Distorsi Otonomi Dinilai Kesengajaan

Kamis, 18 Oktober 2012 – 22:28 WIB
JAKARTA - Peneliti ahli dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro mengatakan berbagai kendala dalam pelaksaan otonomi daerah dan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) merupakan fenomena distorsi yang sejak awal memang sudah diperkirakan bakal terjadi karena adanya dua kepentingan yang tarik-menarik.

"Kendala pelaksanaan otonomi daerah itu memang sudah dirancang dari awal. Itu satu distorsi yang disengaja dari semula karena saat menyusun  undang-undang yang terkait dengan otonomi berhadapan dua kekuatan besar yakni proreformasi versus status quo," kata Siti Zuhro, di gedung DPD, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (18/10).

Dalam perjalanan waktu yang dihitung semenjak pemberlakuan UU nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah lanjut Siti Zuhro, perseteruan tersebut saat ini dimenangkan oleh status quo hingga melahirkan berbagai UU yang mempersempit ruang gerak otonomi daerah.

"Undang-Undang Otonomi Daerah saat ini dikepung oleh berbagai produk undang-undang lainnya seperti undang-undang perimbangan keuangan dan direvisinya secara berkala Undang-Undang tentang Pemerintahan daerah hingga melahirkan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004," ujar Siti Zuhro.

Belum tuntas masalah otonomi daerah, menurut Siti pihak status quo sudah menghadang lagi daerah dengan isu Pemilukada serentak di seluruh wilayah Indonesia di tengah karut-marutnya penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagai akibat tidak adanya upaya yang sungguh-sungguh dalam penegakkan hukum.

"Tanpa penegakkan hukum yang sungguh-sungguh, apa pun bentuk dan sistem Pemilukada tidak akan pernah membawa hasil yang baik bagi bangsa dan negara ini," tegasnya.

Secara akal sehat dan mempertimbangkan kondisi riil Indonesia saat ini, menurut Siti Zuhro yang paling ideal dilakukan adalah Pemilukada dan Pemilu Legislatif serentak hanya di tingkat kabupaten dan kota dalam satu provinsi.

Pemilukada dan Pemilu Legislatif serentak itu, kata Siti harus diberi payung hukum yang kuat dan berlaku dalam waktu yang relatif lama.

"Kalau pihak status quo akan merancang undang-undang Pemilukada serentak, visinya harus dalam koridor kebaikan untuk bangsa dan negara ini. Jangan seperti sekarang yang hanya mempertimbangkan kepentingan partai politik dengan jangka waktu hanya lima tahun," usul Siti Zuhro. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pulang ke Tanah Air, TKI Tak Pernah Lapor

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler