jpnn.com, SEMARANG - Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof. Dr. Suteki SH, M.Hum mendatangi Polda Jawa Tengah di Semarang, Kamis (31/5). Tujuannya adalah memolisikan atasannya.
Guru besar ilmu hukum itu merasa nama baiknya telah dicemarkan oleh atasannya sendiri yang berinisial YJU. Suteki mengaku telah dicopot dari jabatannya sebagai ketua Prodi Magister Ilmu Hukum Undip.
BACA JUGA: Demi NKRI, GP Ansor Sumsel Menginisiasi Dialog Kebangsaan Tingkat Pemuda Lintas Agama
Selain itu, Suteki juga dilengserkan dari Senat Fakultas Hukum Undip. Surat keputusan (SK) pemberhentian yang diterbitkan Rektorat Undip pada 28 November 2018 itu baru disampaikan ke Suteki pada 24 Mei 2019.
“Artinya SK setelah enam bulan berlaku, padahal tembusannya sudah diberikan ke mana-mana,” ujar Suteki melalui siaran pers ke media. Baca juga: Menristekdikti: Rektor Harus Jaga Kampus dari Radikalisme
BACA JUGA: Karding Bagikan Bibit Ikan ke Korban Bencana
Menurut Suteki, pencopotan itu tak terlepas dari keputusannya menjadi menjadi ahli pada persidangan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas yang diajukan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Suteki juga menjadi ahli pada persidangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta terkait gugatan HTI atas surat keputusan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang mencabut status badan hukum organisasi pengusung khilafah itu.
Suteki menjelaskan, dari situlah dirinya dianggap anti-Pancasila. Selain itu, Suteki juga merasa dianggap anti-NKRI karena menyampaikan pandangannya yang dinilai membela HTI.
BACA JUGA: Hendardi: Waspada Penumpang Gelap Pemilu
“Saya menjadi ahli sesuai kompetensi, tetapi tindakan saya dinilai berseberangan dengan pemerintah, hingga pembebasan jabatan-jabatan saya di Undip,” katanya.
Menurut Suteki, dirinya tak hanya dicopot dari jabatan Kaprodi Magister Ilmu Hukum dan Senat FH Undip. “Saya tidak diberikan hak untuk mengajar Pancasila, pembatalan seminar nasional di sejumlah kota, hingga penghentian mengajar dan menguji taruna Akademi Kepolisian,” tuturnya.
Lebih lanjut Suteki mengatakan, salah satu kewajiban seorang guru besar adalah mengabdi kepada masyarakat dengan cara menerapkan ilmu secara lurus sesuai kompetensinya. Namun, katanya, pendapatnya di pengadilan dianggap sebagai tindakan berseberangan dengan pemerintah dan anti-Pancasila.
Karena itu Suteki tak mau menerima tuduhan itu. “Kalau saya diam saja berarti dianggap menerima dituduh anti-Pancasila dan anti-NKRI. Makanya saya mengadukan tuduhan itu ke polisi,” tegasnya.
Praktisi hukum WP Djatmiko SH yang menjadi pengacara bagi Suteki mengatakan, kliennya sudah 24 tahun mengabdi sebagai pengajar dan berkutat soal Pancasila. Suteki, kata Djatmiko, selama puluhan tahun mengajar mata kuliah Pancasila dan Filsafat Pancasila.
“Sehingga kecintaanya terhadap Pancasila dan NKRI tak perlu diragukan lagi. Tuduhan anti-Pancasila itu menyakitkan dan merugikan klien kami secara materiel maupun imateriel,” ujar Djatmiko.(jpg/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Terbukti, Indonesia Mampu Melewati Semua Ujian dengan Berhasil
Redaktur & Reporter : Antoni