jpnn.com - JAKARTA - Sekjen Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Adib Khumaidi mengatakan, dampak suntikan kebiri terhadap seseorang lebih berdampak pada hilangnya dorongan seksual, daripada dampak fisik.
Sederhananya, jika yang disuntik adalah seorang pria, maka pria tersebut akan condong bersifat lebih feminim.
BACA JUGA: Hewan Dikebiri jadi Gemuk, Kalau Manusia?
"Biasanya, terhadap lawan jenis dia menjadi tidak tertarik. Tapi perlu kita kaji kembali, karena tindakan medis ini belum pernah dilakukan," ujar Adib kepada Rakyat Merdeka (Jawa Pos Group).
Namun, ada yang mengganjal bagi Adib terkait sanksi ini. Dia mempertanyakan, siapa yang nanti akan melakukan eksekusi kebiri ini.
BACA JUGA: Fenomena Ahok Ancam Rusak Tatanan Pemerintahan
Karena kalau dokter yang harus mengeksekusi terbentur kode etik. Pasalnya, secara profesi dan kode etik, dokter tidak boleh menyakiti atau menyiksa seseorang melalui tindakan medis.
"Ini menyalahi sumpah dokter, kondisi pasien kan sehat, tapi kenapa disakiti. Nah, ini yang perlu diatur dan dibahas pemerintah, siapa yang melakukan eksekusi. Kalau dokter terbentur kode etik," katanya.
BACA JUGA: Ada Si Raja Dangdut, Partai Idaman Tak Pusing Soal yang Satu Ini
Kalau begitu, usul Dokter apa? "Saya kira perlu tim eksekusi agar beban tanggung jawab tidak diberikan kepada dokter saja," katanya.
Apalagi, kata Adib, nantinya pelaku kejahatan akan dimasukkan benda berupa chip kepada tubuh seseorang. Nah, memasukkan benda itu juga tidak bisa sembarangan.
"Harus melakukan operasi, inikan punishment, jadi pemerintah juga harus membicarakan soal teknisnya bagaimana," pungkasnya.
Kalau melihat ke negara lain, sebetulnya hukuman kebiri telah ada di Eropa sejak abad pertengahan. Zaman sekarang, hukuman kebiri juga masih dilaksanakan di berbagai negara, seperti Ceko, Jerman, Moldova, Estonia, Argentina, Australia, Israel, Selandia Baru, Korea Selatan, Rusia, serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat.
Ada dua macam teknik kebiri yang biasa dikenal, yaitu kebiri fisik dan kebiri kimiawi.
Kebiri fisik dilakukan dengan cara mengamputasi organ seks eksternal pemerkosa sehingga membuat pelaku kekurangan hormon testosteron. Kurangnya hormon ini akan banyak mengurangi dorongan seksualnya. (rmol/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Menilai Lembaga Negara Harus dari Fungsi dan Perannya
Redaktur : Tim Redaksi