Ditjen Dikti Minta Kopertis Atasi Kisruh di USI

Rabu, 22 Januari 2014 – 09:44 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Situasi panas di Kampus Universitas  Simalungun (USI), Sumut, rupanya belum sampai ke telinga para petinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendikbud.

Sekretaris Ditjen Dikti, Patdono Suwignya mengakui, dirinya belum mendengar kabar kisruh di USI, pasca pelantikan Amrin Saragih menjadi Rektor USI  oleh Ketua Yayasan USI Masdin Saragih, yang mendapat penolakan keras dari kubu Hisarma Saragih.

BACA JUGA: Dobel Jadi Guru, Status Dosen Langsung Dicabut

Meski demikian, saat ditanya bagaimana sebaiknya mekanisme penyelesaian konflik di USI, Patdono mengatakan, pihak Kopertis Wilayah X yang mestinya segera mengambil langkah upaya penyelesaian. "Kopertis memberikan bimbingan dan menengahi persoalan," kata dia kepada JPNN, kemarin.

Dia menyarankan, lebih baik ditempuh dulu cara dialog untuk menyelesaikan konflik di USI itu. "Semua persoalan harus diselesaikan dengan cara yang baik, dengan mengacu pada ketentuan yang berlaku," kata dia.

BACA JUGA: Mulai Muncul Kabar Pungutan US SD

Seperti diketahui, kisruh di USI sudah akut, hingga pada taraf kontak fisik antara dua kelompok mahasiswa yang menolak dan mendukung pelantikan Amrin Saragih sebagai rektor. Bentrok terjadi di depan Kampus USI, Jalan SM Raja Pematang Siantar.

Kasus USI ini mirip-mirip dengan yang terjadi di Universitas Islam Sumatera Utara (UISU), yang hingga kini juga belum kelar. Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO yang juga pengamat pendidikan, Arief Rachman, pernah mengatakan, dalam kasus konflik di universitas, biasanya sulit didamaikan.

BACA JUGA: Ajari Pelajar Bikin Video Kreatif

Biasanya, lanjut dia, konflik terjadi karena ada perbedaan visi yang tajam antara kedua kubu yang berseteru.

Menurutnya, jika salah satu kubu tidak punya visi pendidikan, maka akan sulit mencari titik temu.

"Kalau satu kubu motifnya mencari uang, satunya lagi punya visi pendidikan, ya tidak akan ketemu," ujar Arief Rahman.

Dengan argumen itu, Arief yakin, upaya mediasi yang dilakukan Kemendikbud, lewat Kopertis, juga akan gagal, alias sia-sia.

Menurut Arief, perbedaan pendapat dan sikap di dunia pendidikan itu sebenarnya biasa. Hanya saja, jika pihak-pihak yang berbeda pendapat masih memiliki visi yang sama yakni untuk memajukan dunia pendidikan, pasti lah upaya perdamaian bisa cepat dilakukan.

Karenanya, menurut dia, satu-satunya solusi untuk mengakhiri konflik adalah menunggu kesadaran diri dari kedua kubu, untuk kembali kepada visi pendidikan yang murni. Upaya mediasi oleh siapa pun, katanya, tidak akan membuahkan hasil manis jika masih ada pihak yang memiliki motif ekonomi dalam mengelola lembaga pendidikan.

"Jika sudah tidak memikirkan nasib mahasiswanya, itu namanya tak lagi punya visi pendidikan," cetus Arief.

Apa yang disampaikan Arief terbukti dalam kasus UISU. Proses mediasi sudah dilakukan Kopertis, tapi konflik tak juga reda.

Sampai-sampai, dalam kasus UISU, Mendikbud M Nuh jengkel, dan  mengancam tidak akan mengakui kedua kubu yang berseteru.

Konflik internal Yayasan UISU berlangsung sejak 2006. Dua kubu yang berseteru yakni kubu Helmi Nasution dan kubu Hj Syahriani AS.

Konflik mulai membesar saat terjadi pengambilalihan kampus UISU di Jalan Sisingamangaraja Medan oleh kubu Helmi.  Kubu Syahriani lantas membuka kampus baru di Jalan Karya Bhakti.

Berdasarkan putusan MA Nomor 150/K/TUN/2008 tanggal 16 Februari 2009, yang menang adalah kubu Syahriani. Faktanya, putusan MA juga tak mempan untuk meredakan konflik.

Apakah konflik di USI juga akan berlarut seperti yang terjadi di UISU? Semoga tidak. (sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelajar Jadi Target Bandar Narkoba


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler