Pelaku usaha Asiah (28), memberikan merk dagang miliknya yaitu “Dodol Nadia", mengaku kewalahan memenuhi tingginya permintaan konsumen yang memesan dodol khas Betawi buatannya. Perempuan yang merupakan generasi ketiga pembuat dodol turun temurun ini bahkan pesimistis dapat memenuhi semua pesanan yang datang padanya dari berbagai kalangan.
"Lonjakan permintaan dodol kali ini jauh di luar prediksi. Di awal Ramadan, saya hanya bersiap memproduksi 2.000 mangkok dodol. Namun ternyata permintaan justru lebih tinggi. Padahal, untuk lebaran tahun lalu saya produksi sebanyak 1800,” katanya kepada Radar Bekasi, kemarin.
Menurut ibu satu anak ini, jumlah tersebut sudah habis terjual sebelum Hari Raya Idul Fitri 1433 H. Bahkan, dirinya terkadang takut melayani pembeli atau calon pemudik yang datang ke tempat usahanya. Pasalanya, stok barang hasil usahanya sudah tidak ada.
“Saya tahun ini memproduksi sekitar 2000 untuk jenis mangkok, sedangkan 1000 untuk jenis gulungan. Keduanya terdapat rasa durian dan rasa vanilla. Tapi jumlah tersebut tidak cukup untuk melayani permintaan konsumen,” terangnya.
Asiah mengaku tidak memprediksi akan terjadi lonjakan permintaan karena harga dodol yang dibanderolnya tahun ini mengalami kenaikan. Dari semula Rp35 ribu menjadi Rp40 ribu permangkok dodol denga berat 1,2kg.
Kenaikan harga tidak dapat dihindarinya karena harga bahan baku merangkak naik. Bahkan harga gula merah yang merupakan salah satu bahan baku utama naik dua kali lipat. "Saya kira dengan kenaikan harga, pembeli akan berkurang. Ternyata malah bertambah. Dibanding tahun lalu, kenaikannya sekitar sepuluh persen," imbuhnya.
Lebih jauh kata dia, pembeli dodol buatannya itu kebanyakan adalah untuk oleh-oleh pulang kampong lebaran 2012. Dikatakan dia, para pembeli itu dari berbagai wilayah seperti Batam, Jawa, Bandung dan lainnya. “Mereka datang kemari, kadang pesan terlebih dahulu,” ujarnya yang mengaku takut memproduksi lebih banyak lagi dengan alasan biaya dan takut tidak laku.
Sementara itu. salah satu pelanggan, Titi (28), mengaku kenaikan harga memang tak mempengaruhi minatnya membeli dodol. Sebab sanak saudaranya amat menggemari dodol Betawi. "Saya beli enam mangkok untuk dibawa mudik ke Bandung. Tiap tahun memang pasti bawa oleh-oleh ini karena saudara saya sangat suka," ujarnya.
Menurut dia, dodol Betawi memang khas dan berbeda dengan dodol lainnya. Teksturnya lembut dan legit saat digigit. Rasa manisnya pas. Selain bisa dicamil langsung, dodol juga bisa diolah menjadi berbagai penganan lain selama kondisinya masih baik. (adi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Antara Porto dan Lisbon, Antara Benfica dan Fatima
Redaktur : Tim Redaksi