jpnn.com - JPNN.Com - Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay menyatakan bahwa pemerintah tidak cukup hanya mengawasi para pekerja asing. Menurutnya, hal yang tak boleh dibiarkan adalah kesenjangan gaji antara tenaga kerja asing (TKA) dengan pekerja lokal.
Saleh mengaku sudah lama mendapat informasi tentang adanya perbedaan gaji antara TKA dengan pekerja lokal untuk posisi yang sama. Bahkan ada pekerja-pekerja asing yang dipekerjakan untuk pekerjaan tanpa skill.
BACA JUGA: PSK Tiongkok Marak, Ini Komentar Dede Yusuf
"Idealnya, tidak ada perbedaan gaji. Perbedaan gaji menyebabkan timbulnya kecemburuan," katanya, Senin (2/1).
Menurutnya, pemerintah perlu meningkatkan pengawasan. Tujuannya agar pekerjaan yang bisa dikerjakan pekerja lokal tidak jadi garapan TKA.
BACA JUGA: WN Tiongkok Jadi PSK, Semoga Imigrasi Semakin Jeli
Saleh juga mengatakan, jangan sampai diskriminasi gaji itu menjadi persoalan berkepanjangan. "Kalau pekerjaannya sama berat, lama bekerja sama, dan mekanisnya juga sama, tentu tidak perlu dibedakan," tegasnya.
Karenanya politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menegaskan, pengawasan terhadap TKA ilegal harus ditingkatkan. "Termasuk memperbanyak frekuensi sidak (inspeksi mendadak, red),” ujarnya.
BACA JUGA: Fakta! Mayoritas WNA Terdeportasi Memang dari China
Untuk diketahui, di Desa Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) kebanjiran TKA. Mayoritas di antara mereka bekerja di proyek smelter nikel PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI). Perbandingan jumlah pekerja Indonesia dengan Tiongkok mencapai 1:3.
Namun, pekerja asing yang tidak tercatat itu dipastikan sebagai tenaga kerja kasar. Mereka menduduki posisi di level bawah, buruh.
Imbalan mereka pun lebih besar daripada penduduk lokal yang bekerja di posisi yang sama. Mereka bisa dibayar Rp 400 ribu sehari, sedangkan pekerja lokal memperoleh upah harian Rp 90 ribu.(dna/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Silakan Simak, Ada Pesan dari Ketua MPR untuk 2017
Redaktur : Tim Redaksi