jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Ruhut Sitompul mengingatkan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun yang melaporkan Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep ke KPK.
Menurut Ruhut, Ubedilah harus menanggung konsekuensi apabila tidak mempunyai bukti kuat terkait laporan tersebut.
BACA JUGA: Gibran dan Kaesang Dilaporkan ke KPK, Arief Poyuono Bereaksi, Simak
“Ubedilah bisa dipidana jika tidak mempunyai bukti yang kuat,” ujar Ruhut Sitompul, Rabu (12/1/2022).
Ruhut menilai Ubedilah tidak paham hukum pidana dalam melaporkan kedua anak Presiden Joko Widodo itu ke KPK.
BACA JUGA: Dosen UNJ Laporkan Gibran dan Kaesang ke KPK, Ruhut: Jangan Mencari Popularitas Murahan
"Kalau paham hukum pidana, berani enggak sembarang melaporkan orang, apalagi dia sudah bilang 'saya enggak punya bukti, susah cari bukti','" ujar Ruhut.
Ketua Umum DPP Forum Relawan Demokrasi (FOREDER) Aidil Fitri juga merespons laporan Ubedilah Badrun.
BACA JUGA: TNI AL & Pemprov Jatim Merenovasi 132 Rumah Warga di Pesisir, Bupati Lamongan Merespons
Aidil menganggap langkah Ubedilah Badrun ingin membunuh karakter Gibran dan Kaesang.
Menurut Aidil, laporan tersebut sangat tendensius serta tidak berdasar kareba hanya menghubung-hubungkan tanpa bukti-bukti yang kuat.
“Bagi saya ini jelas motifnya politik karena Ubaedilah adalah simpatisan PKS dan PKS selama ini selalu berseberangan dengan Jokowi,” kata Aidil, Rabu (12/1/2022).
Menurut dia, perbuatan itu sangat tidak elok dan penuh kebencian pada keluarga Jokowi.
Aidil menuding apa yang dilakukan Ubeidillah adalah sekadar manuver agar dikenal namun dengan cara membunuh karakter kedua putra Jokowi tersebut.
Dia menilai ada kekuatan tertentu yang ingin menjatuhkan Jokowi dengan cara yang tidak sportif.
Sebelumnya, Ubedilah melaporkan Gibran dan Kaesang ke KPK, Senin (10/1) perihal tipikor dan atau TPPU berkaitan dengan dugaan KKN relasi bisnis anak presiden dengan grup bisnis yang diduga terlibat pembakaran hutan.
Ubedilah Badrun mengatakan kejadian tersebut bermula pada 2015 ketika ada perusahaan PT SM yang menjadi tersangka pembakaran hutan dan sudah dituntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) senilai Rp 7,9 triliun.
Namun, dalam perkembangannya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan senilai Rp 78 miliar.
"Itu terjadi pada bulan Februari 2019 setelah anak presiden membuat perusahaan gabungan dengan anak petinggi perusahaan PT SM," katanya.
Dia mengatakan dugaan KKN tersebut terjadi terkait adanya suntikan dana penyertaan modal dari perusahaan ventura.
"Itu dugaan KKN yang sangat jelas saya kira yang bisa dibaca oleh publik karena tidak mungkin perusahaan baru anak presiden mendapat suntikan dana penyertaan modal dari sebuah perusahaan ventura yang juga itu dengan PT SM dua kali diberikan kucuran dana, angkanya kurang lebih Rp 99,3 miliar dalam waktu yang dekat," katanya.
Pada saat itu, kata dia, anak presiden membeli saham di perusahaan tersebut dengan angka Rp 92 miliar.
"Itu bagi kami tanda tanya besar. Apakah seorang anak muda yang baru mendirikan perusahaan dengan mudah mendapatkan penyertaan modal dengan angka cukup fantastis kalau dia bukan anak presiden," pungkas Ubediah Badrun.(cr1/fri/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Friederich