JAKARTA – Sudah empat bulan era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) berjalan sejak ditetapkan awal Januari 2016. Semua sektor usaha harus bersiap diri menjalani era perdagangan bebas ini, tak terkecuali sektor keuangan dan pihak perbankan.
Untuk mengulas sejauh mana kesiapan dari sektor ini, digelar Simposium Nasional Keuangan dan Perbankan (SNKP) yang diadakan Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesia (STEI) selama dua hari, Kamis (28/4) dan Jumat (29/4).
Simposium ini menghadirkan sejumlah pembicara mulai dari Dr Budi Frensidy SE, M.Com dari Universitas Indonesia yang memaparkan Behavioral Finance, Johan Sulaemen Ph.D dari National University of Singapore Prof Rubi Ahmad dari Universiti Malaya.
BACA JUGA: Menteri Anies Serahkan Hasil Unas 2016 ke Panitia SNMPTN
Selian itu, Prof Wahyoe Sudarmono dari Univesitas Siswa Bangsa Indonesia yang membahas metodologi penelitian dalam bidang keuangan dan perbankan.
Ada diskusi panel yang membahas kesiapan sektor keuangan dan perbankan menghadapi pasar bebas masyarakat Ekonomi Asean dengan nara sumber yaitu Prof Ir Roy Sembel MBA Ph.D (IPMI-IBS), Dr Aviliani SE, MSi (ISEI), Maryono SE MM (BTN) yang dipandu moderator Tyasika Ananta SE MBA (BNI)
Hadir juga kalangan akademisi yang akan presentasi. Sebanyak 52 dari 60 paper dipaparkan penulis di depan 200 orang yang terdiri dari narasumber, presenter, peserta non-presenter, dosen dan mahasiswa.
Ketua STEI, Drs Ridwan Maronrong MSc mengatakan simposium ini akan menghasilkan banyak pemikiran-pemikiran di kalangan akademisi khususnya untuk memacu kontribusi industri jasa keuangan agar mampu bersaing menghadapi era Masyarat Ekonomi Asean (MEA).
“Sebab, di era perdagangan bebas Asean ini persaingan akan lebih terlihat dan cepat, termasuk di dunia perbankan,” ujarnya.
Dia berharap dari hasil simposium ini akan memberikan sumbangan pemikiran, mengembangkan ilmu dan praktik dalam bidang keuangan dan perbankan berbasis riset, serta mengasah kemampuan para akademisi, mahasiswa, dan praktisi dalam melakukan riset dengan kajian secara kritis.
Ridwan mengatakan, kalangan kampus fokus melakukan riset dan penelitian di bidang keuangan dan perbankan. Agar nantinya bisa menghasilkan salah satu masukan bagi pengambil kebijakan di kedua sector tersebut.
BACA JUGA: Menristek Janji Mencari Solusi, Tunggu Saja
“Kita fokus pada riset. Bagaimana dosen akademisi di berbagi Perguruan tinggi lebih fokus dalam bidang penelitian di bidang keuangan dan perbankan. Agar lahir masukan baru bagi prngambilan kebijakan bagi keuangan perbankan,” terangnya.
Dia katakana, hasil simposium ini diharapkan bisa dipublikasikan ke jurnal nasional dan internasional. Terlebih lagi Kemenristekdikti kini terus memacu penelitian dan publikasi para akademisi di Indonesia.
BACA JUGA: DPR: Jangan Mengorbankan Mahasiswa
Untuk bidang hasil penelitian, Indonesia menduduki peringkat 4 diantara Negara-negara ASEAN. Singapura berhasil membuat 27 ribu penelitian, Malaysia 28 ribu, sedangkan Indonesia hanya di bawah 20 ribu penelitian yang sudah dipublikaasi dalam jurnal Internasional.
“Kita kalah dari negara Singapura, Thailand, Filipina dan Malaysia. Padahal jumlah profesor kita lebih banyak,”
keluhnya.
Hal tersebut disebabkan karena animo dosen dan akademisi yang kurang dalam menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi di sektor penelitian. Padahal jumlah sumber daya manusia di tanah air mencapai 28 ribu orang.
“Kita ingin berkolaborasi dengan perguruan tinggi. Setiap tahun kita akan lakukan secara berkesinambungan. Diharapkan muncul hasil penelitian keuangan dan perbankan dan kontribusi di sektor itu. Kita minta dukungan asosiasi,” kata Ridwan
STEI sendiri mendorong setiap dosen untuk melakukan penelitian dan publikasi. Tidak tanggung-tanggung Rp 1 miliar disiapkan hanya untuk riset dan mengejar ketertinggalan tersebut. (rl/sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Salurkan Dana KIP, Kemdikbud Gandeng 2 Bank Pelat Merah
Redaktur : Tim Redaksi