DPD RI Terbelah Sikapi Putusan MA

Senin, 03 April 2017 – 07:33 WIB
Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad. FOTO: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) membatalkan dua tata tertib yang selama ini menjadi acuan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Salah satunya terkait dengan masa jabatan 2,5 tahun.

Meski sudah ada putusan hukum, pemilihan ketua baru tetap dilaksanakan. Rapat paripurna yang digelar hari ini (3/4) akan menentukan ketua baru.

BACA JUGA: DPD: Pemda Harus Dukung Gerakan Probono Peradi

Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan, putusan MA itu membatalkan dua tatib yang telah disahkan DPD. Yaitu, Peraturan DPD Nomor 1/2016 tentang Tatib dan Peraturan DPD Nomor 1/2017 tentang Tatib. Dalam putusannya, MA meminta lembaga tersebut mencabut dua peraturan itu.

Dengan pembatalan dua tatib tersebut, aturan yang menjadi turunannya juga batal. Salah satunya adalah surat keputusan (SK) pengangkatan Mohammad Saleh sebagai ketua DPD. SK tersebut mengacu pada Tatib 2016. ’’SK Pak Saleh sampai 2017,” tuturnya. Jadi, Saleh berhak menjabat ketua sampai tahun ini. Namun, kata dia, tidak disebutkan bulan dan tanggal berapa masa jabatannya selesai.

BACA JUGA: DPD RI Raih Penghargaan Utama di Ajang PRIA 2017

Senator asal NTB itu menambahkan, karena dua tatib dicabut, DPD harus mengacu pada Tatib 2014. Dia mengatakan, kemarin (2/4) DPD mengadakan rapat panitia musyawarah (panmus) yang dihadiri pimpinan DPD, para ketua komite, dan perwakilan dari setiap wilayah, barat, selatan, dan timur.

Menurut Farouk, rapat panmus tersebut membahas putusan MA yang baru saja dikeluarkan. ’’Kami akan menyikapi dua putusan itu,” papar mantan Kapolda NTB tersebut.

BACA JUGA: Keputusan DPD Ini Dianggap Melanggar UUD 1945

Bagaimana hasil rapat panmus? Sampai tadi malam, rapat masih alot. Menurut sumber Jawa Pos, mereka terpecah menjadi dua kelompok. Yakni, kubu yang pro dengan masa jabatan 5 tahun dan kelompok yang menginginkan masa jabatan 2,5 tahun. Pimpinan DPD juga belum bisa dihubungi.

Secara terpisah, peneliti Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, sejak awal kengototan sebagian anggota DPD untuk tetap menggelar rapat paripurna pemilihan ketua yang baru memang diduga merupakan desain politik kelompok tertentu.

Desain tersebut tampak secara bertahap dimainkan kelompok tertentu hingga misi politis mereka tercapai.

’’Kelompok ini ingin meraih tampuk tertinggi di DPD sekaligus menjadikan DPD sebagai alat bargaining politik untuk posisi kelompok tersebut di partai politik,’’ jelasnya.

Menurut Lucius, setelah sukses dengan revisi tatib DPD, nafsu kelompok yang ingin meraih kursi puncak DPD itu tak tertahankan. Sampai-sampai, keputusan MA yang membatalkan tatib baru tersebut dilanggar. Kelompok tertentu yang bernafsu besar akan kursi pimpinan DPD itu akan semakin jelas di arena paripurna DPD nanti. Sosok tersebut diduga adalah orang yang baru saja sukses meraih kursi puncak parpol. ’

’Capaian di parpol itu, tampaknya, membuatnya merasa seolah-olah raja kecil. Bebas melakukan apa saja, jika perlu menabrak aturan,’’ kritiknya.

Lucius melanjutkan, jika benar yang berada di balik upaya perebutan kursi pimpinan DPD adalah kelompok anggota DPD yang sudah menjadi politisi partai tertentu, hampir pasti bukan hanya motif politik yang mendorong penggantian pimpinan DPD. Itu adalah nafsu tak terkendali seseorang yang pongah dengan jabatan tinggi di parpol, lalu merasa bisa melakukan segala-galanya. Hal tersebut adalah bahaya besar bagi DPD. Sebab, DPD sejak lahir sampai kini belum juga tuntas menjawab masalah eksistensi institusi.

“Perjuangan DPD untuk mendapatkan eksistensinya akan hancur di bawah kendali sosok penguasa superambisius yang tak pernah puas mendapatkan apa saja yang bisa dikuasainya,’’ tandasnya.(lum/bay/c7/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Didesak Membenahi Infrastruktur Transportasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler