DJPPR Sebut Green Sukuk jadi Terobosan Pembiayaan Hijau di Indonesia

Senin, 18 Desember 2023 – 16:27 WIB
Ilustrasi salah satu pembiayaan yang dilakukan oleh Green Sukuk di sektor energi terbarukan. Foto: Dokumentasi Humas Pertamina

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah menerbitkan Green Sukuk di pasar global dengan total mencapai USD 6 miliar sejak 2018.

Di pasar domestik, pemerintah juga menerbitkan Green Sukuk ritel pertama di dunia.

BACA JUGA: Green Sukuk Dinilai Berkontribusi Membangun Perekonomian Bangsa

Green Sukuk ritel ini dijual secara online kepada investor individu dengan total penerbitan rentang 2019-2023 mencapai Rp 25,2 triliun.

Di samping itu, pemerintah juga menerbitkan Green Sukuk melalui lelang dengan seri PBSG001 sejak 2022 dengan total hingga kini mencapai Rp 20,4 triliun.

BACA JUGA: Green Sukuk Ritel ST008 BRI Moncer, Berhasil Lampaui Target Penjualan

Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kemenkeu Dwi Irianti menjelaskan penerbitan Green Sukuk ditujukan untuk mendukung proyek-proyek hijau.

"Green Sukuk hanya akan mendanai proyek dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Bisa dikatakan ini menjadi salah satu bentuk inovasi pendanaan yang ramah lingkungan," jelasnya.

Setidaknya ada lima sektor yang dibiayai melalui Green Sukuk, di antaranya transportasi berkelanjutan, energi terbarukan, pengelolaan limbah untuk energi dan lainnya, pertanian berkelanjutan, dan ketahanan terhadap perubahan iklim untuk daerah yang sangat rentan terhadap fenomena tersebut.

Kementerian Keuangan dalam laporan yang bertajuk "2023 Green Sukuk Allocation and Impact Report", sektor transportasi berkelanjutan menempati posisi pertama pembiayaan dari Green Sukuk antara 2018-2022, yaitu mencapai 32,39 persen.

"Salah satu contoh proyek yang dibiayai adalah Kereta Rel Listrik (KRL) Manggarai Jakarta Selatan, dan pembangunan Light Rail Transit (LRT), Palembang, Sumatera Selatan," terang Dwi Irianti.

Selanjutnya, pembiayaan Green Sukuk banyak disalurkan pada sektor ketahanan pangan dan iklim sebanyak 28,09 persen.

Lalu, diikuti oleh sektor pengelolaan air atau limbah berkelanjutan sebesar 25 persen.

Sektor energi terbarukan 4,92 persen, efisiensi energi 4,8 persen, sampah menjadi energi dan pengelolaan sampah 4,58 persen.

"Untuk hal ini kita bisa lihat pada proyek pengolahan sampah Piyungan di Yogyakarta, proyek panel surya di Kepulauan Selayar, Sulsel, dan proyek perlindungan pantai Taluda, Bone Bolango, Gorontalo. Itu sebagian contohnya," kata Dwi Irianti.

Green Sukuk merupakan instrumen pendanaan syariah yang digunakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Hal ini merupakan salah satu terobosan pembiayaan hijau di Indonesia, mengingat instrumen ini menjadi yang pertama diterbitkan di dunia.

"Saya berharap makin banyak masyarakat yang berpartisipasi, dan menjadikan Green Sukuk ini sebagai alat yang efektif untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia," pungkas Dwi. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler