jpnn.com, JAKARTA - Tahun 2022 menjadi rekam jejak positif bagi PT Pertamina (Persero).
Kinerja keuangan dan operasional makin moncer didukung kegiatan digitalisasi terintegrasi dari hulu hingga hilir yang mampu menghasilkan optimalisasi biaya (cost optimization) sampai USD 3,273 miliar selama periode 2021-2022.
BACA JUGA: Kinerja 2022, Inovasi Bisnis Pertamina Sukses Mereduksi Emisi Hingga 31,06 Persen
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengungkapkan Pertamina Group memiliki banyak anak perusahaan dan afiliasi, sehingga digitalisasi menjadi peran kunci untuk mengelolanya secara terintegrasi.
Pada periode 2022, dengan pemanfaatan teknologi, sektor hulu Pertamina mampu meningkatkan lifting migas sebesar 15 persen dan produksi migas hingga 8 persen.
BACA JUGA: Kinerja 2022 Pertamina, Keunggulan Operasional Dibarengi Pemanfaatan TKDN Hingga 60 Persen
“Kami memiliki sekitar 65 blok dengan 27 ribu sumur yang harus dimonitor setiap hari. Tidak mungkin kalau tidak dilakukan secara digitalisasi yang terintegrasi dari hulu ke hilir,” kata Nicke dalam Media Briefing Pertamina di Jakarta, Selasa (6/6).
Di lini bisnis pengolahan, kata Nicke Widyawati, Pertamina juga mampu meningkatkan kenaikan intake sebesar 6 persen dan yield valuable 2 persen.
Dia menyampaikan dengan digitalisasi, dapat dilakukan predictive maintenance untuk mencegah unplanned shutdown dan pemeliharaan kilang makin optimal.
“Kami harus memastikan kilang beroperasi sesuai rencana. Dari database dan artificial intelligent kami dapat mengetahui jika ada kerusakan pada kilang,” ujarnya.
Di sektor hilir, khususnya digitalisasi SPBU Pertamina menerapkan minimum inventory stok BBM tanpa mengurangi ketersediaan produk BBM untuk masyarakat. Hal ini sangat membantu dalam pengelolaan keuangan.
“Sepanjang kami jaga dan monitor betul agar tidak terjadi kelangkaan, sehingga uang yang tersimpan dalam inventory dapat dikurangi. Kami atur betul inventory setiap SPBU seperti apa,” tambahnya.
Nicke menambahkan digitalisasi juga berhasil mengurangi losses dan penyalahgunaan BBM dan LPG bersubsidi.
Melalui data, pihaknya dapat memitigasi terjadinya penyelewengan sehingga akan lebih mudah diatasi.
Menurut Nicke, digitalisasi saat ini dapat mengubah operating model atau cara bekerja, yang akhirnya dapat memberikan value dalam bentuk cost optimization yang meliputi cost efficiency, cost avoidance, dan revenue enhancement.
“Tiga hal ini pada dua tahun terakhir, 2021 dan 2022, nilainya mencapai USD 3,27 miliar. Cost optimization ini menjadi penyumbang terbesar dari peningkatan kinerja Pertamina untuk tahun 2022,” katanya.
Pertamina sebagai perusahaan pemimpin di bidang transisi energi, berkomitmen dalam mendukung target Net Zero Emission 2060 dengan terus mendorong program-program yang berdampak langsung pada capaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Seluruh upaya tersebut sejalan dengan penerapan Environmental, Social & Governance (ESG) di seluruh lini bisnis dan operasi Pertamina. (mrk/jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi