jpnn.com - JPNN.com – Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Surabaya, Jawa Timur memperketat perpanjangan izin mempekerjakan tenaga asing di Kota Pahlawan.
Pasalnya, untuk tahun 2017, Disnaker sudah menolak sebanyak 35 tenaga kerja asing (TKA) yang mengajukan perpanjangan izin.
BACA JUGA: Penjelasan Presiden soal Isu 10 Juta TKA asal Tiongkok
Sedangkan jumlah tenaga kerja asing yang diperpanjang izinnya untuk bekerja di Surabaya sebanyak 341 orang dari 400 orang yang mengajukan.
Kabid Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja Disnaker Kota Surabaya Rizal Zainal Arifin mengatakan, 341 orang yang diperpanjangn izinnya itu sudah menurun dibandingkan dengan tahun 2016.
“Ya, kami tidak sembarangan dalam mengeluarkan perpajangan izin mempekerjakan TKA. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi,” kata Rizal, yang ditemui di DPRD Kota Surabaya seperti yang dilansir Radar Surabaya (Jawa Pos Group), Kamis (22/12).
Misalnya syarat pertama dalam mempekerjakan TKA adalah adanya konsep alih teknologi.
Sebelum mengeluarkan perpanjangan izin, Disnaker akan melakukan survei dan peninjauan di lapangan tentang TKA yang dipekerjakan.
“Ada yang TKA-nya ternyata tidak di tempat, ada pula yang jabatan TKA di izin mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) nya tidak sesuai. Lalu juga yang ternyata tidak ada alih teknologi, maka mereka tidak akan kami perpanjang,” imbuh Rizal.
Dari perpanjangan izin sebanyak 341 TKA tersebut, Disnaker Surabaya meraih pendapatan yang cukup besar, yaitu Rp 5,2 miliar.
Angka ini tidak mencapai target yang ditetapkan pemkot sebesar Rp 7,5 miliar. Akan tetapi menurut Rizal tidak tercapainya target pendapatan itu lebih bagus, karena semakin ketat perizinannya.
Sementara itu DPRD Jatim terus mengupayakan penguatan tentang pengawasan warga negara asing (WNA) yang masuk ke Jatim.
Anggota dewan menilai perlu adanya rancangan peraturan daerah (raperda) yang berfungsi untuk mengawasi keberadaan WNA.
Ketua Komisi A DPRD Jatim Freddy Poernomo mengatakan, saat ini pihaknya tengah menyiapkan raperda Aplikasi Pengawasan Orang Asing (APOA). Hampir sama dengan milik imigrasi, namun fungsi raperda tersebut hanya pengawasan terhadap orang asing.
“Raperda APOA tersebut untuk memperkuat peranan Perda Nomor 8 Tahun 2016 tentang ketenagakerjaan. Jatim perlu ini sebagai monitoring,” ujar Freddy.
Dia melanjutkan, sudah seharusnya Pemprov memiliki sistem pengawasan. Pasalnya, sebagai pemilik wilayah harus tahu berapa WNA yang tinggal di Jatim.
“Ini fungsinya hanya mengawasi saja, bukan mengurusi keluar masuknya WNA. Karena itu tugasnya imigrasi,” jelasnya.
(ima/bae/nur/JPNN)
Redaktur : Tim Redaksi