Ditjen Pajak Segera Pisah dari Kemenkeu

Rabu, 24 Mei 2017 – 07:38 WIB
Ilustrasi pajak. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Draf revisi Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) yang merupakan induk dari segala tata aturan pajak segera disodorkan kepada parlemen.

Dalam rancangan beleid itu terdapat klausul yang memperluas kewenangan aparat pajak.

BACA JUGA: Kerahasiaan Bank Dibuka demi Pajak, Anak Buah Prabowo Protes

Ada pula ketentuan yang mengubah lembaga menjadi badan baru yang terpisah dari Kemenkeu.

Badan baru tersebut akan mirip dengan Internal Revenue Service (IRS) atau Ditjen Pajak-nya Amerika Serikat yang terlepas dari Treasury Department atau Kemenkeu.

BACA JUGA: Pajak dan Politik Hambat Laju Penjualan Sepeda Motor

Pakar perpajakan Yustinus Prastowo menyatakan, revisi UU KUP memang menyangkut transformasi kelembagaan pula.

”Secara otomatis, posisi Dirjen Pajak akan menjadi kepala lembaga baru tersebut,” katanya, Selasa (23/5).

BACA JUGA: Jokowi Terbitkan Perppu Pajak, Ini Saran Penting dari Ekonom

Selain transformasi kelembagaan, ada beberapa poin perubahan dalam UU KUP.

Di antaranya, perubahan definisi seperti wajib pajak (WP) menjadi pembayar pajak.

Ada pula definisi nomor pokok wajib pajak (NPWP) menjadi nomor identitas pembayar pajak (NIPP).

Lalu, pengertian sanksi administrasi, bunga dan denda kenaikan, dijadikan satu definisi menjadi sanksi administratif.

”Jika dulu dibedakan, bunga, denda, dan kenaikan, kini hanya disebut sanksi administrasi untuk kemudahan serta menghindari kerancuan dengan pemahaman agama,” jelasnya.  

Selain itu, soal sanksi, ada beberapa perubahan. Di antaranya, sanksi pelanggaran dalam pelaporan SPT tahunan pajak dan sanksi lainnya.

”Ada tambahan pengenaan sanksi bagi pengusaha kena pajak. Pada pasal 47 ayat 4 disebutkan, pengusaha kena pajak sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 46 huruf h dikenai sanksi administratif sepuluh persen dari dasar pengenaan pajak yang tidak seharusnya dikenai tarif nol persen,” terangnya. 

Direktur eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) itu melanjutkan, juga ada perubahan untuk masa daluwarsa SPT dan surat ketetapan pajak (SKP).

UU sebelumnya lima tahun, dalam revisi UU KUP yang baru, kedaluwarsa penetapan SPT menjadi tujuh tahun.

Sementara itu, untuk SKP (surat ketetapan pajak) ditetapkan menjadi lima tahun.

Pemerintah juga menetapkan sanksi bagi pihak yang tidak memberikan data atau informasi yang berkaitan dengan perpajakan, yaitu akan dipidana penjara paling lama dua tahun.  

”Untuk pidana ini, sebaiknya instansi pemerintah dan pimpinan instansi pemerintah tidak langsung dipidana, tapi ditempuh jalur hukum administrasi. Pimpinan instansi pemerintah adalah subjek hukum administrasi, bukan subjek hukum pidana,” ujarnya.  

Kemudian, lanjut Prastowo, juga diatur revisi penyidikan pajak, di mana kewenangan penyidik diperluas.

Penyidik pajak tidak hanya berwenang menghentikan penyidikan, tapi juga berhak melakukam penangkapan atau penahanan.

”Jadi, ada penguatan peran penegakan hukum mencakup perluasan kewenangan penyidik, yaitu penangkapan, penahanan, dan penghentian penyidikan,” terangnya. (ken/c24/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Terbitkan Perppu Pajak, Misbakhun Langsung Mendukung


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler