Dokter Narkoba Divonis 3 Tahun Bui

Rabu, 31 Agustus 2016 – 09:38 WIB
Dokter Lapas Kelas I Surabaya di Porong Harryanto Budhy. Foto: JPG/Jawa Pos

jpnn.com - SURABAYA - Dokter Lapas Kelas I Surabaya di Porong Harryanto Budhy divonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya. PNS Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Jatim dihukum lantaran dianggap berjualan narkotika.

Sanksi pemecatan pun di depan mata. Dia langsung mengajukan banding. Vonis tersebut dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya kemarin. Ketua majelis hakim Arif Sosiawan menyatakan, warga Jemursari itu terbukti menyalahgunakan narkotika golongan tiga.

BACA JUGA: Polisi Gunakan Drone Cari Tahanan Kabur

''Perbuatan terdakwa terbukti melanggar pasal 124 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,'' ujarnya.

Dalam pertimbangannya, hakim mengungkapkan semua fakta yang terungkap dalam sidang. Salah satunya keterangan saksi yang menjadi pelanggan dokter Budhy.

Mereka mengaku bisa membeli narkotika golongan tiga bernama Suboxone secara bebas kepada terdakwa. Pembelian itu dilakukan dengan cara pelanggan menelepon terdakwa lebih dulu.

BACA JUGA: Perih! Istri Pergoki Suami Perkosa Putri Kandung di WC

 Jika di rumah, pelanggan diminta masuk dan menyebut jumlah yang diinginkan. Setelah membayar, pelanggan diberi Suboxone. Obat tersebut diserahkan tanpa melalui pemeriksaan maupun pembuatan resep dokter.

Jual beli narkotika itu tidak hanya dilakukan di rumah. Pelanggan juga pernah membelinya di halaman parkir mal. Transaksi itu terjadi karena saat ditelepon terdakwa berada di mal. Penyerahan narkotika tersebut juga tidak melalui pemeriksaan dan pemberian resep.

Berdasar keterangan saksi dan ahli, Suboxone diserahkan dalam rangka mengatasi ketergantungan narkotika. Langkah tersebut tidak bisa dilakukan sembarangan.

Sebelum menyerahkan narkotika, dokter harus melakukan pemeriksaan psikis. Setelah itu, dokter membuat dan melihat rekam medis. Dengan fakta tersebut, hakim menyimpulkan bahwa perbuatan terdakwa telah melanggar Undang-Undang Narkotika.

BACA JUGA: Ngeri! Dulu Pernah Tikam Intel, Sekarang Hajar Polisi

''Pemberian obat oleh terdakwa adalah jual beli. Bukan menjalankan tugas sebagai dokter kepada pasien. Tapi menjual narkotika kepada pembeli,'' katanya.

Hal itu dibuktikan dengan penyerahan uang dan diganti Suboxone. Hakim terang-terangan tidak sepakat dengan pembelaan yang diajukan terdakwa melalui penasihat hukumnya.

 Dalam pembelaan itu disebutkan bahwa perbuatan terdakwa masuk ranah undang-undang kedokteran. Karena itu, semua pembelaan terdakwa dikesampingkan.

Menurut hakim, hal yang meringankan, jasa terdakwa sebagai dokter masih dibutuhkan, bersikap sopan di persidangan, dan belum pernah dihukum. ''Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah yang sedang memberantas narkoba,'' ucap hakim.

Mendengar vonis tersebut, dokter Budhy hanya tertunduk. Dia meminta waktu agar bermusyawarah dengan tim pengacaranya. Setelah berbisik-bisik sekitar sepuluh detik, dia langsung menentukan keputusan.

''Saya banding, Pak,'' katanya.

Sementara itu, Rudy Sapoelete, kuasa hukum dokter Budhy, menjelaskan bahwa banding tersebut diajukan karena hakim sama sekali tidak mempertimbangkan pembelaannya. Menurut dia, dalam undang-undang, ada peraturan yang lebih khusus untuk dokter, tetapi tidak dihiraukan hakim.

Selain itu, tidak ada larangan dokter memberikan narkotika. ''Ini menjalankan tugas dia sebagai dokter sebagaimana diamanatkan undang-undang,'' jelasnya.

Pengacara yang juga seorang dokter itu menyatakan akan memasukkan semua pertimbangan hukumnya ke memori banding. (eko/c15/dos/flo/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mahasiswi Diperkosa, Dirampok, Ternyata Pelakunya...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler