Ditawari Beli Undangan Memilih, Caleg Lapor Panwaslu

Minggu, 06 April 2014 – 02:04 WIB

jpnn.com - SANGATTA – Laporan dugaan jual beli surat suara makin santer terdengar jelang Pemilihan Legislatif (Pileg), Rabu (9/4) mendatang. Bahkan, oknum Ketua Panitia Pemungutan Suara (KPPS) disebut-sebut terlibat. Ini diungkapkan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kutai Timur (Kutim).

Divisi Pengawasan Panwaslu Kutim, Nirmalasari Hida Wijaya mengungkapkan, dari informasi yang diperoleh ada beberapa tempat yang diduga memperjualbelikan formulir C6 atau Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara kepada pemilih yang dikenal dengan undangan pemilih. Namun begitu, Nirmalasali mengaku, Panwaslu belum bisa menjelaskan secara rinci nama dan lokasinya, sebab masih didalami.

BACA JUGA: Istana: Presiden tak Pernah Terima Surat dari Bawaslu

“Jadi ada caleg (calon legislatif) yang melapor ke kami, kalau ada oknum KPPS yang menawarkan undangan C6. Namun, dugaan ini masih kami dalami,” kata Nirmala, saat ditemui Radar Kutim (Grup JPNN) Sabtu (5/4) kemarin di ruang kerjanya.

Menurut dia, menjualbelikan undangan C6 merupakan pelanggaran berat dan dapat dikenakan sanksi pidana. Itu sesuai dengan Pasal 309 Undang-Undang Nomor 08 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum DPRD, DPD dan DPR RI. Isinya setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang menyebabkan suara seorang Pemilih menjadi tidak bernilai atau menyebabkan Peserta Pemilu tertentu mendapat tambahan suara atau perolehan suara Peserta Pemilu menjadi berkurang dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp 48 juta.

BACA JUGA: Megawati: Jangan Goyah, Bismillah

“Selain itu pada Pasal 310 juga disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara mengaku dirinya sebagai orang lain dan/atau memberikan suaranya lebih dari 1 (satu) kali di 1 (satu) TPS atau lebih dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan denda paling banyak Rp18 juta,” paparnya.

Meskipun begitu, lanjut dia, untuk pembuktian kalau praktek jual beli itu terjadi Panwaslu juga perlu bukti dan saksi. Ini yang agak sulit. Makanya yang bisa dilakukan sementara adalah langkah pencegahan.

BACA JUGA: Puan Minta Kader PDIP Tak Goyah di Pemilu Karena Rp 50 ribu

“Kami sudah intruksikan ke seluruh anggota, untuk betul-betul mengawasi KPPS pada saat pemungutan suara dilaksanakan, khususnya dalam menandai pemilih yangh datang. Jadi tidak boleh dengan catat nama, tapi dengan menandai daftar dalam DPT maupun DPK,” sebut Nirmala.

Selain itu, dalam rapat koordinasi dengan Polres dan Kejaksaan, kata Nirmala, Panwaslu juga diberikan kewenangan pada saat proses pemungutan suara untuk memeriksa pemilih yang datang membawa undangan C6. Namun, itu dilakukan jika ditemukan ada hal-hal yang mencurigakan.

“Kami boleh meminta kartu identitas pemilih, jika ada hal-hal yang mencurigai. Jadi ini salah satu langkan antisipasi kami yang lain untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan undangan C6,” akunya.

Terpisah Ketua KPU Kutim Fahmi Idris mengatakan, isu terkait praktek jual beli undangan pemilih (C6) memang sudah terdengar. Namun, setelah dikroscek belum ditemukan dugaan tersebut.

“Kalau memang benar, silahkan lapor ke Panwaslu beserta bukti dan kemudian direkomendasikan ke KPU. Setiap laporan yang masuk pasti kami tindak lanjuti untuk diberikan sanksi. Apalagi, praktek jual beli undangan pemilih itu juga jelas dapat dikenakan sanksi pidana. Selama belum ada bukti, kami belum bisa mengambil tindakan,” kata Fahmi. (aj)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Optimistis Upaya Rhoma untuk PKB Tak Sia-Sia


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler