Dirjen PSLB3: Gerakan Nasional 'Compost Day - Kompos Satu Negeri' Momentum Tuntaskan Masalah Sampah

Kamis, 23 Februari 2023 – 05:59 WIB
Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati. Foto: Dok. KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Guna mencapai target Zero Waste Zero Emission dari subsektor sampah, sudah sepatutnya pengelolaan sampah organik yang baik dan benar menjadi determinan.

Jadi, diperlukan aksi nyata pengelolaan sampah organik yang lebih massif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat.

BACA JUGA: Dirjen PSLB3: HPSN 2023 Jadi Momentum Pengelolaan Sampah Secara Berkelanjutan

Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam hal ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) menginisiasi Gerakan Nasional “Compost Day - Kompos Satu Negeri”.

Kampanye nasional ini akan dicanangkan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya di Lapangan Banteng, Jakarta pada Minggu (26/2/2023).

BACA JUGA: KLHK Harapkan Dukungan Penuh Langkah Maju Penurunan Emisi GRK Sektor FOLU di Bengkulu

Dirjen Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan hal itu ketika menjadi pembicara kunci dalam ‘Diskusi Pojok Iklim’ bertema ”Kontribusi Pengelolaan Sampah Organik di Sumber Terhadap Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca” yang digelar secara daring dan luring di Jakarta, Rabu (22/2/2023).

Menurut Dirjen Vivien, melalui gerakan nasional ini, KLHK menegaskan sampah merupakan tanggung jawab kita semua.

BACA JUGA: KLHK Luncurkan Amdalnet untuk Mempercepat Layanan Amdal, Pertalindo Merespons, Simak

“Saya harap kegiatan ini dapat menjadi momentum yang baik untuk menuntaskan masalah sampah di Indonesia dengan partisipasi aktif masyarakat sejak dari sumber,” kata Rosa Vivien.

Dia berharap seluruh masyarakat di Indonesia dapat memilah dan mengolah sampah organik yang berasal dari rumah tangga secara mandiri.

“Jika seluruh masyarakat Indonesia melakukan pengomposan sampah organik sisa makanan setiap tahunnya secara mandiri di rumah, maka 10,92 juta ton sampah organik tidak dibawa ke TPA, dan dapat menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 6,834 juta ton CO2eq,” ujar Rosa Vivien.

Diskusi Pojok Iklim yang diikuti lebih 400 peserta dari berbagai kalangan ini, dimoderatori peneliti BRIN Dr. Sri Wahyono dan menghadirkan dua narasumber, yaitu Wali Kota Depok, M. Idris yang kemudian diwakili Asisten, Sidik Mulyono, M.Eg serta penggagas Koperasi Kompos PKK RW 16 Kelurahan Penggilingan Jakarta Timur Shanti Syahril.

Kedua narasumber ini memberikan paparan kontribusi yang selama ini dilakukan yakni Pemkot Depok dengan penerapan sistem “Partai Ember”, yaitu pemilahan sampah organik di setiap rumah.

Begitu Koperasi Kompos yang digagas oleh Shanti Syahril dan telah memberikan kontribusi besar dalam kaitan pemilihan dan pengolahan sampah meski masih di tingkat RW.

Lebih lanjut Dirjen PSLB3 mengatakan berdasarkan data KLHK tahun 2022, jumlah timbulan sampah di Indonesia adalah sebesar 68,7 juta ton per tahun dengan komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, khususnya sampah sisa makanan yang mencapai 41,27 persen.

Kurang lebih 38,28 persen dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga.

Selain itu, untuk konteks lebih global, sampah organik juga merupakan kontributor utama emisi gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik.

Berdasarkan data KLHK Tahun 2022, papar Rosa Vivien, sekitar  65,83 persen sampah di Indonesia masih diangkut dan ditimbun di landfill.

Sampah organik sisa makanan yang ditimbun di landfill tersebut akan menghasilkan emisi gas metana (CH4) yang memiliki kekuatan 25 kali lebih besar dalam memerangkap panas di atmosfer dibandingkan karbon dioksida (CO2), sehingga berkontribusi besar dalam perubahan iklim.

“Ledakan gas metana juga yang menjadi salah satu penyebab terjadinya longsor di TPA Leuwi Gajah pada tahun 2005 yang lalu dikarenakan sebagian besar sampah organik ditimbun di landfill yang dikelola secara open dumpin,” ungkap Dirjen Rosa Vivien memberi contoh.

Menurut Rosa Vivien, untuk mengenang tragedi tersebut, setiap tanggal 21 Februari Indonesia memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) sebagai konstelasi perjalanan panjang sistem pengelolaan sampah di Indonesia.

Peristiwa di TPA Leuwigajah tidak hanya berimplikasi pada shifting perhatian dan fokus ke pengelolaan sampah terintegrasi, namun dampak yang lebih besar terjadi terhadap lingkungan dan ekosistem kehidupan global yaitu perubahan iklim.

Terkait Gerakan Nasional “Compost Day - Kompos Satu Negeri”, Dirjen PSLB3 Rosa Vivien mengungkapkan saat ini terdapat 2 (dua) masalah utama dalam pengelolaan sampah organik di Indonesia.

Pertama, tidak dilakukan pemilahan sampah organik oleh masyarakat. Kondisi tersebut mengakibatkan sampah organik yang tercampur dengan sampah anorganik akan sulit dilakukan pengolahan lanjutan, misalnya melalui metode pengomposan atau Budi Daya Maggot Black Soldier Fly.

“Kondisi tercampur ini dapat mengakibatkan proses pengolahan menjadi tidak optimal dan nilai ekonominya akan menurun sehingga dapat menghambat kegiatan ekonomi sirkular,” ujar Rosa Vivien.

Kedua, sebagian besar sampah organik masih berakhir di landfill. Kondisi tersebut mengakibatkan hal sebagai berikut: Pertama, TPA menjadi bau yang berakibat buruk pada lingkungan sekitar.

Kedua, sampah organik di landfill menghasilkan emisi gas metana yang berkontribusi besar dalam perubahan iklim dan dapat mengakibatkan tragedi seperti di TPA Leuwi Gajah tahun 2005.

Optimalkan Rantai Nilai Pengelolaan Sampah

Pada bagian lain sambutan kunci di Diskusi Pojok Iklim ini, Dirjen Rosa Vivien menegaskan guna menjawab tantangan perubahan iklim, pengelolaan sampah di Indonesia telah berkembang maju menuju emisi net zero yang diwujudkan melalui berbagai aksi mitigasi yang dilaksanakan secara bertahap dan komprehensif, yaitu pada tahun 2025 ditargetkan seluruh Tempat Pemrosesan Akhir dikelola dengan metode lahan urug saniter serta menerapkan pemanfaatan gas metan pada tahun 2050.

Rosa Vivien menyebutkan tidak ada lagi pembangunan TPA baru mulai tahun 2030 dengan penggunaan TPA eksisting akan dilanjutkan hingga masa operasionalnya berakhir serta landfill mining sudah mulai dilakukan, lalu diupayakan tidak ada pembakaran liar mulai tahun 2031.

Kemudian Fasilitas pengelolaan sampah seperti PLTSa, RDF, SRF, biodigester, dan maggot untuk sampah biomass dioptimalkan dan ditingkatkan kapasitasnya sehingga tahun 2050 operasional TPA diperuntukkan khusus sebagai tempat pembuangan sampah residu, dan yang tak kalah penting penguatan kegiatan pemilahan di sumber dan pemanfaatan sampah sebagai bahan baku daur ulang ditingkatkan secara optimal.

Oleh karena itu, lanjut Rosa Vivien, dalam mewujudkan target tersebut diperlukan pengoptimalan seluruh aspek rantai nilai pengelolaan sampah dari hulu ke hilir untuk menguatkan pengelolaan sampah di sumber, mengurangi timbulan sampah ke TPA dan mengurangi emisi GRK yang dihasilkan.

Di samping itu, bekerja sama secara erat juga mutlak dilakukan melalui kolaborasi sinergis antar para pemangku kepentingan seperti pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, civil society organization, dan komunitas masyarakat.

Rosa Vivien menjelaskan dalam rangka Hari Peduli Sampah Nasional tahun 2023 rangkaian kegiatan dilaksanakan untuk menguatkan rantai nilai pengelolaan sampah dan mewujudkan pengelolaan sampah menuju emisi net zero, sehingga ditetapkan tema HPSN 2023 yaitu ”Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat”.

Penerapan secara optimal sektor ekonomi sirkular harus dilihat sebagai bentuk baru aktivitas perekonomian yang aman dan adil antara aspek ekosistem (ekologi) dan aspek mendasar pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Ekonomi sirkular harus dipandang sebagai sebuah transisi sosial yang memberikan manfaat tidak hanya ekonomi namun juga sosial dan lingkungan secara sinergis.

Hal ini hanya bisa terjadi jika seluruh pihak bersama-sama menggali potensi rantai nilai dari pengelolaan sampah yang secara bersamaan juga bisa berkontribusi terhadap pengurangan menuju Zero Emisi.

Adapun pelaksanaan HPSN 2023 memiliki maksud dan tujuan sebagai berikut:

a). Meningkatkan peran masyarakat dalam mendukung perubahan perilaku dan kepedulian terhadap lingkungan terutama dalam pengelolaan sampah;

b). Memperkuat partisipasi publik dalam upaya mencapai net zero emission melalui gerakan memilah sampah;

c). Memperkuat komitmen dan peran aktif pemerintah daerah dalam melaksanakan pengelolaan sampah;

d). Membangun secara sistematis dan integratif pengurangan sampah dan penurunan emisi dengan kepentingan dan pertimbangan sektor pemukiman, pendidikan dan lain-lain.(fri/jpnn)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler