DKPP Gelar Sidang Dugaan Pelanggaran Kode Etik KPU Nabire

Rabu, 11 Februari 2015 – 19:00 WIB
Ketua Majelis DKPP Nur Hidayat Sardini. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Sidang kasus pelanggaran kode etik Ketua dan empat anggota KPU Nabire, Papua, saat penyelenggaraan Pemilu legislatif April 2014 lalu, kembali digelar di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Perkara diadukan Martinus Dogomo, sebagaimana diajukan Kuasa Hukumnya, Yislan Alwini. Komisioner KPU Nabire dituding tidak menindaklanjuti rekomendasi Panwaslu Nabire terkait perolehan suara.

BACA JUGA: Keponakan Prabowo Ini Bicara soal Tes Keperawanan

“Dalam sidang kali ini dua poin yang hendak digali. Menyangkut benar atau tidak Panwaslu Nabire telah mengeluarkan rekomendasi. Kemudian apakah Teradu tidak pernah menerima rekomendasi tersebut, seperti diakui dalam sidang pertama,” ujar Ketua Majelis DKPP Nur Hidayat Sardini, dalam sidang yang digelar secara video conference dari Mabes Polri, Rabu (11/2).

Sidang kedua ini dilanjutkan dengan mendengar kesaksian dua mantan anggota Panwaslu Nabire. Mereka membenarkan adanya rekomendasi tersebut. Masing-masing Rekomendasi bernomor 87/LP/Pileg/IV/2014, tertanggal 29 April 2014.

BACA JUGA: ‎Penyidik KPK Diteror, Ini Kata Kubu BG

Namun mereka tidak mengetahui apakah rekomendasi tersebut telah diterima atau tidak oleh KPU Nabire. Karena surat dibuat oleh Ketua Panwaslu, sementara saksi tengah berada di Jayapura untuk kepentingan rekapitulasi provinsi.

Menurut pengakuan saksi yang dibenarkan oleh Martinus, surat rekomendasi diantarkan ke kantor KPU Nabire oleh Pengadu Martinus. Bukan oleh staf Panwaslu. Surat tersebut, kata Martinus, diterima oleh salah seirang staf KPU. Martinus juga menjelaskan, yang ia berikan ke staf KPU adalah fotokopi dari surat rekomendasi. Sedangkan yang aslinya disimpan dan dikirim ke DPP Partai Golkar.

BACA JUGA: Warga Bogor Sambut Kepindahan Presiden ke Istana Bogor

“Lho, kok bisa terbalik begitu. Itu rekomendasi dialamatkan kepada siapa. Kalau dialamatkan kepada KPU Nabire, aslinya yang harus disampaikan ke KPU Nabire. Bukan aslinya Saudara kirim ke DPP Golkar, terus KPU diberi fotokopinya,” ujar Anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Papua Oni JJ Lebelauw, menanggapi penjelasan tersebut.

Menanggapi keterangan saksi, Komisioner KPU Nabire tetap tidak mengakui pernah menerima rekomendasi tersebut. Mereka baru tahu ada rekomendasi dari lampiran pengaduan yang disampaikan Pengadu ke DKPP.

“Tidak pernah kami mengetahui rekomendasi itu. Setiap surat masuk pasti tercatat di buku kami, dan rekomendasi itu tidak ada,” ujar Anggota KPU Nabire, Yusup Kobepa.

Pada sidang perdana Kamis (29/1) lalu, Ketua KPU Nabire, Petrus Rumere, juga memertanyakan surat rekomendasi tersebut. Menurutnya, ada keanehan ketika disebut surat rekomendasi perihal pengalihan suara dari Golkar ke Gerindra, tertanggal 9 April 2014. Karena pada tanggal tersebut baru dilaksanakan tahapan pemungutan suara. Sementara rekapitulasi di tingkat Kabupaten, baru dilaksanakan 17-24 April 2014.

“Selanjutnya untuk rekomendasi tertanggal 29 April 2014, materinya soal gugatan perselisihan suara. Itu sudah lewat dari tahapan penetapan hasil rekapitulasi tingkat kabupaten. Maka, mekanismenya harus melalui Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komedian itu Pun Dilarang ke Luar Negeri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler