JAKARTA – Kubu Irjen (Pol) Djoko Susilo yang kini menyandang status terdakwa terus memersoalkan cara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi proyek driving simulator di Korlantas Polri. Hotma Sitompul yang menjadi penasihat hukum Djoko, menuding KPK sering bertindak berlebihan.
Hotma memberi contoh saat KPK melakukan penggeledahan dan penyitaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kasus Simulator SIM tahun anggaran 2011 di Gedung Korlantas Polri. Menurutnya, KPK sering melanggar ketentuan Hukum Acara Pidana baik yang diatur dalam KUHAP maupun Undang-undang KPK.
“KPK telah bertindak membongkar, menggeledah dan mengobrak- abrik semua barang dan dokumen yang sama sekali tidak terkait dan tidak tersangkut paut dengan tindak pidana yang dituduhkan atau yang disangkakan kepada terdakwa,” kata Hotma saat membacakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK, pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (30/4).
Dijelaskannya, perilaku dan tindakan penyidik KPK sama sekali tidak mencerminkan penghargaan, koordinasi dan supervisi terhadap Polri sebagai sesama institusi penegak hukum. Hotma menyebut tindakan yang berlebihan dan melanggar hukum acara pidana itu secara prinsipil bertentangan dengan asas proporsionalitas sebagaimana diatur UU tentang KPK.
Tak hanya itu, Hotma juga menuding KPK telah bertindak di luar kewenangan karena menggunakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menjerat Djoko Susilo. Diakuinya, KPK memang memiliki kewenangan menggunakan UU TPPU.
Merujuk pada pasal 74 dalam UU Nomor 8 Tahun 2010, maka penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksung dengan penyidik tindak pidana asal adalah pejabat dari Polri, Kejaksaan, KPK, Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kementerian Keuangan.
Namun jika merujuk pada UU nomor 15 tahun 2002 tentang Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 25 tahun 2003, maka penyidik yang dimaksud dalam UU itu masih mengacu kepada penyidik sesuai dengan ketentuan KUHAP dan belum menyebut penyidik KPK. Sementara UU TPPU yang baru tidak berlaku surut.
“Oleh karena itu, tindakan penyidik KPK yang telah menerapkan UU nomor 15 tahun 2002 tentang Pidana Pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU nomor 15 tahun 2002 terhadap perkara terdakwa telah melampaui wewenang,” kata Hotma.
Dalam kasus itu, Djoko dikenai UU TPPU bukan hanya saat menjadi Kepala Korlantas Polri, tapi juga pada tahun-tahun sebelumnya. KPK memersoalkan Harta Djoko yang diperoleh sebelum tahun 2010. (boy/jpnn)
Hotma memberi contoh saat KPK melakukan penggeledahan dan penyitaan atas dokumen-dokumen yang berhubungan dengan kasus Simulator SIM tahun anggaran 2011 di Gedung Korlantas Polri. Menurutnya, KPK sering melanggar ketentuan Hukum Acara Pidana baik yang diatur dalam KUHAP maupun Undang-undang KPK.
“KPK telah bertindak membongkar, menggeledah dan mengobrak- abrik semua barang dan dokumen yang sama sekali tidak terkait dan tidak tersangkut paut dengan tindak pidana yang dituduhkan atau yang disangkakan kepada terdakwa,” kata Hotma saat membacakan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum KPK, pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (30/4).
Dijelaskannya, perilaku dan tindakan penyidik KPK sama sekali tidak mencerminkan penghargaan, koordinasi dan supervisi terhadap Polri sebagai sesama institusi penegak hukum. Hotma menyebut tindakan yang berlebihan dan melanggar hukum acara pidana itu secara prinsipil bertentangan dengan asas proporsionalitas sebagaimana diatur UU tentang KPK.
Tak hanya itu, Hotma juga menuding KPK telah bertindak di luar kewenangan karena menggunakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk menjerat Djoko Susilo. Diakuinya, KPK memang memiliki kewenangan menggunakan UU TPPU.
Merujuk pada pasal 74 dalam UU Nomor 8 Tahun 2010, maka penyidikan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan yang dimaksung dengan penyidik tindak pidana asal adalah pejabat dari Polri, Kejaksaan, KPK, Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kementerian Keuangan.
Namun jika merujuk pada UU nomor 15 tahun 2002 tentang Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 25 tahun 2003, maka penyidik yang dimaksud dalam UU itu masih mengacu kepada penyidik sesuai dengan ketentuan KUHAP dan belum menyebut penyidik KPK. Sementara UU TPPU yang baru tidak berlaku surut.
“Oleh karena itu, tindakan penyidik KPK yang telah menerapkan UU nomor 15 tahun 2002 tentang Pidana Pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 25 tahun 2003 tentang perubahan atas UU nomor 15 tahun 2002 terhadap perkara terdakwa telah melampaui wewenang,” kata Hotma.
Dalam kasus itu, Djoko dikenai UU TPPU bukan hanya saat menjadi Kepala Korlantas Polri, tapi juga pada tahun-tahun sebelumnya. KPK memersoalkan Harta Djoko yang diperoleh sebelum tahun 2010. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Buronan, Susno Dicekal 6 Bulan
Redaktur : Tim Redaksi