jpnn.com, JAKARTA - Dampak El Nino kian terasa dengan naiknya harga pangan dunia dan berimbang ke harga pangan nasional.
Dampak lain, kebakaran di kota dan hutan makin kerap terjadi. Bencana yang berulang tersebut menjadi pelajaran juga bisa diantipasi di masa depan.
BACA JUGA: Wujudkan Generasi Bebas Stunting, DPR & LDII Sepakat Kedaulatan Pangan tak Bisa Ditawar
“El Nino yang membawa kemarau berkepanjangan mengakibatkan gagal panen, kebakaran, dan menurunnya kualitas udara bisa berdampak pada kehidupan sosial,” ujar Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso.
Dia mengatakan dalam sejarah Indonesia, kekeringan yang berkepanjangan telah mengubah arah nasib bangsa.
BACA JUGA: Pj Gubernur DKI Jakarta Sebut LDII Mampu Berkontribusi untuk Bangsa
“Kekeringan pada 1965 dan 1988 mengakibatkan lonjakan harga pangan dan menjadi pemantik perubahan politik dan kerusuhan berdarah. Menjelang Pemilu, kewaspadaan seluruh elemen bangsa harus ditingkatkan,” tuturnya.
Chriswanto juga mengingatkan El Nino menjadikan negara-negara yang surplus pangan memiliki daya tawar yang kuat.
BACA JUGA: Begini Pengakuan Pelajar Penyiram Air Keras, Ya Ampun
“Sejarah hari ini mencatat bagaimana pangan menjadi alat tawar dan mempengaruhi geopolitik dan hubungan internasional,” papar Chriswanto.
Dia menyarankan agar program kedaulatan pangan diupayakan terus, meskipun kepemimpinan nasional silih berganti di setiap Pemilu Presiden dan Legislatif.
“Indonesia hanya sekali swasembada pangan dan itu sudah lama sekali pada era Orde Baru. Seharusnya dengan demokrasi yang lebih terbuka pengawasannya, kedaulatan pangan bukan hal yang mustahil,” imbuhnya.
Chriswanto mengapresiasi DPD LDII Gunung Kidul dan Sukoharjo yang telah memberi bantuan air bersih.
Menurutnya, warga LDII di wilayah tersebut telah bergerak mengirimkan air bersih di lokasi-lokasi rawan air bersih pada saat musim kemarau berkepanjangan.
Senada dengan KH Chriswanto, Anggota DPR RI Singgih Januratmoko mengatakan kemarau berkepanjangan bukan hanya berakibat pada harga pangan melambung. Di sisi lain, peternak juga terpukul.
“Kemarau panjang mengakibatkan panen jagung gagal dan mengakibatkan harga jagung di tingkat peternak naik. Ini membuat peternak UMKM kesulitan memperoleh pakan,” ujar Singgih Januratmoko yang juga Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (PINSAR).
Dalam pakan ternak, 50 persen komposisinya adalah jagung. Bila harga jagung naik, sudah tentu harga pakan juga melambung.
“Kami menyarankan pemerintah untuk mengimpor jagung, sebagaimana beras. Terutama kebijakan impor untuk kebutuhan peternak agar harga jagung kembali stabil di angka Rp5.000-an per kg sesuai referensi Bapanas,” papar Singgih.
Saat ini, harga jagung di tingkat peternah mencapai Rp6.500-7.000 per kilogram.
Kemarau ini diperkirakan sampai Desember, yang mengakibatkan pakan ayam dan sapi meningkat.
“Kami sarankan jangan karena pertimbangan politis pemerintah tidak mengimpor jagung. Ada jutaan peternak dan industri terkait bisa merugi,” saran Singgih yang juga warga LDII Yogyakarta.
Singgih juga mengingatkan pentingnya seluruh elemen bangsa bergotong-royong dan meningkatkan kepedulian sosial.
Di berbagai provinsi mengalami kesulitan air, bahkan kemarau memicu kebakaran di perkotaan, hutan, hingga perkebunan.
“Di wilayah kekeringan air terdapat banyak keluarga yang benar-benar tidak memiliki air bersih. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk saling membantu mengirimkan truk tangki air, yang biayanya sangat terjangkau bila bergotong-royong,” ujarnya.
Singgih Januratmoko Center, menurut Singgih telah mengirim truk-truk tangki air untuk warga yang membutuhkan.
"Saya mengajak berbagai pihak untuk bersedekah air, bersama-sama menanggulangi krisis yang dipicu kemarau berkepanjangan," ujarnya. (rhs/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kunci Pilpres di Jawa Timur, Pengamat: Dukungan NU, Jokowi, dan Sepak Bola
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti