Diuntungkan Sistem Peradilan, Korupsi Marak

Selasa, 23 April 2013 – 23:25 WIB
Peneliti Pusat Kajian Kriminolog Universitas Indonesia, Ferdinand T Andi Lolo mendorong penyitaan aset pelaku kejahatan untuk mengembalikan kerugian negara, Selasa (23/4). Foto: M Fathra Nazrul Islam/JPNN
JAKARTA - Peneliti Pusat Kajian Kriminolog Universitas Indonesia (UI), Ferdinand T Andi Lolo menilai para pelaku korupsi yang merugikan keuangan negara tidak berangkat dari motivasi untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak, namun karena memang berorientasi pada harta dan kekayaan. Ironisnya, para pelaku korupsi diuntungkan hukuman yang dijatuhkan pengadilan tak sebanding dengan hasil korupsi yang diperoleh.

"Saya belum pernah melihat koruptor diseret. Tapi kalau pencuri ayam sudah banyak dihajar massa," kata Ferdinand dalam diskusi bertajuk "Kejahatan dan Pemilihan Aset" di Auditorium Komunikasi, Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Selasa (23/4).

Mantan jaksa ini menjelaskan, koruptor juga diuntungkan dengan sistem peradilan yang transaksional. Karenanya, Ferdinand menilai korupsi telah dijadikan pilihan untuk mengumpulkan kekayaan, beda halnya dengan maling ayam yang mempertaruhkan nyawanya hanya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Mengutip data dari berbagai sumber, Alumnus Universitas Auckland, New Zealand itu menyebut kerugian keuangan negara akibat korupsi mencapai Rp 217 triliun. Namun menurutnya, korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara.

Ia mencontohkan korupsi dana pendidikan yang merampas hak pelajar untuk mendapatkan akses pendidikan yang lebih baik.  "Ketika tidak mendapat akses pendidikan itu, mereka akan pergi ke jalan, jadi generasi penjahat yang baru," katanya.

Makanya, Ferdinand mengingatkan perlunya inovasi dalam pemberantasan korupsi. Karena orientasi koruptor adalah harta dan kekayaan, maka hukumannya harus dengan memiskinkan pelaku korupsi.

"Jadi hukuman yang diberikan itu harus menunjukkan bahwa melakukan kejatahan itu tidak menguntungkan. Nazaruddin (mantan Bendahara Umum Partai Demokrat) tidak akan bisa ke luar negeri kalau akses dari seluruh asetnya diputus," katanya.

Pada kesempatan sama, Ketua Satgas Pemulihan Aset pada Kejaksaan Agung (Kejagung), Cuk Suryosumpeno meyakini penyitaan aset pelaku tindak pidana khusus bisa efektif untuk mencegah terjadinya kerugian negara. Selain itu, kerugian negara akibat korupsi bisa dikembalikan ke kas negara untuk membangun fasilitas umum demi kepentingan rakyat.

Cuk mengatakan, dengan fungsi Asset Recovery Office (ARO) dan Asset Management Office (AMO), Kejagung sudah menyelamatkan uang negara hingga triliunan rupiah. Untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tahun 2011 saja, Satgas Pemulihan Aset telah menyetorkan aset senilai Rp 151 miliar yang disita dari para koruptor. Jumlah itu meningkat pada tahun 2012 menjadi Rp 1,138 triliun. "Bisa dibandingkan dengan tahun 2010 yang PNBP dari seluruh Kejaksaan di Indonesia hanya Rp 72 miliar," katanya.

Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan, pemiskinan koruptor sudah dirumuskan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyitaan Aset. Menurutnya, RUU itu akan memaksimalkan perpaduan UU Tipikor dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam upaya pengejaran aset koruptor. "Bahkan dirumuskan pula bahwa penyitaan aset itu tidak perlu ada lagi putusan pengadilan," pungkasnya. (fat/awa/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Harta Djoko untuk Istri Ke-3

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler