Disinyalir Ada Mafia Politik di DPP Golkar

Selasa, 09 Oktober 2012 – 00:02 WIB
SORONG – Perintah DPP Partai Golkar kepada DPD Partai Golkar Provinsi Papua Barat untuk memecat Ketua dan Sekretaris DPD Golkar Kota Sorong dari jabatannya, ditanggapi dingin oleh DPD Golkar Kota Sorong. Sekretaris DPD Golkar Kota Sorong, Willy Sahetapy menegaskan, DPP jangan mengeluarkan surat penonaktifan bagi pihaknya, kalau bisa langsung surat pemecatan.  Didampingi beberapa pengurus DPD Golkar Kota Sorong, Willy Sahetapy mengatakan, jangankan dinonaktifkan (dari jabatan,red), dipecat (diberhentikan dari partai Golkar,red) pun pihaknya siap.

“Kami sangat menyesalkan pernyataan saudara Fredi Latumahina, sejak kapan kamu tahu pekerjaan yang kami lakukan d isini, berarti kalau di lihat kembali di DPP ada mafia-mafia poltik,” tegas Willy Sahetapy seperti yang dilansir Radar Sorong (JPNN Group), Senin (8/10).

Ditanyai mengenai permasalahan dalam Pemilukada Kota Sorong lalu yang menjadi salah satu alasan DPP Partai Golkar untuk memberhentikan Ketua dan Sekretaris DPD Golkar Kota Sorong dari jabatannya di organisasi Partai Golkar Kota Sorong, Willy merasa perlu menyampaikan kronologis permasalahan yang dinilai DPP melanggar aturan tersebut.

Dikatakannya, setelah rekomendasi Partai Golkar secara resmi diserahkan kepada Lambert Jitmau-Pahimah Iskandar yang pada waktu ini Ketua DPD Golkar Kota Sorong dan seluruh jajaran hadir dalam rapat resmi untuk penyerahan rekomendasi dari DPD I Papua Barat melalui Bung Dominggus Buiney.

Setelah diserahkan, kami mendengar ada perkembangan dan isu lain dari salah satu wakil ketua umum DPP Golkar, bapk Fadel Muhammad kepada saya sendiri dan Ketua DPD II Kota Sorong, saudara Reynold Jumame, berkaitan dengan perjanjian pasangan calon untuk mendapatkan rekomendasi Partai Golkar di hadapan Ketua DPD I serta  beberapa pengurus DPP Partai Golkar yang isinya berbunyi  untuk maju sebagai calon kepala daerah,  harus mundur dari jabatan pegawai negeri.

Menurutnya, perjanjian tersebut memang sudah ada dan diatur dalam peraturan KPU yakni bagi siapa yang mencalonkan diri, harus mundur dari jabatannya. “Namun karena ini masalah rekomendasi, maka Lamabert Jitmau mengatakan kepada Ketua Umum bahwa dia akan mundur sebagai pegawai negeri sipil, kemudian  membuat surat pernyataan. Pak Fadel Muhammad kemudian menginstrusikan kepada DPD  II Partai Golkar Kota Sorong untuk mengecek apakah sampai pendaftaran calon di KPU yang bersangkutan sudah menyerahkan surat pengunduran diri kepada DPD II atau belum, lalu kami menyampaikan kepada pak Fadel Muhammad bahwa tidak ada satu suratpun dari yang bersangkutan kepada kami di DPD II Partai Golkar Kota Sorong,” beber Willy Sahetapy.

Oleh karena itu lanjut Willy, DPP kemudian mengelurkan surat nomor 5 11/Golkar/XII/2011 yang isisnya mengatakan bahwa jika yang bersangkutan tidak menyerahkan surat pengunduran diri sebagai pegawai negeri sipil, maka DPP akan mengambil langkah lanjutan dan itu disampaikan tanggal 12 September 2012 sebelum KPU secara resmi menutup pendaftaran kandidat.

“Kami pun mengambil langkah dan mengantisipasi surat dari DPP ini. Kami langsung berkonsultasi dengan DPP melalui Wakil Sekjen, Samsul Bahri, maka untuk mengantisipasi jangan sampai DPP mengeluarkan sikap karena yang bersangkutan belum memberikan surat pengunduran diri dari PNS sehingga bisa terjadi kekosongan pencalonan dari Partai Golkar, dengan dasar itu kami melakukan pendaftaran di KPU pukul 23:00 WIT,” tukas Willy sembari melanjutkan, pihaknya sengaja mengulur waktu hingga jam 11 malam untuk mendaftarkan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota di KPU, guna mengantispasi jangan sampai DPP menyampaikan surat resmi penunjukan calon baru apabila surat pengunduran diri Lambert Jitmau dari PNS tidak diserahkan ke DPD II Partai Golkar Kota Sorong.

“Dan saya mau kasih tahu bahwa yang menandatangani didaftarkannya Lambert-Pahimah yakni Ketua dan Sekretaris DPD II Kota Sorong, sedangkan Reynold Jumame-H. Baba ditandatangani oleh wakil-wakil Komdis, dan sudah tentu ini cacat hukum,” terangnya.

Terkait alasan DPP lainnya mengenai pergantian Ketua-Ketua Komisariat Distrik Partai Golkar Kota Sorong yang dilaksanakan 19 Desember 2011, menurut Willy  bahwa itu sesuai dengan AD/ART yang berlaku dalam organisasi Partai Golkar, dengan tujuan guna merevitaslitasi keanggotaan partai yang lebih efisien.  “Pada tanggal 1 Mei 2012, jadi setelah mereka diganti, mereka membuat sikap politik ke DPP mengatasnamakan Ketua-Ketua Komdis, yang seyogiaya menurut aturan mereka  bukan lagi Ketua-Ketua Komdis karena sudah diganti pada tanggal 19 Desember 2011,” tukas Willy.

Willy juga mempertanyakan keabsahan pengaduan dari mantan Ketua-Ketua Komdis yang mengatasnamakan Ketua Komdis ke DPP Partai Golkar. “Menurut pengakuan salah satu kader kami, bahwa surat yang ditandatangani hanya lembaran belakangnya saja, padahal surat tersebut berisi pernyataan bahwa DPD II Golkar Kota Sorong vakum karena melakukan kegiatan tidak sesuai dengan petunjuk DPP yang berkaitan dengan pencalonan dan tdak mengamankan pasangan Drs Lambert Jitmau dan Pahimah Iskandar,” imbuh Willy. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU Merasa Sudah Maksimal Sosialisasi

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler