BATUJAJAR - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Bandung Barat (KBB) dalam empat tahun ke depan, berencana melakukan moratorium terhadap sekolah SMA/SMK swasta apabila tak memenuhi kualitas jumlah siswa standar.
Ini disebabkan, tingginya minat masyarakat menyekolahkan anaknya melanjutkan pendidikan seiring menjamurnya sekolah swasta.
Saat ini saja, moratorium telah ditetapkan pada enam Kecamatan di wilayah KBB untuk tidak boleh lagi mendirikan SMK swasta di wilayahnya.
Keenam Kecamatan tersebut, antara lain Padalarang , Ngamprah, Lembang, Cihampelas, Cipatat dan Batujajar. Dua sekolah setingkat SMA/SMK, kini juga dimoratorium, ini diberlakukan karena dua sekolah itu sudah beberapa tahun kekurangan siswa.
"Jika tidak ada moratorium, saya yakin akan semakin banyak SMK yang dibuka sehingga terjadi persaingan yang tidak sehat dan kualitas pendidikan pun akan terabaikan," ujar Kepala Bidang SMA/SMK Disdikpora Kabupaten Bandung Barat Imam Santoso saat dijumpai di Batujajar, Jumat (8/2).
Agar pendidikan bisa dirasakan merata, kata dia, di seluruh wilayah moratorium juga bisa ditetapkan di wilayah yang di luar enam kecamatan tersebut. Padahal, di Kecamatan Saguling yang merupakan kecamatan baru masih kekurangan sekolah.
Dia berharap, adanya moratorium ini diharapkan sekolah swasta berdiri di kecamatan yang memang membutuhkan dan kualitas pendidikan di wilayah tersebut akan dirasakan oleh siswa yang ingin melanjutkan pendidikan.
"Dengan mendirikan sekolah di Saguling, maka secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas pendidikan di sana. Kami yakin, pihak yang mendirikan sekolah di sana tidak akan mengharapkan keuntungan semata, kita bersyukur apabila ada yayasan yang sudi mendirikan sekolah di sana," tuturnya.
Maraknya pendirian SMA/SMK di KBB, lanjut dia, karena pada 2008 silam, pemerintah pusat mengiming-imingi menggelontorkan bantuan SMK lebih besar dari SMA. Padahal, maksud dari pendirian itu agar lulusan SMK bisa langsung bekerja, tapi nyatanya jumlah lulusan SMK tidak sebanding dengan dunia kerja yang disediakan.
"Saat itu, pemerintah mengalokasikan 70 persen bantuan untuk SMK, sementara sisanya 30 persen diberikan untuk SMA. Maka banyak pihak yang mendirikan SMK, tapi hasilnya tak seimbang dengan lapangan kerja yang memadai bagi lulusannya," tambahnya. (jnr)
Ini disebabkan, tingginya minat masyarakat menyekolahkan anaknya melanjutkan pendidikan seiring menjamurnya sekolah swasta.
Saat ini saja, moratorium telah ditetapkan pada enam Kecamatan di wilayah KBB untuk tidak boleh lagi mendirikan SMK swasta di wilayahnya.
Keenam Kecamatan tersebut, antara lain Padalarang , Ngamprah, Lembang, Cihampelas, Cipatat dan Batujajar. Dua sekolah setingkat SMA/SMK, kini juga dimoratorium, ini diberlakukan karena dua sekolah itu sudah beberapa tahun kekurangan siswa.
"Jika tidak ada moratorium, saya yakin akan semakin banyak SMK yang dibuka sehingga terjadi persaingan yang tidak sehat dan kualitas pendidikan pun akan terabaikan," ujar Kepala Bidang SMA/SMK Disdikpora Kabupaten Bandung Barat Imam Santoso saat dijumpai di Batujajar, Jumat (8/2).
Agar pendidikan bisa dirasakan merata, kata dia, di seluruh wilayah moratorium juga bisa ditetapkan di wilayah yang di luar enam kecamatan tersebut. Padahal, di Kecamatan Saguling yang merupakan kecamatan baru masih kekurangan sekolah.
Dia berharap, adanya moratorium ini diharapkan sekolah swasta berdiri di kecamatan yang memang membutuhkan dan kualitas pendidikan di wilayah tersebut akan dirasakan oleh siswa yang ingin melanjutkan pendidikan.
"Dengan mendirikan sekolah di Saguling, maka secara tidak langsung akan meningkatkan kualitas pendidikan di sana. Kami yakin, pihak yang mendirikan sekolah di sana tidak akan mengharapkan keuntungan semata, kita bersyukur apabila ada yayasan yang sudi mendirikan sekolah di sana," tuturnya.
Maraknya pendirian SMA/SMK di KBB, lanjut dia, karena pada 2008 silam, pemerintah pusat mengiming-imingi menggelontorkan bantuan SMK lebih besar dari SMA. Padahal, maksud dari pendirian itu agar lulusan SMK bisa langsung bekerja, tapi nyatanya jumlah lulusan SMK tidak sebanding dengan dunia kerja yang disediakan.
"Saat itu, pemerintah mengalokasikan 70 persen bantuan untuk SMK, sementara sisanya 30 persen diberikan untuk SMA. Maka banyak pihak yang mendirikan SMK, tapi hasilnya tak seimbang dengan lapangan kerja yang memadai bagi lulusannya," tambahnya. (jnr)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perusahaan Asing Minati Lulusan SMK
Redaktur : Tim Redaksi