Dorong Revisi UU Migas Segera Tuntas

FPDIP Khawatirkan Payung Hukum SKK Migas

Rabu, 30 Januari 2013 – 01:02 WIB
JAKARTA - Pembatalan sejumlah ketentuan di UU Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (Migas) oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dinilai telah memunculkan ketidakpastian, terutama terkait dasar pembentukan Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai pengganti BP Migas. Karenanya Fraksi PDIP DPR mendorong revisi UU Migas bisa segera dituntaskan.

Ketua DPP Bidang Energi PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto menyatakan, sektor hulu migas di Indonesia saat ini tengah mengalami darurat konstitusi. "Dengan dibubarkannya BP Migas, lantas KK Migas itu legal standingnya apa?" kata Bambang dalam diskusi bertajuk "Minyak dan Gas Bumi untuk Sebesar-besarnya Kemakmuran Rakyat" di Gedung DPR, Selasa, (29/1).

Anggota Komisi VII DPR yang membidangi energi itu mengatakan, semua kontrak migas ditandatangani atas nama BP Migas. Sementara kini, seluruh kontrak migas ditangani oleh SKK Migas yang hanya dibentuk dengan Peraturan Presiden.

Bambang mengatakan, telah terjadi ketidakpastian payung hukum bisnis migas dengan adanya pengalihan penanganan kontrak ke SKK Migas pascapembubaran BP Migas oleh MK. "Ini membahayakan dan menimbulkan kegelisahan. Bahkan investasi bidang migas bisa berhenti karena tidak ada ketidakpastian hukum, maka hal ini harus segera diselesaikan dengan revisi UU Migas," papar Sekretaris FPDIP DPR itu.

Ditambahkannya, sektor migas sudah menjadi tulang punggung pembangunan. "Jadi, FPDIP berharap ada tata kelola yang baik di sektor migas," tegasnya.

Dalam diskusi itu hadir pula pakar hukum perjanjian internasional, Hikmahanto Juwana. Menurutnya, revisi UU Migas menjadi satu-satunya jalan untuk membuat payung hukum bagi SKK Migas. Sebab, pembubaran BP Migas telah membuat pemerintan kerepotan sehingga terpaksa membentuk SKK Migas yang bukan atas dasar undang-undang.

"Satu-satunya jalan adalah harus diatur dalam Undang-undang. Apakah merevisi UU yang mengatur BP Migas dengan memasukkan pasal tambahan, atau menyusun UU baru yang mengatur pengganti BP Migas," cetusnya.

Sedangkan pengamat dari Indonesia Center for Green Economy, Darmawan Prasodjo mengungkapkan, ada kesalahan sistemik dalam tata kelola migas di Indonesia. Menurutnya, antara pembuat kebijakan, regulator dan pihak komersil tidak seiring sejalan. "Padahal kesuksesan sebuah negara dalam sistem tata kelola migas itu bila ketiga fungsi berjalan dengan baik dan mendapatkan dukungan dari pemerintah," ulasnya. (ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Backup ASDP yang Dituding Kurpsi Pengadaan Kapal

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler