jpnn.com, JAKARTA - Pendidikan seks di usia dini kerap dinilai tabu dibicarakan oleh orang tua kepada anak sebelum mereka dewasa padahal pemahaman terkait hal tersebut sangat penting.
Pengenalan seksualitas pada anak diawali dengan mengenalkan organ reproduksi, bukan sekadar hubungan antara pria dan wanita.
BACA JUGA: Kepala BKKBN: Jangan Sampai Muncul Generasi Stunting di Indonesia
Hal itu dikemukakan Kepala BKKBN, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp. OG (K), Rabu (21/2) pada kegiatan Pertemuan Nasional Tim Kerja Bidang KBKR dalam rangka Penyelarasan Program dan Kegiatan KBKR.
Tema pertemuan nasional tersebut "Wujudkan Akselerasi Pencapaian Indikator Program Bangga Kencana Dalam Rangka Memenuhi Target RPJMN 2020-2024", diselenggarakan dari 20 hingga 23 Februari 2024.
BACA JUGA: Kepala BKKBN Usul Stunting Masuk Dalam Materi Debat Capres & PilkadaÂ
Menurut Dokter Hasto, pendidikan seks yang diberikan di usia dini anak bisa mencegah terjadinya kanker mulut rahim, kanker payudara, dan sebagainya.
"Ini karena bisa dicegah diawal ketika kita mengetahui bagaimana cara menjaga kesehatan reproduksi," tambah dokter Hasto.
BACA JUGA: BKKBN Percepat Pengadaan Barang dan Jasa 2024, dr Hasto Ingatkan Soal Transparansi
Menurut Dokter Hasto, sering masyarakat keliru tentang pengertian pendidikan reproduksi dan seksualitas bagi calon pengantin. Pengenalan itu dianggap hanya tentang pendidikan cara berhubungan seksual.
"Penting dipahami bersama bahwa pendidikan seksualitas bukan cara berhubungan seks semata, melainkan dalam arti positif yaitu membekali pengetahuan akan kesehatan reproduksi untuk mencegah agar masalah seksualitas tidak terjadi," imbuh Dokter Hasto.
Pada bagian lain arahannya, Dokter Hasto menyampaikan sejumlah data terkait capaian BKKBN di 2023, yang menunjukan hasil kinerja cukup baik. Hal ini terlihat dari realisasi Indikator Kinerja Utama (IKU) BKKBN 2022 dibandingkan 2023.
Capaian itu di antaranya penurunan unmet need KB dari 14,7% pada tahun 2022 menjadi 11,5% di tahun 2023; peningkatan mCPR dari 59,4% menjadi 60,4%.
Berikutnya, peningkatan PA MKJP dari 22,2% menjadi 23,6%; penurunan angka putus pakai pemakaiaan kontrasepsi dari 21,6% menjadi 20,3%; serta penurunan ASFR 15-19 tahun dari 22,8 kelahiran menjadi 19,7 kelahiran.
"Profil tahun 2022 ini, kita diselamatkan oleh adanya momentum-momentum seperti pelayanan KB sejuta akseptor, _World Contraception Day_ (WCD), pelayanan KB dalam rangka Hari Ibu," terang dokter Hasto.
Mencermati capaian program, Dokter Hasto mengatakan kegiatan pelayanan KB dengan memanfaatkan momentum ternyata meningkatkan kepesertaan KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) sekitar 10,05%.
"Jadi, ayolah KB momentumnya lebih kepada MKJP, ya," ujarnya.
Dokter Hasto juga menegaskan pentingnya KB. Dia mengatakan KB bukan semata-mata alat kontrasepsi. KB memiliki banyak program, seperti bagaimana persiapan nikah, bagaimana saat hamil, bagaimana mengatur jarak kehamilan, bagaimana membangun keluarga.
"Selain itu, KB juga mampu mencegah stunting," jelasnya.
Terkait KB MKJP, Dokter Hasto menyebut bahwa metode KB ini lebih baik karena kegagalannya lebih rendah. Sementara metode alami dan jangka pendek tingkat kegagalannya tinggi.
"Contohnya, kondom yang gampang bocor atau pil KB yang kebanyakan gagalnya, karena lupa minum, dan bisa hamil, apalagi tanpa kontrasepsi yang kemungkinan hamilnya paling tinggi," sebut dokter Hasto.
• Pelayanan KB
Sementara, Plt. Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR), BKKBN, Drs. Sukaryo Teguh Santoso, dalam pertemuan nasional itu berkesempatan melakukan tinjauan ke pelayanan KB di Klinik Bidan Delima, Ni Nengah Sukartini, di Denpasar, Bali.
Teguh didampingi Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, Sarles Brabar, SE, M.Si; Direktur Bina Pelayanan KB Wilayah Khusus BKKBN dr. Fajar Firdawati M.K.M; Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN, Marianus Mau Kuru, SE, MPH.
Dari peninjauan pelayanan KB yang berlangsung Rabu (21/2) itu, Sukaryo Teguh yang biasa disapa Teguh mengingatkan bahwa tugas dan fungsi Bidang KBKR di tingkat pusat tidak hanya merumuskan kebijakan, tetapi juga melaksanakan kebijakan bersama-sama dengan provinsi dan kabupaten/kota.
Dengan demikian, kebijakan yang dituangkan dalam bentuk Norma, Standar, Prosedur, Dan Kriteria (NSPK) harus mampu menjadi solusi bagi para pengelola program di daerah.
Diingatkan pula, pembinaan, bimbingan teknis dan fasilitasi harus terus dilakukan pusat dan provinsi dalam rangka meningkatkan kinerja utama Bidang KBKR. Terutama Modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR), unmet need, dan Peserta Aktif Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (PA MKJP).
Teguh menambahkan meskipun Age Specific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun telah tercapai di tahun 2023, namun masih banyak Pasangan Usia Subur (PUS) yang perlu mendapatkan pendampingan pengaturan jarak kehamilan, jumlah anak yang ideal dan sosialisasi 4Terlalu (Terlalu muda, Terlalu Tua, Terlalu dekat jarak kelahiran, dan Terlalu banyak anak) secara terus menerus.
Hal itu agar penurunan angka kematian ibu dan pencegahan terhadap kejadian stunting pada anak dapat sesuai dengan harapan di tahun 2024.
Teguh juga menyoroti soal keterbatasan SDM. Katanya, sebaiknya diantisipasi dengan strategi cerdas agar dapat mengoptimalkan seluruh kegiatan yang telah direncanakan di tahun 2024.
Tak lupa dia berpesan agar mitra kerja dan stakeholder terkait perlu dipetakan dengan baik. Ini agar mendorong pihak swasta dan mitra kerja lainnya berpartisipasi dalam pelaksanaan program- program KBKR dari berbagai aspek. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Natalia