DPD Pilih Hindari Konflik dengan DPR

Gugatan ke MK jadi Cara Singkat Perkuat Kewenangan

Sabtu, 03 November 2012 – 03:03 WIB
KUTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) berharap uji materi atas Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD bisa menjadi jalan singkat bagi lembaga tempat berkumpulnya para senator itu untuk memerkuat kewenangan. Sebab, DPD menganggap upaya-upaya selama ini untuk memerkuat sistem bikameral sebagaimana amanah konstitusi sudah berkali-kali kandas.

Wakil Ketua DPD, La Ode Ida menyatakan, upaya judicial review itu memang menjadi pilihan terakhir. "Ini alternatif yang bisa kita lalukan. Karena upaya lain sudah dilakukan, termasuk amandemen selalu kandas," ucap La Ode dalam rapat kerja litigasi dalam rangka penguatan sistem bikameral di Kuta, Bali, Jumat (2/11).

Wakil Ketua DPR GKR Hemas yang juga hadir dalam acara itu menambahkan, upaya yang dilakukan DPD dengan mengajukan uji materi UU MD3 ke MK bukan karena DPD yang dipilih langsung oleh rakyat hanya berorientasi kekuasaan semata. "Tapi ini demi  menata kenegaraan agar lebih baik. Karena DPR tak mau lagi diajak bicara soal ketatanegaraan ini," ucap permaisuri Raja Yogyakarta itu.

Sedangkan anggota DPD dari Maluku, Jhon Pieris menyoroti hegemoni legislasi DPR selama ini yang mengerdilkan peran DPD. Padahal, lanjut Jhon, DPD juga merupakan salah satu lembaga negara yang berfungsi menyerap aspirasi dalam rangka pembentukan undang-undang (legislasi).

"Pintu aspirasi harus dibuka. Jadi harus ada kontrahegemoni yang menetapkan bikameral secara tegas," kata guru besar hukum tata negara di Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu.

Pengajar tamu di Universitas Pattimura Ambon itu juga mengatakan, DPD sebenarnya sudah cukup lama menahan diri untuk bertindak frontal demi memerkuat kewenangannya. Karenanya melalui judicial review itu, sambung Jhon, maka DPD berharap konflik antarlembaga bisa terhindarkan.

Sementara anggota DPD lainnya, Intsiawati Ayus, memersoalkan anggapan yang menyebut kiprah para senator itu tak sebanyak yang dilakukan DPR. Anggota DPD asal Riau itu menegaskan, selama ini kewenangan DPD memang tak sebesar DPD.

"Tapi DPD sering ditanya apa yang sudah diperbuat. Kenapa tidak ditanyakan apa yang sudah dibuat DPR dengan kewenangan mereka yang sebesar itu?" ucapnya.

Dalam kesempatan sama, pemerhati tata negara Refly Harun membeberkan, ada beberapa gugatan yang diajukan DPD ke MK. Pertama, DPD harus dilibatkan dalam penyusunan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di DPR.

Kedua, RUU usulan DPD harus diperlakukan sama dengan RUU usulan pemerintah. "Karena di UU MD3 hanya disebut bahwa DPD bisa mengajukan tapi tidak diikutkan dalam pembahasan ataupun persetujuan atas RUU," kata Refly

Ketiga, setiap RUU yang menyangkut daerah perlu dibahas secara tripartit. Yakni melibatkan langsung DPR, pemerintah dan DPD.  "DPD minta agar dilibatkan dalam setiap tahapan pembahasan setiap RUU yang menyangkut daerah," sebutnya.

Selain itu, DPD juga ingin dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk memberikan persetujuan atas sebuah RUU. "Jadi tidak menjadikan DPD seolah-olah sebagai fraksi di DPR," lanjutnya.

Refly yang kini memimpin lembaga Constitutional and Electoral Reform Center (CORRECT) itu mengatakan, jika DPD tak dilibatkan dalam proses persetujuan atas sebuah RUU maka hal itu sama saja fungsi legislasi para senator itu sudah tak ada lagi. "Jadi jangan sampai keberadaan DPD malah mubazir," pungkasnya.(fas/ara/awa/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... DKPP Tak Bisa Jatuhkan Sanksi ke Lembaga

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler