DPD RI: Sampai Kapan Moratorium Pemekaran Daerah Diberlakukan?

Selasa, 02 Februari 2021 – 20:30 WIB
Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Abraham Liyanto. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Abraham Liyanto meminta pemerintah agar menetapkan kapan bisa dimulai lagi pemekaran daerah. Hal itu untuk memberi kepastian terhadap daerah-daerah yang telah melakukan usulan pemekaran.

“Kepastian sampai kapan moratorium (penghentian sementara, Red) diberlakukan harus ditetapkan. Jangan menimbulkan ketidakpastian yang berkepanjangan,” kata Abraham dalam rapat kerja dengan Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri di gedung DPD RI, Jakarta, Selasa (2/2/2021).

BACA JUGA: Respons Pak Jokowi Terkait Aspirasi Pemekaran Daerah

Dia memahami kelanjutan pemekaran terkendala dengan kesiapan anggaran negara. Apalagi di tengah pandami Covid-19 seperti sekarang yang anggaran negara tersedot untuk mengatasi wabah tersebut.

Namun dia mengingatkan di tiap-tiap daerah memiliki potensi masing-masing. Ada kekayaan alam yang tersedia di berbagai daerah sebagai modal membangun daerah pemekaran. Berbagai sumber tersebut dapat digunakan untuk membiayai pemekaran.

BACA JUGA: Pemerintah Cari Cara agar Pemekaran Papua Tidak Picu Kecemburuan Daerah Lain

“Sekarang masalahnya, mau pemekaran dulu supaya ekonomi daerah tumbuh dan bergerak atau menunggu sampai tersedia anggaran yang cukup, baru setelah itu dilakukan pemekaran. Kalau kita lihat di daerah-daerah itu kan, banyak sekali kekayaannya. Sumber daya manusia (SDM) juga banyak. Maka buka saja seluas-luasnya pemekaran itu, nanti setelah itu baru dievaluasi, mana yang berhasil dan mana yang gagal,” kata Abraham.

Senator asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini menyebut, yang penting adalah ketika dilakukan pemekaran, daerah diberi kewenangan untuk mengurusi dirinya, terutama menyangkut pengelolaan sumber daya alam. Misalnya kewenangan mengurus hasil laut yang tidak perlu lagi dipegang oleh pemerintah pusat tetapi diberikan kepada daerah.

BACA JUGA: Soal Pemekaran Wilayah, Nono Sampono: Kalimantan dan Papua Sama-sama Strategis

Kemudian pengelolaan tambang, minyak bumi dan kekayaan alam satu daerah bisa kelola langsung oleh daerah tanpa pemerintah pusat harus membatasinya.

Dia meminta bangsa ini belajar dari Tiongkok, Jepang dan Korea Selatan dalam program pemekaran wilayah. Yang dilakukan negara-negara itu adalah membangun berbagai infrastruktur dasar di tiap-tiap daerah. Misalnya jalan, jembatan, gedung pemerintahan, dan sebagainya. Setelah itu, pemekaran dibuka seluas-luasnya. Hasilnya daerah yang dimekarkan menjadi maju karena infrastruktur sudah tersedia.

“Kita juga bisa lakukan itu. Proyek-proyek infrastruktur seperti dibangun pak Jokowi memang harus diperbanyak. Setelah itu tinggal memekarkan daerah. Nanti daerah sudah bisa mandiri dan kelola dirinya karena sudah tersedia berbagai infrastruktur. Tinggal dia mengelola alam yang ada,” tutur Ketua Kadin NTT.

Dia menambahkan kepastian kelanjutan pemekaran juga harus ditetapkan karena dari hasil evaluasi DPD RI terhadap 223 Daerah Otonomi Baru (DOB) yang sudah dilakukan, hanya 10 daerah saja yang dianggap kinerjanya kurang.

Sementara daerah-daerah lain tidak masalah. Bahkan pemerintah tidak melakukan kebijakan penggabungan kembali ke daerah induk terhadap daerah-daerah gagal.

“Kalau begini kan, berarti daerah pemekaran berhasil semua. Maka harus dilanjutkan kalau hanya 10 daerah yang gagal,” tegas Abraham.

Hal serupa disampaikan anggota DPD RI dari Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang. Dia meminta pemerintah segera memberi kepastian sampai kapan kebijakan moratorium dilakukan.

“Kami selaku wakil daerah perlu mendapatkan kepastian itu. Karena kami selalu ditanya oleh masyarakat di daerah,” ujar Teras.

Dia menyadari masalah pemekaran memang tidak mudah. Namun jika pemerintah sudah punya desain yang lengkap, termasuk sampai kapan pemekaran terakhir dilakukan maka hal itu bisa dicicil tiap tahun.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler