JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengusulkan perlunya pembentukan panitia khusus (pansus) agraria. Usulan itu disampaikan oleh sejumlah anggota DPD saat membacakan laporan reses daerahnya masing-masing.
"Terkait konflik agraria, pemerintah pusat sepertinya menyerahkan masalah agraria ke pemerintah daerah. Ini tanda-tanda akan lebih buruk lagi kondisinya, karena itu harus segera dibentuk pansus konflik agraria, karena tidak hanya terjadi di Lampung saja,” tegas senator asal Lampung, Anang Prihantoro, dalam Sidang Paripurna DPD, di komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (12/01). Sidang dipimpin Ketua DPD, Irman Gusman.
Selain konflik agraria di Lampung, juga mengapung masalah pertambangan di Bima, NTB, khususnya di Kecamatan Sape, sebagaimana yang diungkap oleh Farouk Muhammad -senator dari Provinsi NTB.
Dikatakan Farouk, dalam konflik di kecamatan Sape, DPD telah melakukan langkah konkret yaitu meninjau langsung dan telah mengadakan rapat kerja bersama Bupati, DPRD dan Kapolres Bima serta Kementerian ESDM pada tanggal 27 Desember 2011.
”Dalam hal pencabutan SK Bupati Nomor 188, kita sedang mencari formulanya, karena sulit merealisasikan aspirasi masyarakat yang mendesak untuk mencabutnya,” kata Farouk.
Daerah yang dilaporkan mengalami konflik agraria lainnya adalah di Provinsi Sulawesi Utara. Marhani Victor Poly Pua (Anggota DPD RI dari Provinsi Sulawesi Utara) menduga bahwa ada mafia pertanahan. ”Jadi perlu ada pengawasan pertanahan dari DPD”, kata Marhany.
Masalah yang sama juga terjadi di Sumatera Utara, seperti yang diungkapkan Darmayanti Lubis -anggota DPD RI dari Provinsi Sumatera Utara. Ia menyebutkan bahwa masalah pertanahan di Sumatera Utara merupakan kasus terbesar, yaitu 20 kasus agraria di 5 kabupaten.
"Pihak keamanan dianggap tidak netral karena berpihak pada pemodal, sehingga terjadi perpecahan warga. Untuk menangani masalah tersebut, Gubernur Sumatera Utara telah membentuk panitia pertanahan, namun diduga ada keterlibatan mafia tanah. Perlu dibentuk pansus agraria dan juga melakukan reformasi agraria,” usul Darmayanti.
Sementara, dalam pidatonya Ketua DPD RI Irman Gusman menegaskan konflik sumberdaya alam dan agraria yang melibatkan perusahaan dan masyarakat tidak hanya terkait dengan aspek hukum di bidang pertambangan dan lahan.
”Konflik juga muncul akibat ketidakpuasan masyarakat terhadap tanggungjawab perusahaan dalam mengembangkan masyarakat dan menjaga kelestarian lingkungan”, tegas Irman Gusman.
Menurut Irman Gusman, perlu adanya perhatian agar konflik seperti di Bima tidak meluas. ”DPD RI harus segera mendorong pemerintah mengkaji ulang kontrak karya pengelolaan tambang,” tegasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mendagri Berharap Ada Payung Hukum Jelas
Redaktur : Tim Redaksi