Divonis 4 Bulan, Korban Kriminalisasi Protes Soal Tudingan Mafia Tanah

Rabu, 02 Maret 2022 – 06:02 WIB
Ilustrasi polisi. Foto : Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Korban kriminalisasi di Jakarta mengajukan protes kepada aparat penegak hukum, mulai dari polisi, jaksa hingga hakim.

Proses hukum seharusnya memegang prinsip adil, objektif, dan didukung dengan bukti yang kuat untuk mengungkapkan mafia tanah yang sesungguhnya.

BACA JUGA: Kejagung Minta Polres Cirebon Segera Limpahkan Nurhayati untuk Dibuatkan SKP2

Devid dan Effendi adalah dua korban kriminalisasi yang dituding sebagai mafia tanah di kawasan Bungur, Kemayoran, Jakarta Pusat pada Maret 2021 lalu.

Tuduhan dari pihak Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Pusat yang didukung Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat itu dinilai tidak mempunyai dasar hukum dan tidak pernah ditunjukkan barang bukti dalam persidangan.

BACA JUGA: Polres Jakarta Pusat Sikat Sindikat Narkoba Jaringan Iran, Irjen Fadil: Ini Jumlah yang Fantastis

“Tidak pernah ditunjukkan barang bukti yang menguatkan kami sebagai mafia tanah seperti yang dituding sejak penahanan. Sejumlah langkah akan ditempuh karena merugikan nama baik kami,” ujar Devid dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (2/3/2022).

Menurut Devid, banyak kejanggalan sejak awal penahanan oleh polisi hingga vonis di PN Jakarta Pusat dengan putusan Nomor 485/Pid.B/2021/PN Jkt.Pst tanggal 1 Desember 2021.

BACA JUGA: Dugaan Mafia Tanah di Cakung Dilaporkan ke Kejati DKI

Adapun kejanggalan tersebut adalah pihak yang melaporkan kasus justru sudah mencabut laporannya ke Polres Jakpus pada 10 Mei 2021 karena tidak ada kaitannya.

“Ini sudah diakui oleh saksi dari penyidik bahwa laporan itu sudah dicabut. Pelapor pun sudah menyatakan tidak menuntut pidana maupun perdata,” ujar Devid.

Kejanggalan lain, lanjut Devid, dakwaan Pasal 335 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tidak ada kaitannya dengan tudingan mafia tanah. Vonis 4 bulan penjara pun dinilai janggal karena tidak pernah menunjukkan bukti-bukti pendukung dalam persidangan.

“Jika proses hukum masih seperti ini maka para mafia tanah yang sesungguhnya tidak pernah terungkap,” kata Devid.

Seperti diketahui, Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi mengatakan telah mengamankan sejumlah tersangka dalam kasus penguasaan tanah di Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat.

Adapun lahan yang disengketakan sebenarnya milik dari Induk Koperasi Kopra Indonesia dengan sertifikat Hak Guna Bangunan No. 567 atas nama JAJASAN KOPRA.

Sebelum menahan Devid dan Effendi, Polres Jakarta Pusat menangkap delapan orang preman berinisial HK, EG, RK, MH, YB, WH, AS, dan LR yang diduga menguasai lahan itu, serta AD yang merupakan oknum pengacara.

“Usai pengembangan, tersangka yang diamankan sesudahnya adalah MY, D dan E,” kata Hengki di Jakarta, Kamis (8/4/2021), yang dikutip sejumlah media saat itu.

Sejak awal, kata Effendi, pihaknya berusaha meluruskan dan menilai ada ketikadilan dalam kasus tersebut.

Dia bersama rekan-rekannya yang mendapat kuasa dari pemilik tanah yang sah justru menghadapi tekanan dari pihak yang diduga menjadi mafia tanah. 

“Kalau kami tidak terbukti sebagai mafia tanah, lalu siapa sebenarnya yang jadi mafia tanah? Ini harus ditelusuri dan kami mendukung penegak hukum untuk mengungkapkannya,” ujar Effendi.

Berangkat dari kriminalisasi ini, semua pihak harus objektif dan memegang prinsip hukum dalam menyelesaikan berbagai persoalan tanah.

Tidak menutup kemungkinan aparat penegak hukum ‘terkecoh’ dan pemilik yang sah atau yang mewakilinya justru menjadi korban dan dikriminalisasi.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler