Siapa sangka gitar produksi Sidoarjo, Jawa Timur, dinobatkan sebagai gitar terbaik dunia versi majalah terbitan Inggris, Guitar Planet, edisi akhir 2012. Semua itu tak lepas dari tangan dingin Doddy Hernanto, musisi dan produsen gitar tersebut.
ARISKI PRASETYO-PANJI ANGGARA, Sidoarjo
SUARA gergaji mesin yang tengah bekerja dan semburan remah kayu yang berhamburan mewarnai kesibukan sehari-hari pabrik gitar di kawasan Tambak Sawah, Waru, Sidoarjo. Bagai sebuah harmoni, kegiatan 150-an karyawan di sana sangat terstruktur dengan rapi.
Ada yang memotong kayu maple menjadi bagian-bagian tipis. Ada yang mengangkut dan memasukkan kayu impor dari Kanada tersebut ke mesin khusus untuk dicetak pada ukuran tertentu. Setelah itu, beberapa pekerja memasang senar.
Tahap akhir proses tersebut, 15 orang dengan sangat teliti bergantian melakukan tahap quality control (QC) terhadap gitar-gitar yang sudah setengah jadi itu. Suara yang dihasilkan dari alat musik petik tersebut mereka dengarkan dengan saksama. Khusus bagian terakhir itu langsung dikomando pria berbadan tegap yang akrab disapa Mr D. Siapa dia?
"D" adalah huruf awal namanya, Doddy Hernanto. Dia merupakan salah seorang owner yang menjadi roh perusahaan gitar bermerek Rick Hanes yang didirikan pada 2009 tersebut. "Julukan Mr D sebenarnya hanya diucapkan rekan-rekan saya satu band dulu. Tapi, karena simpel dan mudah dihafal, sekarang hampir semua orang mengenal saya bukan dengan nama Doddy, tapi Mr D," ungkap pria 52 tahun tersebut ketika ditemui Jawa Pos di kantornya, pekan lalu.
Saat itu, Doddy tengah asyik mencoba dan memainkan gitar Rick Hanes seri D"squirrel putih. Itu adalah seri khusus yang dikeluarkan pabrik gitar tersebut untuk dirinya.
Berbeda dari jenis gitar elektrik lainnya, gitar Rick Hanes tidak menggunakan efek untuk menghasilkan distorsi nada. Tapi, gitar itu menggunakan gadget untuk menghasilkan suara istimewa. Kebanyakan adalah gadget keluaran Apple. Inovasi itulah yang akhirnya mengantarkan gitar Sidoarjo tersebut mendapat tempat terhormat dalam panggung musik dunia.
Dalam event pemilihan Guitar of the World 2012 yang diadakan majalah Guitar Planet, Inggris, gitar Rick Hanes menyabet tiga gelar sekaligus. Yakni, juara pertama diraih Rick Hanes tipe Chris Bickley DR Pro, juara kedua Rick Hanes tipe Avenix, dan juara ketiga direbut Rick Hanes tipe DR Medium.
Tidak hanya itu, penghargaan Artist Signature Guitar of The Year 2012 diraih gitar Rick Hanes tipe Chris Bickley DR Pro. "Terus terang, saat diberi informasi itu by e-mail minggu lalu oleh pihak Guitar Planet, saya kaget bukan kepalang. Saking senangnya, mau pingsan rasanya," ungkap Doddy.
Pria yang menguasai delapan alat musik tersebut menjelaskan, kontes disain gitar itu diadakan setahun sekali. Untuk edisi 2012, terdapat 362 peserta dari seluruh dunia dengan berbagai brand. Di antaranya, gitar-gitar bermerek top seperti Ibanez, Gibson, Fender,"Yamaha, Ovation, dan Hofner. Doddy mengajukan tiga seri Rick Hanes untuk mengikuti kontes tersebut.
Penilaian menggunakan voting di situs milik majalah tersebut. "Yang membuat kami bangga, tiga seri gitar kami ternyata mendapat suara terbanyak. Gitar-gitar itu dinyatakan sebagai pemenang satu hingga tiga," ujar Mr D dengan wajah berseri-seri.
Doddy merintis usaha gitar sejak 2009. Awalnya, dia membentuk band bersama adik iparnya, Tommy Kaihatu, yang juga kolektor gitar. Mereka lalu memutuskan untuk memproduksi sendiri alat musik berdawai itu. Tidak mau sembarangan, Doddy yang sebelumnya berprofesi sebagai guru matematika SMA tersebut melakukan riset langsung ke Amerika Serikat dan Eropa.
"Saya memilih Amerika dan Eropa karena di sanalah kiblat musik dunia. Hampir seluruh pabrikan gitar tersohor berasal dari sana," ungkap ayah empat anak tersebut.
Riset berlangsung selama tiga tahun. Dia merasa mendapat banyak pelajaran berharga dari studinya itu. Mulai bahan baku sampai pemilihan nama merek. Juga, proses pembuatannya yang detail serta "sempurna".
Misalnya, agar gitar kuat dan tahan lama, Doddy mengaplikasikan carbon graphite pada bagian leher gitar. Jenis karbon itu merupakan bahan pembuat pesawat ulang alik NASA (badan antariksa Amerika Serikat). "Bahan jenis itu terkenal kuat namun sangat ringan," jelas pria yang dikenal piawai bermain gitar satu jari tersebut.
Begitu pula soal nama merek, Doddy mengikuti anjuran para produsen gitar di AS dan Eropa. Yakni, nama yang berbau internasional agar mampu menembus pasar global. Menurut pria kelahiran Mojokerto, 24 November 1963, tersebut, dunia musik sangat kental dengan SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).
"Bukannya kami tidak cinta dan bangga dengan Indonesia. Namun, kalau pakai nama Slamet, misalnya, gitar kami tidak akan laku di pasar Amerika," katanya lantas tertawa.
Setelah riset dirasa cukup, Doddy merumuskan kembali konsep gitar idamannya bersama sang adik, Tomy. Dari situ, tercetuslah nama brand produk kebanggaan mereka, yakni Rick Hanes. Nama itu berasal dari singkatan nama anak tunggal Tomy, Patrick Yohanes. "Ini bukan sekadar nama, tapi juga wujud kecintaan kami terhadap regenerasi gitar untuk kaum muda," tutur dia.
Untuk menjaga kualitas, kata Doddy yang hingga kini tetap berprofesi sebagai guru musik di SMA YPPI Surabaya, pabrik gitar biasanya menerapkan tiga hal penting dalam produknya. Yakni, play ability, sound character, dan estetika.
"Namun, bagi kami, itu belum cukup. Karena itu, kami menambahkan dua unsur yang tidak kalah penting. Yaitu, durability dan strength," ujarnya.
Begitu juga dalam teknologi, mereka ingin menjadi pionir sebagai produsen gitar canggih. Karena itu, Doddy selalu memberikan space dalam produknya untuk dihubungkan dengan teknologi terkini. Yang terbaru, mereka bekerja sama dengan Seymour Duncan, perusahaan pembuat teknologi gitar dan efek ternama asal AS.
Teknologi itu sudah dirasakan banyak gitaris andal Indonesia. Di antaranya, dewa gitar Indonesia I Wayan Balawan, Taras Bistara (gitaris TRIAD), Aji Broken Bone, Donny Suhendra, dan Irul Five Minutes.
"Yang cukup membanggakan, pabrik kami sempat dikunjungi dan dipuji Buddy Blaze, perancang gitar Jimmy Page dari Led Zeppelin," ungkapnya.
Doddy berharap masyarakat Indonesia mau mencintai produk negeri sendiri. Sebab, belum tentu produk dari negara maju lebih hebat dibanding karya anak bangsa. "Semoga anak-anak bangsa yang kreatif mampu membuat sesuatu yang hebat dan bermanfaat, sehingga membuat negara ini dikenal dengan berbagai hal positif," ujarnya. (*/c5/ari)
ARISKI PRASETYO-PANJI ANGGARA, Sidoarjo
SUARA gergaji mesin yang tengah bekerja dan semburan remah kayu yang berhamburan mewarnai kesibukan sehari-hari pabrik gitar di kawasan Tambak Sawah, Waru, Sidoarjo. Bagai sebuah harmoni, kegiatan 150-an karyawan di sana sangat terstruktur dengan rapi.
Ada yang memotong kayu maple menjadi bagian-bagian tipis. Ada yang mengangkut dan memasukkan kayu impor dari Kanada tersebut ke mesin khusus untuk dicetak pada ukuran tertentu. Setelah itu, beberapa pekerja memasang senar.
Tahap akhir proses tersebut, 15 orang dengan sangat teliti bergantian melakukan tahap quality control (QC) terhadap gitar-gitar yang sudah setengah jadi itu. Suara yang dihasilkan dari alat musik petik tersebut mereka dengarkan dengan saksama. Khusus bagian terakhir itu langsung dikomando pria berbadan tegap yang akrab disapa Mr D. Siapa dia?
"D" adalah huruf awal namanya, Doddy Hernanto. Dia merupakan salah seorang owner yang menjadi roh perusahaan gitar bermerek Rick Hanes yang didirikan pada 2009 tersebut. "Julukan Mr D sebenarnya hanya diucapkan rekan-rekan saya satu band dulu. Tapi, karena simpel dan mudah dihafal, sekarang hampir semua orang mengenal saya bukan dengan nama Doddy, tapi Mr D," ungkap pria 52 tahun tersebut ketika ditemui Jawa Pos di kantornya, pekan lalu.
Saat itu, Doddy tengah asyik mencoba dan memainkan gitar Rick Hanes seri D"squirrel putih. Itu adalah seri khusus yang dikeluarkan pabrik gitar tersebut untuk dirinya.
Berbeda dari jenis gitar elektrik lainnya, gitar Rick Hanes tidak menggunakan efek untuk menghasilkan distorsi nada. Tapi, gitar itu menggunakan gadget untuk menghasilkan suara istimewa. Kebanyakan adalah gadget keluaran Apple. Inovasi itulah yang akhirnya mengantarkan gitar Sidoarjo tersebut mendapat tempat terhormat dalam panggung musik dunia.
Dalam event pemilihan Guitar of the World 2012 yang diadakan majalah Guitar Planet, Inggris, gitar Rick Hanes menyabet tiga gelar sekaligus. Yakni, juara pertama diraih Rick Hanes tipe Chris Bickley DR Pro, juara kedua Rick Hanes tipe Avenix, dan juara ketiga direbut Rick Hanes tipe DR Medium.
Tidak hanya itu, penghargaan Artist Signature Guitar of The Year 2012 diraih gitar Rick Hanes tipe Chris Bickley DR Pro. "Terus terang, saat diberi informasi itu by e-mail minggu lalu oleh pihak Guitar Planet, saya kaget bukan kepalang. Saking senangnya, mau pingsan rasanya," ungkap Doddy.
Pria yang menguasai delapan alat musik tersebut menjelaskan, kontes disain gitar itu diadakan setahun sekali. Untuk edisi 2012, terdapat 362 peserta dari seluruh dunia dengan berbagai brand. Di antaranya, gitar-gitar bermerek top seperti Ibanez, Gibson, Fender,"Yamaha, Ovation, dan Hofner. Doddy mengajukan tiga seri Rick Hanes untuk mengikuti kontes tersebut.
Penilaian menggunakan voting di situs milik majalah tersebut. "Yang membuat kami bangga, tiga seri gitar kami ternyata mendapat suara terbanyak. Gitar-gitar itu dinyatakan sebagai pemenang satu hingga tiga," ujar Mr D dengan wajah berseri-seri.
Doddy merintis usaha gitar sejak 2009. Awalnya, dia membentuk band bersama adik iparnya, Tommy Kaihatu, yang juga kolektor gitar. Mereka lalu memutuskan untuk memproduksi sendiri alat musik berdawai itu. Tidak mau sembarangan, Doddy yang sebelumnya berprofesi sebagai guru matematika SMA tersebut melakukan riset langsung ke Amerika Serikat dan Eropa.
"Saya memilih Amerika dan Eropa karena di sanalah kiblat musik dunia. Hampir seluruh pabrikan gitar tersohor berasal dari sana," ungkap ayah empat anak tersebut.
Riset berlangsung selama tiga tahun. Dia merasa mendapat banyak pelajaran berharga dari studinya itu. Mulai bahan baku sampai pemilihan nama merek. Juga, proses pembuatannya yang detail serta "sempurna".
Misalnya, agar gitar kuat dan tahan lama, Doddy mengaplikasikan carbon graphite pada bagian leher gitar. Jenis karbon itu merupakan bahan pembuat pesawat ulang alik NASA (badan antariksa Amerika Serikat). "Bahan jenis itu terkenal kuat namun sangat ringan," jelas pria yang dikenal piawai bermain gitar satu jari tersebut.
Begitu pula soal nama merek, Doddy mengikuti anjuran para produsen gitar di AS dan Eropa. Yakni, nama yang berbau internasional agar mampu menembus pasar global. Menurut pria kelahiran Mojokerto, 24 November 1963, tersebut, dunia musik sangat kental dengan SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).
"Bukannya kami tidak cinta dan bangga dengan Indonesia. Namun, kalau pakai nama Slamet, misalnya, gitar kami tidak akan laku di pasar Amerika," katanya lantas tertawa.
Setelah riset dirasa cukup, Doddy merumuskan kembali konsep gitar idamannya bersama sang adik, Tomy. Dari situ, tercetuslah nama brand produk kebanggaan mereka, yakni Rick Hanes. Nama itu berasal dari singkatan nama anak tunggal Tomy, Patrick Yohanes. "Ini bukan sekadar nama, tapi juga wujud kecintaan kami terhadap regenerasi gitar untuk kaum muda," tutur dia.
Untuk menjaga kualitas, kata Doddy yang hingga kini tetap berprofesi sebagai guru musik di SMA YPPI Surabaya, pabrik gitar biasanya menerapkan tiga hal penting dalam produknya. Yakni, play ability, sound character, dan estetika.
"Namun, bagi kami, itu belum cukup. Karena itu, kami menambahkan dua unsur yang tidak kalah penting. Yaitu, durability dan strength," ujarnya.
Begitu juga dalam teknologi, mereka ingin menjadi pionir sebagai produsen gitar canggih. Karena itu, Doddy selalu memberikan space dalam produknya untuk dihubungkan dengan teknologi terkini. Yang terbaru, mereka bekerja sama dengan Seymour Duncan, perusahaan pembuat teknologi gitar dan efek ternama asal AS.
Teknologi itu sudah dirasakan banyak gitaris andal Indonesia. Di antaranya, dewa gitar Indonesia I Wayan Balawan, Taras Bistara (gitaris TRIAD), Aji Broken Bone, Donny Suhendra, dan Irul Five Minutes.
"Yang cukup membanggakan, pabrik kami sempat dikunjungi dan dipuji Buddy Blaze, perancang gitar Jimmy Page dari Led Zeppelin," ungkapnya.
Doddy berharap masyarakat Indonesia mau mencintai produk negeri sendiri. Sebab, belum tentu produk dari negara maju lebih hebat dibanding karya anak bangsa. "Semoga anak-anak bangsa yang kreatif mampu membuat sesuatu yang hebat dan bermanfaat, sehingga membuat negara ini dikenal dengan berbagai hal positif," ujarnya. (*/c5/ari)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Persiapan Para Peserta Lombok Audax Menghadapi Tantangan Gowes 300 Km
Redaktur : Tim Redaksi