jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Ujang Komarudin menilai, kepolisian harus menggunakan cara-cara humanis dalam menghadapi aksi unjuk rasa, seperti aksi mahasiswa dan pelajar di sejumlah daerah sepanjang Selasa (24/9) hingga Rabu (25/9).
"Tak boleh polisi bersikap arogan dan brutal. Tetapi memang kedua belah pihak harus saling menjaga," ujar Ujang kepada jpnn.com, Kamis (26/9).
BACA JUGA: Demonstran Tembus Kawat Berduri dan Panjat Pagar DPR demi Lakukan Ini
Menurut dosen di Universitas Al Azhar Indonesia ini, setiap aparat kepolisian harus benar-benar paham, tugas mereka mengamankan jalannya demonstrasi. Sementara peserta aksi penting menyadari pentingnya berdemonstrasi dengan tertib.
"Tetapi sepertinya penanganan demonstrasi kemarin sudah berlebihan, sehingga mengakibatkan banyak korban yang terluka," ucapnya.
BACA JUGA: Demonstran Lempar Bom Bensin dan Bebatuan di Gedung Parlemen
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini kemudian menyarankan Polri segera melakukan evaluasi, agar kasus yang sama tak lagi terjadi dalam penanganan aksi unjuk rasa di masa mendatang.
"Harus sesuai SOP yang berlaku. Jika sudah keluar jalur SOP dan mengakibatkan banyak korban luka, maka evaluasi perlu dilakukan oleh pihak kepolisian. Polisi yang profesional dan bekerja sesuai SOP tak akan bertindak semena-mena," ucapnya.
Ujang juga menegaskan, tidak satu hal pun yang dapat membenarkan aparat memukuli peserta aksi unjuk rasa.
"Parpol perlu mengingatkan kepolisian agar bekerja sesuai aturan. Tidak memukul para demonstran. Lebih bijak dan humanis dalam menghadapi situasi yang panas sekalipun. Ingat, polisi tugasnya melindungi dan mengayomi masyarakat, bukan sebaliknya," pungkas Ujang. (gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang