigrasian melalui pejabat Imigrasi sebagaimana diamanatkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
BACA JUGA: Djoko Tjandra Juga Sudah Punya Paspor dari Imigrasi Jakarta Utara?
Menurut Jhoni, di TPI itu pejabat akan memeriksa dokumen keimigrasian fisik dan melakukan scan di Border Control Management atau BCM.
Dia menjelaskan, BCM akan membaca data dokumen keimigrasian dan memverifikasi terkait a sampai e. Yakni, pengecekan pencegahan penangkalan, pengecekan visa, pengecekan pelintasan terakhir, penyamaan data dengan paspor lain, dan pengecekan sistem Interpol.
BACA JUGA: Berita Duka, Penyanyi Muda Tewas Ditembak Saat Mengemudi Mobil, Tragis!
BCM akan memberikan hasil pemeriksaan tersebut dengan keterangan. Misalnya, bila berwarna hijau berarti tidak ditemukan cekal, kelayakan dokumen dan hits Interpol.
“Artinya, tidak ditemukan permasalahan terhadap penumpang tersebut sehingga petugas Imigrasi dapat memberikan tanda masuk,” kata Jhoni.
BACA JUGA: Imigrasi Pantau TKA Asal China
Kedua, lanjut Jhoni, bila hasil pemeriksaan menunjukkan warna merah, berarti ditemukan cekal, kelainan dokumen, dan hits Interpol, sehingga terdapat permasalah terhadap penumpang tersebut.
“Maka petugas tidak dapat melakukan proses penyelesaian, dan terkunci,” ungkapnya.
Jhoni menambahkan petugas akan meneruskan kepada supervisor untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.
Ketika diperiksa dan ditemukan bahwa penumpang masuk daftar cekal kementerian/lembaga yang meminta, kelainan dokumen, dan hits Interpol, maka pejabat berwenang, kasi, maupun kepala kantor akan berkoordinasi langsung dengan K/L yang meminta.
Dalam kesempatan itu, Jhoni juga menjawab pertanyaan ihwal jumlah TPI, serta jarak perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.
Jhoni menjelaskan TPI udara berjumlah 37, TPI laut 90, TPI pos lintas batas internasional 11, TPI pos lintas batas tradisional 44. Sementara itu, pelabuhan yang dijadikan tempat pemeriksaan khusus (TPK) ada 33.
“Total TPI itu ada 182 tempat. Total TPK berjumlah 33. Jadi, total pintu masuk wilayah Indonesia, TPI dan TPK berjumlah 215,” jelas Jhoni.
Ia menambahkan perbatasan darat antara Atambua, NTT, dengan Timor Leste berjarak 268,8 kilometer.
Perbatasan darat Pulau Papua Indonesia, dan Papua Nugini 800 kilometer. Perbatasan darat Kalimantan dan Malaysia 2019 kilometer. Terdiri dari Kalimantan kurang lebih 982 kilometer, dan Kaltara sisanya atau 1037 kilometer.
Menurutnya, jumlah itu belum termasuk pass tradisional antara tiga provinsi yang ada di Thailand Selatan dengan Provinsi Aceh. Yakni, Provinsi Pattani, Narathiwat, dan Yala, Thailand dengan Provinsi Aceh, Indonesia.
Kemudian, ada juga pass tradisional Johor, Malaysia, dengan Kepulauan Riau, baik itu ke Batam, pulau-pulau dekat Batam, Tanjung Pinang, Daik Lingga, dan Tanjung Balai Karimum.
Jhoni menjelaskan bahwa pentingnya menyampaikan data ini supaya diketahui, banyak pekerja migran Indonesia atau PMI yang masuk ke Malaysia secara illegal.
“Hal ini kenapa kami sampaikan, ini bukannya mengeles atau apa, tidak. Banyak juga PMI kita yang ilegal yang masuk ke Malaysia, yang kita juga tidak tahu masuknya dari mana,” kata Jhoni.
Menurut dia, tidak semua garis perbatasan wilayah Indonesia dengan negara-negara tetangga terdapat pos pemeriksaan keimigrasian.
"Yang celah inilah yang menurut hemat kami, sering ataupun bisa dimanfaatkan oknum untuk keluar masuk Indonesia secara tidak resmi ataupun ilegal,” ujar Jhoni. (boy/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Boy