Disayangkan, Pejabat BUMN Rawan Dikriminalisasikan Akibat Kebijakan

Jumat, 27 Juli 2012 – 06:16 WIB

JAKARTA - Pejabat di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ternyata rawan dikriminalisasikan. Adanya inkonsistensi peraturan perundang-undangan di Indonesia membuat direksi BUMN bisa dengan mudah dipidanakan.

Hal itu terungkap dalam diskusi bertema "Kriminalisasi Kebijakan Pada Sektor BUMN" yang digelar Pengurus Pusat Ikatan Alumn Institit Teknologi Bandung (ITB) di Jakarta, Kamis (26/7) sore. Contoh kasua yang dibedah dalam diskusi tersebut adalah dugaan korupsi penyewaan dua buah pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA) pada 2006 yang kini bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipkor) Jakarta.

Mantan Menteri BUMN Sofyan Djalil, mengungkapkan, banyak undang-undang yang tidak konsisten. Selama ini, katanya keuntungan BUMN selalu dianggap milik negara. Anehnya jika BUMN merugi, negara justru lepas dari tanggung jawab.

"Kalau keuangan atau aset BUMN adalah keuangan negara, maka kerugian atau hutang piutang juga kewajiban negara. Seharusnya seperti itu," ucap Sofyan.

Terkait dugaan korupsi pengadaan dua pesawat untuk MNA tahun 2006, Sofyan menyayangkan jika keputusan direksi di perusahaan BUMN itu ternyata dianggap korupsi dan diproses hukum. Lebih disayangkan lagi, kata Sofyan, Direksi Merpati yang saat pengadaan tahun 2006 itu di bawah Hotasi Nababan, melakukannya dengan itikad baik karena penambahan pesawat dilakukan demi meningkatkan pelayanan dan mendongkrak pendapatan perusahaan.

"Kasus ini merupakan kasus policy atau kebijakan. Kalau kebijakan di adili karena rugi, maka itu buka keadilan. Karena bisnis ada untung dan rugi," cetus Sofyan.

Seperti diketahui, MNA pada tahun 2006 melakukan pengadaan dua pesawat pada 2006 melalui sewa (leasing). Untuk itu, MNA menyewa dua pesawat masing-masing jenis Boeing 737-400 dan  737-500 dari  Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) yang berbasis di Washington DC, Amerika Serikat. Untuk proyek itu, MNA mengeluarkan dana USD 1 juta.

Hanya saja meski dana USD 1 juta sudah disetor, ternyata pesawat yang akan disewa MNA dari TALG masih dimiliki dan dikuasai oleh pihak lain, yaitu East Dover Ltd. Akibatnya, TALG tak bisa memasok pesawat ke MNA. Namun justru karena tindakan TALG yang ingkar janji (wan prestasi) itu, Dirut Merpati saat itu, Hotasi Nababan, kini malah menjadi pesakitan. Hotasi kini berstatus terdakwa dan menjadi tahanan kota.

Pada diskusi yang sama pakar hukum tata negara Erman Rajagukguk mengungkapkan, sebenarnya tidak ada unsur korupsi dalam kasus Merpati itu. "Jika ada unsur melawan hukum dalam perdata, itu bukan pidana tapi hanya membayar ganti rugi. Dalam kasus itu tidak ada unsur melawan hukum, karena kasus ini murni perdata," ucap Erman.

Guru besar ilmu hukum di Universitas Indonesia (UI) itu menambahkan, justru dalam kasus tersebut MNA ditipu oleh perusahaan AS. "Jadi kita bisa menagih uang itu ke AS," ulas mantan Wakil Sekretaris Kabinet itu.

Sedangkan mantan hakim agung Laica Marzuki mengatakan, keputusan Direksi MNA pada 2006 untuk menyewa dua unit pesawat merupakan diskresi atau kebijakan yang tak bisa dipidanakan. Karenanya Laica yang dikenal sebagai guru besar  ilmu administrasi negara itu mengaku bingung jika akhirnya pengadaan dua unit pesawat di MNA itu bergulir menjadi tindak pidana korupsi.

"Kalau pengadilan sampai menghukum Hotasi, lalu apakah hakim dan jaksanya yang bodoh atau saya? Ini kan perbuatan keperdataan atas penyewaan yang dilakukan atas dasar kebijakan koorporasi," ucap Laica.

Menurutnya, sudah menjadi hal yang lazim jika sebuah instansi termasuk perusahaan BUMN memiliki diskresi. "Saya sebagai ahli administrasi tidak bisa membayangkan kalau satu institusi tidak ada diskresi. Tapi kalau diskresi itu dikriminalisasikan, ya tidak tepat," tegasnya.

Sementara Hotasi Nababan yang hadir dalam diskusi itu mengaku pernah bertemu dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk menyampaikan rentannya pejabat di BUMN dipermasalahkan secara hukum. Menurut Hotasi, pejabat di BUMN bisa dipidana hanya karena secarik kertas disposisi.

"Saya sampaikan ke Mas Dahlan, setulus dan seikhlas-iklhasnya menjabat menteri BUMN, saat tidak menjabat atau lima atau sepuluh tahun ke depan bisa dikriminalisasikan karena disposisi," ucap Hotasi yang kini menjadi terdakwa korupsi itu. (ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sengketa Donggi Sonora, MA Diminta Bela Kepentingan Bangsa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler