jpnn.com, JAKARTA - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengharapkan APBN 2021 menjadi stimulus yang lebih produktif, efektif dan efisien guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi untuk kesejahteraan dan perbaikan neraca keuangan pemerintah.
Menurut Said, upaya pemerintah dalam menjalankan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) merupakan momentum tepat untuk melakukan reformasi sektoral dan fiskal.
BACA JUGA: Rapat Paripurna Tentang RAPBN 2021 Hanya Dihadiri 217 Anggota DPR
"Oleh sebab itu, penyusunan APBN 2021 akan sangat tergantung dari keberhasilan pelaksanaan penanganan Covid-19 dan PEN yang sedang dijalankan pemerintah," kata Said saat menyampaikan pengantar dalam rapat kerja Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2021 dan RKP 2021 dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Kamis (18/6).
Said menjelaskan, program penanganan Covid-19 dan PEN diperkirakan membutuhkan biaya Rp 905,10 triliun. Perinciannya adalah pembiayaan yang bersifat barang-barang publik Rp 397,56 triliun (terdiri dari kesehatan Rp 87,55 triliun, perlindungan sosial Rp 203,90 triliun, serta sektor kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp 106,54 triliun).
BACA JUGA: Puan Maharani: RAPBN 2021 Jadi Fondasi untuk Menggerakkan Ekonomi di Masa Pandemi
Kemudian pembiayaan yang bersifat barang non-publik sebesar Rp 507,54 triliun. Perinciannya adalah insentif dunia usaha sebesar Rp 179,48 triliun, UMKM Rp 123,46 triliun dan korporasi Rp 37,07 triliun.
Dengan melihat kebutuhan pendanaan yang besar untuk biaya penanganan Covid-19 dan program PEN, Said mengharapkan pemerintah dan BI bersepakat dan berbagi beban dalam pembiayaan yang bersifat barang publik dan nonpublik.
BACA JUGA: Gerindra: Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dalam RAPBN 2021 Dapat Jadi Bumerang
Untuk pembiayaan yang bersifat barang publik, pemerintah dan BI bisa menggunakan pola atau skema dalam bentuk beban yang ditanggung bersama. "Di mana ditetapkan beban pemerintah nol persen dan BI seratus persen," jelasnya.
Untuk pembiayaan yang bersifat barang nonpublik, pemerintah dan BI bisa menggunakan pola atau skema dalam bentuk beban yang ditanggung bersama. "Di mana ditetapkan beban pemerintah 50 persen dan BI 50 persen dengan suku bunga khusus," katanya.(boy/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Boy