DPR Curigai Motif Hibah Amerika

Selasa, 04 September 2012 – 18:21 WIB
JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka, mencurigai motif pemberian dana hibah oleh Amerika Serikat kepada Indonesia senilai 28 juta dolar."Mana ada makan siang yang gratis, pasti ada kepentingan di baliknya," kata Rieke, Selasa (4/9), di Jakarta.

Ia mencurigai ada motif tertentu di balik pemberian dana hibah itu, karenanya pemerintah diminta bersikap transparan. "Karena prosesnya tak transparan  kecurigaan semakin kuat," tegas politisi PDI Perjuangan, itu.

Seperti diketahui Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, Senin (3/9), mengakui AS lewat United States Agency for International Development (USAID), menggelontorkan hibah senilai 28 juta dollaer untuk program Expanding Maternal and Neonatal Survival (EMAS) di Kementrian Kesehatan.

Menurut Mboi, program itu bertujuan hanya untuk membantu program kesehatan, utamanya menurunkan Angka Kematian Ibu melahirkan. Anggaran tersebut akan langsung dialirkan ke pengelola proyek EMAS di 30 wilayah Kabupaten dan enam provinsi yakni Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Dalam pelaksaannya, Kementerian Kesehatan akan bekerjasama dengan JHPIEGO, Research Triangle Institute, Save the Children, Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan, dan Muhammadiyah.

Menurut Rieke Pitaloka, walau hibah itu disebut sebagai bagian dari program kementerian, namun hal itu tak benar-benar terjadi. "Sebab dana hibah langsung digelontorkan kepada LSM-LSM itu tanpa melalui Kementerian Kesehatan," katanya.

Menurutnya lagi, rencana dan pelaksanaan hibah itu sendiri tak pernah dibahas dan bahkan belum mendapat persetujuan DPR seperti disyaratkan Undang-undang. Bahkan, tegasnya, disampaikan di Komisi IX juga tidak dan baru kali ini dibahas. "Itupun setelah anggaran cair. Kriteria pemberian itupun tak jelas. Karena kalau kita cek satu-persatu daerah yang diberi dana itu, sebetulnya bermasalah juga dari sisi tata kelola kesehatan," katanya.

Ia pun memertanyakan, apa kompensasi dari bantuan sebanyak itu.  "Apalagi pemerintah tidak dilibatkan langsung, bagaimana mekanisme pengawasannya? Data apa yang "ditukar" demi uang itu?" katanya tak habis pikir.

Rieke mengakui bahwa kecurigaan DPR itu berdasar pada pengalaman operasional laboratorium kesehatan AS, Namru, di Indonesia. Laboratorium itu awalnya ditujukan untuk membantu penanganan wabah demam berdarah di Indonesia.

Namun belakangan Namru diduga menjadi alat spionase sekaligus alat mengumpulkan data-data kesehatan. Untuk yang terakhir ini, kata dia, diduga data-data kesehatan digunakan demi kepentingan industri farmasi AS dan produksi senjata biologis.

"Bicara isu kesehatan dalam percaturan politik era sekarang, bukan sekedar soal rakyat sehat. Tapi substansi penting juga adalah isu kesehatan merupakan isu ketahanan sekaligus pertahanan sebuah negara," pungkas Rieke. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cagub Sultra Mulai Tes Kesehatan

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler