Hasil Investigasi Ungkap Status Hutan di Natumingka di Bawah TPL

Minggu, 30 Mei 2021 – 13:53 WIB
Leonardo Sitorus. (ANTARA/HO)

jpnn.com, MEDAN - Masyarakat adat Pomparan Ompu Punduraham Simanjuntak dikabarkan mengeklaim kawasan hutan tanaman industri (HTI) yang dikelola PT Toba Pulp Lestari, Tbk (TPL) di Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Lokasi HTI yang disengketakan itu berada di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba.

BACA JUGA: Wahai Komnas HAM, Lindungilah Masyarakat Adat di Area Toba Pulp Lestari

Di antara lahan yang disengketakan itu terdapat bekas persawahan, bekas perladangan dan situs makam.

Guna menyelesaikan sengketa itu, UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) IV Dinas Kehutanan Sumatera Utara telah melakukan investigasi atas lahan yang diklaim oleh Pomparan Ompu Punduraham Simanjuntak. Hasil investigasi itu telah disampaikan kepada pihak pengeklaim.

BACA JUGA: Menteri Siti Dorong Pengembangan Hutan Tanaman Industri untuk Bioenergi

Kepala KPH IV Dishut Sumut Leonardo Sitorus mengungkapkan, pada 1984 menteri kehutanan mengeluarkan surat keputusan tentang tata guna hutan kesepakatan (TGHK) atas lahan yang kini disengketakan itu.

"Hal itu juga diatur dalam SK Menhut Nomor 44 tahun 2005 yang menyebut kawasan tersebut menjadi hutan lindung,” kata Leonardo Sitorus yang dikutip Antara baru-baru ini.

Namun, ada SK Menhut Nomor 579 Tahun 2014 yang merevisi SK Menhut Nomor 44 Tahun 2005.

Menurut Leonardo, SK baru itu menyatakan kawasan tersebut kembali menjadi hutan produksi (HP) tetap.

Leonardo menambahkan terdapat SK Menhut Nomor 1076 tahun 2017 tentang Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara.

Dalam SK itu disebutkan bahwa wilayah Natumingka adalah kawasan hutan produksi, sehingga tetap masih dikelola oleh PT TPL.

“Pemerintah juga mengeluarkan SK Menhut Nomor 8088/Menlhk-PKTI/KUH/PLA.2/11/2019 tentang perkembangan tapal batas kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara, yang isinya kawasan Natumingka tetap dalam lahan konsesi TPL dan dibebankan untuk menjaga keamanan dan pengawasan,” tuturnya.

Leonardo mengatakan, pihaknya telah menginvestigasi dan menginventarisasi kawasan Natumingka yang diklaim sebagai tanah adat oleh masyarakat. Investigasi itu juga mencakup situs makam, bekas persawahan dan perladangan.

Hasil investigasi itu mengungkap sejak PT TPL melakukan tanam ulang pertama pada 1990/1991 sampai kelima pada 2018 tidak pernah ada klaim dari Pomparan Op Punduraham Simanjuntak. Klaim kepemilikan itu baru muncul pada 2019.

Leonardo menyebut hasil investigasi itu telah disampaikan melalui surat kepada masyarakat Natumingka, dan ditembuskan ke sejumlah instansi terkait termasuk ke Polres Toba. KPH IV Balige juga memberikan rekomendasi.

Menurutnya, masyarakat harus mengurus klaim hutan adat secara legal formal.

"Bila masyarakat mengeklaim lahan tersebut adalah milik keturunan opung (moyang) mereka, dapat dilakukan pelepasan kawasan hutan melalui Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) sesuai persyaratan dan undang-udang yang berlaku," tuturnya.

Oleh karena itu, Leonardo menegaskan lahan yang diklaim masyarakat masih tetap menjadi kewenangan PT TPL.

"Selagi belum penetapan dari yang berwenang tentunya status hukum kawasan hutan tersebut adalah hutan produksi tetap yang dibebankan kepada TPL," katanya.

Namun, dia juga mendorong PT TPL dan masyarakat menjalin kemitraan dengan tanpa mengganggu sejumlah situs yang telah diinventarisasi oleh KPH IV Balige.

“TPL harus melakukan hak dan kewajibannya dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat sesuai peraturan dan perundang-undangan,” ujar Leonardo.(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adek

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler