Dorong Parpol Usung Calon Kada Antikorupsi

Kamis, 25 Juli 2013 – 21:31 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Partai politik yang tetap mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi maupun keluarganya dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) dinilai  tidak memedulikan akal sehat masyarakat. Sebab, langkah itu dianggap tak pantas dan mengabaikan norma di masyarakat.

“Seperti tak ada calon lain saja. Mencalonkan dan dicalonkan itu memang hak semua orang karena ada aturan yang menjaminnya. Tapi menghormati nilai-nilai norma yang ada di tengah masyarakat juga perlu demi keberlangsungan demokrasi yang tengah berkembang di tanah air. Karena itu fatsoen politik harus dipegang teguh partai. Jadi kurang pantaslah bila eks napi atau keluarga langsung napi korupsi dicalonkan,” ujar Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin di Jakarta, Kamis (25/7).

BACA JUGA: KPK Bidik Aktor di Belakang Mario-Djodi

Salah satu contoh nyata parpol yang mengusung keluarga mantan napi korupsi ada di Pemilukada Sumatera Selatan. Istri mantan Gubernur Sumsel Syahrial Oesman, Mapphilinda, maju sebagai calon wakil gubernur mendampingi Herman Deru yang juga Bupati Ogan Kumering Ulu. Syahrial adalah mantan napi korupsi proyek alih fungsi hutan lindung di Sumsel.

Menurut Said, kondisi ini memerlihatkan parpol terkesan asal-asalan dalam merekrut calon. Menurutnya, hal itu juga memerlihatkan pengambilan keputusan di parpol bersifat elitis karena ditentukan segelintir elit partai sementara suara dan persepsi publik diabaikan.

BACA JUGA: Dapat Penghargaan, Priyo Sanjung KPK

“Padahal dalam demokrasi sangat penting tidak sekadar bicara prosedural. Tapi nilai-nilai norma atau fatsoen masyarakat harus dikedepankan. Mencalonkan keluarga napi selain tak menghiraukan fatsoen, juga mengisyaratkan partai kurang berkomitmen dalam memberantas korupsi,” katanya.

Demi perbaikan sistem demokrasi di Indoesia, Said mendorong pemerintah dan DPR melakukan perbaikan regulasi Pilkada yang ada. Terutama perlu adanya pembatasan terhadap hal-hal yang bisa merusak proses konsolidasi demokrasi.

BACA JUGA: Dituduh Terima Rp 3 Miliar, Ketua KPU Jatim Memaafkan

“Bila di satu daerah masyarakat permisif terhadap calon yang pernah terlibat korupsi, jelas partai mesti bertanggungjawab. Karena salah satu fungsi partai adalah melakukan pendidikan politik. Termasuk salah satunya membangun semangat antikorupsi," ujarnya.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menpan Setuju Polri dan Kejagung Lelang Jabatan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler