JAKARTA - Saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK pada persidangan atas Irjen Djoko Susilo semakin menyudutkan bekas Kepala Korlantas Polri yang didakwa korupsi proyek driving simulator Polri itu. Sebab, saksi membeber peran Djoko membantu perusahaan rekanan proyek driving simulator, yakni PT Citra Metalindo Mandiri Abadi (CMMA) untuk memeroleh kredit dari Bank BNI.
Manager Relationship Bank BNI Sentra Kredit Menengah, Gunung Sahari, Jakarta Pusat, Andif Mufthi, yang dihadirkan sebagai saksi pada persidangan Pengadilan tipikor Jakarta, Selasa (21/5), mengungkapkan bahwa atasannya yang bernama Dino Indiano pernah meminta klarifikasi ke Djoko tentang proyek pengadaan driving simulator di Korlantas Polri. Andif menjelaskan, klarifikasi itu dilakukan sebelum BNI menyetujui Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp 100 miliar yang diajukan PT CMMA untuk proyek pengadaan Simulator SIM.
"Klarifikasi ke Pak DS (Djoko Susilo), Pak Dino yang lakukan. Dari call memo Pak Dino, ada proyek simulator," kata Andif.
Dijelaskannya, mengacu pada hasil verifikasi yang tertuang dalam call memo itu diketahui bahwa bahwa Budi Susanto mewakili PT CMMA berhasil menjadi rekanan proyek Simulator tahun 2010 bersama PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI). Pihak BNI pun meminta klarifikasi ke Djoko untuk memastikan adanya proyek driving simulator di Korlantas Polri.
Namun, lanjut Andif, ketika Budi mengajukan KMK ternyata PT CMMA sebagai kontraktor driving simulator belum mengantongi Surat Perintah Kerja (SPK) dari Korlantas Polri. Sebab, KMK hanya berdasarkan call memo yang isinya hasil klarifikasi dari Djoko Susilo selaku Kepala Korlantas.
Pernyataan Andif tersebut sempat membuat Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin oleh Suhartoyo marah. Sebab, salah satu syarat permohonan KMK adalah melampirkan SPK asli. Tetapi, BNI telah mengeluarkan kredit untuk PT CMMA pada 12 Januari 2012 Rp 35 miliar, Februari 2011 Rp 9 miliar dan Maret 2011 Rp 51 miliar.
"SPK kami terima Februari 2011 saat fase pencairan kredit. Tetapi, jika belum bisa ditunjukkan (SPK) fasilitas pencairan maksimal 50 persen," kata Andif menjawab pertanyaan tentang kredit yang sudah dikucurkan padahal belum ada SPK.
Andif juga mengatakan, penilaian pencairan dari proposal kredit didasarkan pada kinerja suatu perusahaan pemohon. Di antaranya, kesesuaian nilai agunan pemohon kredit dengan jumlah kredit yang diajukan, serta ketaatan dalam membacar cicilan.
Menurut Andif, selaku perusahaan debitur di BNI sejak tahun 2003, PT CMMA memenuhi syarat untuk diberikan kredit dan memiliki rekam jejak yang baik. Sehingga, dikucurkan kredit secara bertahap walaupun SPK diberikan belakangan.
Djoko Susilo dalam persidangan itu menyatakan keberatan. Ia menegaskan, tidak pernah dikonfirmasi dan memberikan rekomendasi maupun jaminan kepada siapapun terkait PT CMMA.
Anggota tim penasihat hukum Djoko, Juniver Girsang, mengatakan bahwa kliennya tidak pernah bertemu dengan pihak BNI untuk membicarakan proyek pengadaan driving simulator SIM. "Yang benar adalah Direktur BNI datang ke DS untuk membicarakan perpanjangan SIM pribadi dengan DS, itu saja," katanya usai persidangan.
Jadi, kata Juniver menambahkan, dalam memo internal BNI tidak ada campur tangan Djoko terhadap pencairan kredit PT CMMA. "Nanti kita akan konfirmasi juga dengan Dino perihal call memo dari BNI," ujarnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Didesak Sikat Oknum Penyelundup Gula
Redaktur : Tim Redaksi