Asnar, dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) FKIP Unmul ini menyebut, program gelar S1 itu dimana guru-guru di berbagai daerah diprogramkan kuliah dengan sistem kelas kualifikasi
BACA JUGA: Pancasila Pelajaran Wajib di Perguruan Tinggi
Dosen FKIP berkesempatan mengajar di daerah-daerah tertentu.Menurutnya, kerjasama FKIP dan Disdik tidak jelas
BACA JUGA: Siapkan Aturan Menghormati Bendera
Indikasi penyimpangan, kata dia, terlihat dari uang transportasi yang berbeda untuk setiap sistem kredit semester (SKS)
BACA JUGA: Lumrah jika SD-SMP Gratis
"Itu kebijakan yang ngawurKalau beda SKS beda honor ngajar, baru betul," jelas Asnar.
Dikabarkan, uang transportasi ke Malinau sebesar Rp 18 juta, Tenggarong Rp 1,2 juta, Kembang Janggut Rp 3 juta, dan Tabang Rp 3,5
"Pembayaran transpor dilakukan kontanAnehnya tanda tangan di kwitansi bukan Surat Perintah Perjalanan Dinas atau SPPD," ungkapnya
Kadang, lanjut dia, kuitansi tersebut kosongMau tak mau dia juga tanda tanganTak mungkin mengajar tanpa uang transportasi
Malinau, ujar dia, menjadi daerah yang diperebutkan untuk mengajarMelihat uang transportasi yang ditawarkan sangat besar dan yang mengajar hanya dosen-dosen yang masuk dalam anggota senat saja
"Bahkan ada dosen yang bukan bidangnya mengajar di sana (Malinua, Red) karena dia senat," ungkapnyaSeperti, dosen Bahasa Inggris FKIP yang mengajar Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).
Pria berjenggot dan berkumis ini mengaku mendapat jadwal mengajarDengan jadwal mengajar antara 3 hingga 6 bulan sekaliSedangkan honor mengajar Rp 1,6 juta per kelasJumlah SKS-nya pun, tidak sampai puluhan SKS
"Saya ngajar di Grogot dan Tabang," paparnya.
Anehnya, kata Asnar, ada dosen yang mengajar sampai 30 SKS lebih"Bayangkan, berapa kelas yang diajar dengan mahasiswa yang tersebar di beberapa daerah," ungkapnya
Padahal, tambah dia, satu dosen idealnya mengajar 12 SKS sajaDengan begitu, dia menduga, ada kelas yang hanya didatangi, diminta paraf hadir, lalu dosen itu terbang lagi ke daerah lain"Ini sumber daya manusia plastik namanya, dipaksakan sarjananya," lontarnya
Selain itu, jelas Asnar, mahasiswa murni justru terbengkalaiHanya diajar sekali atau dua kali pertemuan saja"Saya pernah ditawari seperti itu dengan mahasiswa kualifikasi," katanyaTapi, Asnar menolak, justru menambah jam belajar untuk memenuhi kebutuhan mahasiswanya
"Kalau mahasiswa murni tahu, bisa demo mereka ini," katanya.
Menurut pengamatannya, dosen yang mendapat jatah banyak SKS ini adalah dosen yang masuk dalam pengurusan senat FKIP saja"Yang mengajar kelompok lingkaran setan saja, seperti monopoli," bebernya
Bahkan dosen yang terbilang baru, sudah mengajar puluhan SKSSedangkan dia sudah dua puluh tahun mengajar tak seperti itu
Dengan jumlah kelas sebanyak itu, satu orang dosen bisa menerima hingga Rp 100 juta lebihIni dilihatnya saat tanda tangan SPPD mengambil honor mengajar
Asnar mengatakan, dugaan ini banyak dikeluhkan teman-teman lainnyaTapi hanya sebatas mengomel sana-sini tanpa berani mengungkapkan
Dimulai sejak tahun 2006, Asnar mengaku sempat tidak diberi jadwal mengajar"Tahun 2010 saya tidak dikasih jadwal mengajar," ucapnya
Seiring waktu berjalan, dia melihat perubahan hebat dosen-dosen itu"Dari naik motor cepat punya mobilTernyata makan hak orang," cetusnya.
Asnar mengaku sudah dua kali meminta penjelasan dari senat sekaligus Dekan FKIP, Ichrar Asbar
"Jawabannya tak transparan dan menyikapinya tidak bijak," ungkapnya tanpa menyebut pasti kalimat yang dilontarkan Dekan FKIP.
Tidak puas dengan jawaban Dekan FKIP, Asnar mengaku telah dua kali berkomunikasi dengan Pembantu Rektor (PR) IV Sukisno.
Menurutnya, Sukisno mengaku tak menerima laporan tentang kerjasama itu"Saya juga akan mempertanyakan langsung ke rektorDalam waktu dekat saya akan ke Jakarta, melaporkan ini ke Dirjen Dikti (Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi)," tegasnya.
Sementara itu, dikonfirmasi soal ini, Sukisno belum mau bicara panjangDia menyebut bahwa masalah itu adalah masalah internal FKIP"Sebaiknya diselesaikan secara kekeluargaan dulu," jelasnya(*/her/ha)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Disclaimer Bukan Penyebab Turunnya Anggaran Kemdiknas Tahun 2012
Redaktur : Tim Redaksi