DPD Perlu Desak DPR Ubah Model DIM

Kamis, 28 Maret 2013 – 20:35 WIB
JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) disarankan untuk mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah untuk segera mengganti model Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) saat membahas Rancangan Undang-Undang (RUU).

Menurut Direktur Advokasi Lembaga Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, desakan perlu sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstiitusi (MK) terhadap permohonan judicial review DPD atas Undang-Undang (UU) MD3 dan UU Nomor 12 Tahun 2011.

Dalam putusan disebutkan, DPD berwenang ikut serta mengajukan dan membahas RUU terkait daerah. Namun pada praktiknya, selama ini saat membahas DIM, pemerintah dan DPR tidak pernah melibatkan DPD. Padahal pada proses tersebut, sudah masuk tahapan pengambilan keputusan.

Diantaranya kesepakatan terhadap substansi batang tubuh RUU dan kesepakatan melanjutkan pembahasan draf  RUU pada level berikutnya, yaitu tingkat Panitia Kerja dan Tim Perumus.

"Jadi tidak heran jika selama ini DPR tidak mengikutsertakan DPD. Karena saat membahas DIM RUU, tanpa sadar ada proses mengambil keputusan. Padahal seharusnya jika ketat pada konsep 'ikut membahas' maka penggunaan DIM diarahkan sebagai instrumen untuk membahas RUU, bukan mengambil keputusan," katanya di Jakarta, Kamis (28/3).

Karena itu Ronald menilai, penggunaan DIM seperti yang selama ini dianut, tidak kondusif bagi DPD untuk mengimplementasikan frase 'ikut membahas'. "Jadi DPD harus mendesak DPR dan pemerintah agar mengganti DIM dan berinovasi menciptakan metode baru,". ujarnya.

Sebagai masukan, Ronald mengusulkan DIM diganti pola pemilihan dan pengelompokan (klasterisasi) isu, seperti yang pernah dipraktikkan Panitia Khusus (Pansus) RUU MD3 (DPR, DPRD dan DPD). Atau juga seperti yang pernah dilakukan Komisi X DPR saat membahas RUU Kepemudaan dan RUU Perfilman.

"Selain menghindari hal-hal teknis (sebagai kekurangan DIM), metode ini berpotensi memperlebar ruang aktualisasi DPD," nilainya.

Sebagaimana diberitakan, Rabu (27/3), MK mengabulkan sebagian permohonan DPD. Disebutkan, DPD juga memiliki hak menyusun program legislasi nasional (Prolegnas). Sebab kedudukan DPD setara dengan Presiden dan DPR.

DPD bisa mengajukan RUU dan tidak boleh dibedakan dengan wewenang presiden dan DPR. Namun DPD hanya memiliki wewenang mengajukan RUU terkait daerah.

Baik itu menyangkut  otonomi, perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, hubungan pemerintah pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, serta pengelolaan sumber daya alam.(gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Belum Berminat Periksa Andi dan Anas

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler